Di dalam kamarnya Haru meringkuk kesakitan. Dadanya terasa panas, berdegup tak normal membuatnya kepayahan untuk bernapas. Merintih tertahan setelah memaksa Rada keluar dari dalam kamarnya. Bukan tanpa sebab Haru mengusir sang kakak. Ia hanya tidak mau Rada terus-terusan khawatir dan juga pasti kena marah Indira.
Pintu kamar terbuka perlahan. Sorot lampu dari luar masuk membelah gelap dalam kamarnya. Kemudian suara derap langkah terdengar masuk ke dalam kamarnya. Haru yakin itu pasti Indira-sang mama.
"Haru?" Panggil Indira setelah mendudukkan diri ditepian kasur. Haru tidak menjawab, dia masih mencoba meraup udara yang kian jarang ia peroleh.
"Mas Hadi!" Pekik Indira setelah menyalakan lampu diatas nakas dan mendapati wajah Haru yang pucat.
Beberapa saat kemudian Hadi muncul dari balik pintu dan segera berhambur menghampiri keduanya.
"Ya alloh kenapa ini?" Hadi langsung meraih tubuh Haru ke dalam pelukannya. Mencoba mengurut pelan dada sebelah kiri putranya. Sedangkan Haru masih terus mencari udara disekelilingnya.
"Haru tenang, Nak. Pelan-pelan. Tarik napas pelan-pelan. jangan panik oke? Ada Papa di sini." Lembut tangannya terus mengurut pelan dada Haru. Hingga gerakan Hadi terhenti ketika Haru terbatuk bersamaan dengan keluarnya darah segar dari mulutnya.
Hadi sontak mengangkat tubuh Haru. Memposisikannya duduk dan Indira menyodorkan sebuah tisu. Perlahan Hadi memijat tengkuk sang anak, membiarkannya terus memuntahkan apa yang ingin tubuhnya keluarkan. Indira meraih apapun yang bisa ia jadikan penampung. Dengan tangan bergetar dan tangis yang menguar, Indira tetap membantu putranya yang kesakitan.
Hingga tiba-tiba tubuh Haru melemas. Ambruk ke samping yang untungnya ada Indira yang sigal menangkapnya. Melengkingkan pekikan cemas dari Indira yang sudah tidak karuan sekarang.
"Kita ke rumah sakit sekarang juga." Hadi segera mengangkat tubuh Haru. Bergegas melesat ke rumah sakit sebelum semuanya terlambat.
Hanya butuh waktu sekitar setengah jam, ketiganya sudah tiba di rumah sakit. Lagi-lagi mereka dihadapkan pada situasi yang sama seperti ini. Situasi mencekam dan penuh keputus-asaan. Di dalam sana putra mereka lagi-lagi harus berjuang antara hidup dan mati.
Hadi terus memeluk sang istri. Menghiraukan betapa berantakannya dia saat ini. Baju yang penuh dengan darah akibat muntahan dari Haru tadi ia tak pedulikan. Juga bau amis yang menguar.
Disisi lain Rada memilih mengurung diri di dalam kamar. Hatinya tersayat perih tatkala telinganya menangkap suara teriakan Indira yang langsung disahuti oleh Hadi dari samping kamarnya. Kegaduhan yang timbul karna kambuhnya sang adik.
Niat hati Rada ingin sekali berhambur menolong juga membantu sang adik. Namun, urung dia lakukan karna bukannya menolong dia hanya akan mengacaukan dan mengacaukan semuanya. Pikirnya ia lebih baik diam dari pada ikut campur dan berakhir dengan dimarahi seperti biasanya.
---
Hadi dan Indira tengah berada di ruangan Danu. Setelah selesai menangani Haru dokter itu segera mengajak keduanya ke ruangannya. Sudah bisa di tebak dokter itu pasti akan menjelaskan tentang kondisi anak semata wayang mereka. Dari raut wajah Dokter Danu yang redup tampaknya apa yang akan disampaikan olehnya tidak baik.
Keduanya masih terdiam berhadapan dengan Dokter Danu. Dokter tersebut nampak intens menatap lembaran kertas juga hasil pemeriksaan sang anak. Dokter Danu menarik nafasnya panjang, mengumpulkan semua keberaniannya sebelum mulai menjelaskan.
"Diluar dugaan saya ternyata penyakit itu lebih ganas dari sebelumnya. Tumor itu kini telah berkembang menjadi kanker dan begitu cepat menyebar ke seluruh tubuh Haru. Parahnya lagi penyakit itu sudah menyerang separuh dari paru-paru," terang Dokter Danu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Description (Tamat)
Teen FictionGelap menjadi kawannya sejak kecil. Semua orang mengucilkannya seperti seekor kucing yang sudah tak lagi diharapkan. Namun, dimataku dia istimewa. Dalam sejarah hidup, dia satu-satunya manusia yang paling membenci hari besarnya, yakni hari ulang ta...