[ masih ingatkah chapter berapa ketika aku mengembalikan edelweiss itu ke Arian? ]
Mengenai edelweiss, mengapa ku memberikan judul untuk perjalananku ini dengan nama edelweiss?
Sebenarnya, aku sengaja memberikan nama edelweiss pada perjalanan perasaanku karena sebagian kecil (tersirat) untuk mengingatkanku pada Arian, dan sebagian besar karena edelweiss pun mempunyai makna yang begitu dalam. Bunga edelweiss kecil yang pernah ia kasih untukku, jujur itu suatu hal yang memang sederhana tapi sangat berarti bagiku. Aku jadi teringat ketika ia memberikannya padaku saat itu. Tidak bermaksud untuk kembali ke masa lalu atau flashback, namun entah kenapa hanya dari bunga edelweiss kecil pun sebuah kebahagiaanku bisa muncul.
Saat itu, aku tak ingat hari dan tanggalnya, pokoknya saat itu aku dan dia masih hangat-hangatnya dekat, beberapa hari setelah aku pulang dari ekspedisiku dari Halmahera. Pada saat itu aku dan dia bertemu karena kami belum pernah jalan sebelumnya, karena sehabis PUK, diriku langsung melaksanakan ekspedisi sehari setelahnya, meski pada saat itu kami sempat bertemu karena aku meminjam raincovernya untuk carrierku. Namun kami tetap saling berhubungan meski hanya lewat chat.
Ia memberikanku bunga edelweiss kecil itu pada saat kami sedang makan di salah satu kantin di kampus kami, nama kantin itu 'red corner' dan saat itu kondisi cuacanya sedang hujan.
A: eh mei, gua punya sesuatu nih buat lu
M: wah iya? Apaan tuh?
A: (lalu ia mengeluarkan bunga edelweiss kecil dari dompetnya dan menaruhnya di tanganku)
M: wahh lu dapet darimana?
A: inikan waktu gua muncak kemaren ke gunung gede pangrango mei, waktu pas lu ekspedisi, gua kan bilang juga ke luu
M: oh iya iyaa yang lu bilang waktu itu mau muncak ya
M: makasih yaa, eh btw emang lu ga ketauan apa ini ngambil edelweiss? bukannya gaboleh diambil ya?
A: wkwk itu sebenernya gua ga metik, tapi gua ambil dari bawah gitu, terus gua sumputin di dompet
M: wkwk cerdas amat, lu bawa berapa bunga emang sama buat siapa aja?
A: gua cuma ambil dua ko, buat lu sama gua hehe biar kita..
M: kita apa nihh? *sembari senyum senyum*
A: biar kita selalu terhubung gitu lahh ini tanda kitaa
M: aih wkwkwkwAkhirnya kita pun memiliki satu pasang edelweiss yang akan selalu mengingatkan kita antar satu sama lain. Bahkan, akupun sengaja membuat bunga edelweiss kami dijadikan sebagai herbarium yang cantik meski pada akhirnya herbarium itu rusak hehe tapi keawetan bunga edelweiss memang tidak dapat dipungkiri. Sampai pada saatnya aku mengembalikan bunga itu kepada yang memberikannya kepadaku, bunga itu masih tetap utuh.
Manis? Memang. Kenangan selalu manis dan indah jika diingat, namun bila disandingkan dengan kenyataan sekarang terkadang ada rasa sesak di dada. Tapi sudah lama itu terlewati. Tugasku sekarang hanya harus fokus kepada hal apapun yang perlu aku perhatikan, dan akupun harus bahagia. Arian pun bisa bahagia tanpaku, mengapa aku tidak?
Sederhana? Ya memang. Aku lebih sering bahagia karena hal kecil dan sederhana. Bisa bersamanya dan menerima sebuah bunga edelweiss kecil pun senangnya minta ampun hehe. Untuk membuat seorang Maira bahagia itu mudah sebenarnya. Arian mengajariku bahwa kebahagiaan tidak selalu perlu hal mewah, hal kecilpun bila disyukuri, maka itu akan membuat kita lebih bahagia.
Dan sekarang, aku hanya bisa bersyukur, sangat bersyukur, karena aku pernah diberi kesempatan untuk mencintainya dan menyayanginya, meski pada akhirnya aku dan dia tidak ditakdirkan untuk bersama, layaknya diceritakan dalam lagunya Fiersa Besari "Waktu yang Salah" wkwk, namun sampai kapanpun Arian akan selalu menjadi bagian dari hidupku dan aku bisa menjadi diriku yang saat ini salah satunya adalah karena dia.
Pernah suatu waktu ada salah seorang teman yang bertanya kepadaku
"Apa kamu ga nyesel mei selalu peduli sama orang yang selalu bikin kamu sakit?"
Aku berpikir lama disitu, dan aku menjawab
"Aku tidak pernah menyesal karena menyayangi seseorang, sama sekali tidak, bahkan aku sangat bersyukur dikasih kesempatan untuk peduli meski orang itu sudah menyakiti perasaanku. Namun yang aku sesali, mengapa aku selalu peduli terhadap orang yang salah, orang yang tak bisa menghargai perasaanku, orang yang tak bisa melihat rasa setiaku padanya dan memilih untuk tidak bersamaku lagi."
Semoga!
Untuk kamu yang pernah menjatuhkanku dalam palung sedih terdalam yang pernah ada, aku ucapkan terima kasih yang seagung-agungnya atas segala bahagia yang telah kamu berikan, atas segala sedih yang telah mengajarkan, atas segala komitmen yang dipalsukan, atas segala janji yang dipaksakan, dan atas segala permainan rasa yang pernah kamu perankan.
- Dalam buku "Temu" karya: Wirasakti SetyawanDan perjalananku dimulai...
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss
Romance[Based on true story and daily activity, tetapi ada beberapa momen yang fiksi, semua nama orang disini disamarkan, namun selebihnya cerita ini akan mengulik perjalanan seseorang dalam menemukan versi terbaik dari dirinya] Tulisan ini, didedikasikan...