"Kukira kamu memintaku untuk bertahan dan menguatkan kepercayaan.
Ternyata tidak. Aku sudah salah mengartikan semua yang pernah kamu lontarkan.
Ternyata kamu menyuruhku mundur, kamu memintaku pergi dengan cara yang sedemikian halus dan membuat rasaku lebur.
Aku masih ingat saat bagaimana kamu menjadikanku tempat ternyaman untuk menyimpan isi hatimu.
Saat bagaimana kamu mengatakan bahwa aku adalah orang yang tulus dalam mendengarkan.
Juga saat bagaimana kamu bilang bahwa hadirku untukmu adalah sebuah ketenangan.Aku sempat merasa dilambungkan sebegitu tinggi dengan semua harapan yang pernah kamu beri.
Aku sempat mengira bahwa kamu memang benar-benar memilihku untuk menjadi tempatmu menjatuhkan hati.Tetapi, aku menerima sebuah kenyataan yang pahit sekarang.
Aku sadar bahwa kamu telah berbohong.
Aku sadar, bahwa kamu bukan orang yang tepat untuk menemani hari-hariku nanti.Tidak, aku tidak sakit hati, sama sekali tidak.
Aku tak pernah merasa dikhianati karena kamu berbohong padaku.Aku merasa kamu bukan orang yang tepat karena kamu berbohong pada dirimu sendiri, perasaanmu sendiri.
Kamu bilang kamu belum bisa membuka hati, kamu bilang kamu masih mengobati luka dari masa lalu yang masih membelenggumu.
Dan dengan bodohnya kukira kamu memintaku untuk menanti, menemani hingga kamu sembuh dari lukamu sendiri.
Tapi kenyataannya sekarang berbalik. Kamu berbohong, kamu memilih pergi dan meninggalkanku tanpa sedikitpun ucapan pamit.
Kamu menjatuhkan hati ke lain orang. Dan kamu bahagia sekarang. Kamu sudah benar-benar menemukan pilihan yang memang ingin kamu perjuangkan, yang tentunya bukan aku.
Tidak apa-apa. Kamu berhak melakukannya, dan aku tidak punya kuasa dalam mengatur apa yang hatimu mau.
Terimakasih, telah memberiku segelintir senyuman dari afeksimu yang begitu manis, walaupun pada akhirnya harus kusangkal dengan perasaan miris.
─ deep-laid
#SejawatMahitalaDedikasi untuk Rara. Kamu tidak pantas disia-siakan siapapun."
cc: PhospenousAku yang sedang membaca postingan dari Phospenous yang muncul di timeline Line ku. Semenjak adanya Rasya di kehidupanku, aku jadi sangat jarang memikirkan Arian lagi, meski terkadang ia tiba tiba melintas di pikiranku.
Terkadang, ketika aku sedang iseng membaca beberapa quotes atau kata-kata mutiara dari beberapa akun medsos, selalu pas dengan apa yang sudah ku alami, baik yang sudah sudah, maupun yang sedang dialami.
"Aku seharusnya bisa selalu ada di sisinya"
"Aku seharusnya bisa lebih berjuang untuk mencegah ia pergi"
"Seandainya aku menahan dia pergi, apakah dia akan tetap disisiku"
"Aku nyesel aku gabisa jaga dia dengan baik"
"Tapi... kalau maunya dia pergi, aku bisa apa?"Pikiranku yang terkadang membuatku merasa insecure dengan diriku sendiri. 4 bulan sudah. Wkwk. Rasanya masih lucu karena menyadari bahwa ternyata rasa ini masih jadi miliknya. Entah seberapa bodohnya seorang Maira yang mencintai seseorang yang bahkan sudah tidak menginginkan dia di hidupnya. Tapi ya harus dibagaimanaikan lagi? Jikalau masih sayang namun sudah berakhir, siapa yang harus disalahkan?
Terkadang aku masih suka menyalahkan keadaan. Aku menyalahkan Arian atas semua ini, juga menyalahkan diriku sendiri. Menyalahkan ia atas segala komitmen yang telah ia berikan padaku yang pada akhirnya ia sendiri yang mengingkari komitmen itu. Tetapi, akupun menjadi merasa bersalah dan juga sedikit menyesal tidak berjuang lebih keras dan lebih jauh. Namun, akupun berpikir kembali, untuk apa? Jikalau hatinya memang sudah tidak ingin menetap. Untuk apa? Jikalau ia tidak bahagia. Untuk apa? Jikalau ia menjalaninya dengan terpaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss
Romance[Based on true story and daily activity, tetapi ada beberapa momen yang fiksi, semua nama orang disini disamarkan, namun selebihnya cerita ini akan mengulik perjalanan seseorang dalam menemukan versi terbaik dari dirinya] Tulisan ini, didedikasikan...