Bagian 7

1.6K 145 0
                                        

Pada akhirnya Rada kalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada akhirnya Rada kalah. Dengan wajah bantal ia menuruni tangga diiringi Haru tepat di belakangnya. Tersenyum menang karna selalu telah sukses memaksa sang kakak yang terkenal mageran jika baru bangun tidur.

"Mau makan apa? Biar aku ambilin. Mama hari ini masak nasi goreng, telur dadar sama sayur asem, Kak Rada mau yang mana?"

"Nasi goreng aja."

Sesuai pesanan, Haru meraih centong nasi yang ada. Membubuhkan beberapa centong nasi goreng di atas piring milik sang kakak. Tak lupa memberinya tambahan mentimun juga telur dadar di atasnya.

"Nanti jangan lupa siapin buku. Kita belajar bareng-bareng lagi mumpung hari ini aku nggak ada ekstrakulikuler di sekolahan. Kita juga udah lama nggak belajar," ucap Haru di tempatnya. Bahkan masih sempat mengunyah nasi goreng miliknya.

"Nggak perlu. Lebih baik waktunya buat kamu istirahat. Lagipula nggak ada gunanya ngajarin orang buta seperti Kakak. Yang ada kamu makin capek trus sakit, nanti Mama Papa sedih lagi."

"Apaan sih? Biasanya juga belajar nggak apa-apa. Di dunia ini nggak ada yang namanya sia-sia kalo diiringi usaha sama niat. Siapa tahu 'kan nanti ilmu yang Kakak dapet bisa berguna suatu saat," jeda Haru sebab harus menelan makanannya. "Udahlah nggak ada bantahan kalo kata Mama," sambungnya.

Rada memilih diam. Membungkam suara dengan nasi goreng cukup banyak di dalam mulutnya. Haru memang sama persis dengan ibunya. Sama-sama keras kepala dan tidak mau dibantah. Membuat Rada harus benar-benar berlapang dada menghadapi si adik kecilnya.

"Aku udah selesai. Kak Rada habisin sarapannya. Aku mau berangkat sekolah." Haru bangkit dari tempatnya. Membereskan piringnya lalu meletakkannya pada wastafel dapur. Masalah mencuci itu masalah Mbok Darmi nanti.

"Bukannya Mama sama Papa udah berangkat?"

Haru menoleh. "Kan aku punya motor."

"Emang boleh naik motor?"

"Mentang-mentang belum punya SIM gitu? Iya sih, nanti genap 17 tahun langsung otw bikin. Tapi 'kan sekarang mendadak, jadi harus pake motor."

"Mending pesen ojek online aja. Sekolah kamu 'kan deket. Nggak apa-apa."

Haru berdecak pelan. Rada memang seperti ibunya. Ribet dan suka mengomel. Mungkin gen dari ibunya menumpuk di Rada semua. Pikir Haru. Padahal tak ada sepercikpun mengalir dalam tubuh sang kakak.

"Kakak nggak perlu parno gitu. Lagian Mama yang nyuruh naik motor aja. Jadi slow aja. Aku berangkat dulu. Babay!"

"Sarapannya udah?"

"Aku udah makan sebelum Kakak bangun tadi. Haru berangkat dulu ya. Assalamualaikum!" Teriak Haru diambang pintu utama.

Dari tempatnya Rada hanya bisa mendesah. Selera makannya mendadak menghilang bersamaan hilangnya sang adik dari sisinya. Namun, berharap Haru menemaninya seharian itu tidak mungkin. Rada kembali melanjutkan sarapannya.

Description (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang