5

109 11 1
                                    

~~~

"Percayalah. Semua orang punya dunianya sendiri, dan kau adalah tokoh utama dalam duniamu."

~~~

"Mau kemana kita sekarang?"

"Hmm kita ke restoran! Aku lapar."

"Nggak! Kita ke studio foto aja. Lo lapar terus deh, padahal tadi pagi lo yang paling banyak makannya."

"Eh sembarangan, hahaha..."

Anatha seperti bisa mendengar percakapan tiga orang perempuan yang dia lihat melalui jendela kelas itu. Mereka terlihat akrab dengan obrolan hangat dan tawa cerah mereka. Iya, merupakan arti persahabatan yang sebenarnya. Persahabatan yang belum pernah Anatha rasakan. Mungkin memang benar dia diciptakan hanya untuk melihatnya. Maka dari itu, dia tidak pernah berani bahkan sekedar berharap merasakannya barang sekalipun.

Matahari sore memaksa menyelinap masuk melalui jendela kelas. Cahaya yang lembut, menemani sore Anatha di kelas. Jika Anatha ditanya hal apa yang kuat dia lakukan untuk waktu yang lama di sekolah, jawabannya adalah ini. Hanya diam berteman senja. Entah mengapa itu menjadi hal yang paling dia sukai. Namun ada yang aneh, Anatha merasa ada yang sedang memperhatikannya, siapa? Matanya melirik ke arah kanan dengan perlahan. Rian! Apa yang Rian lakukan? Rian tidak tertidur sama sekali. Matanya terbuka sempurna ke arah Anatha. Dengan cepat Anatha melirik ke arah kanan untuk memergoki Rian.

"Heh! Apa lo ngeliatin gue! Katanya mau tidur lo!" Ucap Anatha dengan nada kesalnya. Rian berpura-pura terganggu dan terbangun dari tidurnya. Dia mengerjapkan matanya, seolah-olah dia memang baru bangun tidur. Anatha semakin kesal melihatnya.

"Eh, ada apa Anatha? Aku lagi tidur tadi." Jawab Rian dengan nada yang sangat jelas dibuat-buat seperti baru bangun tidur.

"Udah ya, gue gak tau harus ngomong apalagi sama lo. Gue cape sama lo!" Ucap Anatha yang kini benar-benar sudah kesal.

"Iya, iya Anatha. Aku ngaku aku salah. Sebenernya tadi aku emang niat mau tidur, tapi aku gak bisa tidur karena kelas yang berisik, abis itu aku buka mata, ada cahaya matahari yang masuk lewat jendela. Dan saat itulah, aku ngelihat wajah kamu yang dihiasi cahaya matahari." Jawab Rian.

Senyum itu.. tatapan itu.. Dia diam mempertahankannya. Apa yang ada dalam pikiran Rian? Mengapa sikapnya aneh seperti ini? Anatha tidak mengerti.

Anatha masih memikirkan kejadian itu sembari berjalan di koridor kelas yang sepi. Saat ini sekitar jam 5, semua orang telah pergi meninggalkan kelas dan sebagian di antaranya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Hari ini adalah tugas Anatha untuk piket kelas-- walau seharusnya bukan dia saja yang piket. Koridor ini sepi sekali. Ini juga merupakan saat-saat yang paling dia sukai di sekolah, berjalan di koridor sekolah dengan tenang sembari memikirkan apapun yang dia inginkan. Bahkan dia bisa tenang dari gangguan Rian. Rian sempat bilang pada Anatha kalau Rian tidak bisa pulang bersama Anatha karena dia akan mengikuti ekstrakurikuler hari pertamanya. Padahal Anatha tidak peduli sama sekali, bahkan dia senang.

Semuanya tenang dan menyenangkan.... sampai tiba-tiba ada 6 orang perempuan yang datang dan memegangi tangannya.

"Enak yaa! Emang lo pikir bisa lari gitu aja dari gue?!" Ucap Erika mengejutkan Anatha.

"Lo udah berani-beraninya deketin cowok gue, Rian. Kasian deh lo yang ditinggalin sama Rian. Lihat kan! Dia aja muak sama lo sampe pergi gitu aja. Makanya berhenti lo deketin dia! Ngerti lo?!" Teriak Erika tepat di depan wajah Anatha. Anatha hanya diam, dia kehilangan kata-katanya untuk menjawab.

"Wah, dia ga jawab tuh." Seru seseorang yang memegangi tangan Anatha.

"Berani banget ya lo ga jawab omongan gue! Berani lo sama gue?! Inget, dari sini hidup lo ga akan tenang!" Ucap Erika.

Another MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang