15

74 7 0
                                    

~~~

"Aku tidak membutuhkanmu ataupun menginginkanmu. Tapi aneh, seakan-akan semesta tidak mengizinkanku melakukannya, karena selalu saja kau yang ada ketika aku membutuhkan orang lain."

-Anatha

~~~

Anatha tersentak di atas meja belajarnya. Jarum jam di atas mejanya menunjukkan angka 3. Anatha tertidur. Kantuk segera hilang ketika dengan kaget Anatha menemukan tugas kelompok yang belum selesai di bukunya. Tanpa pikir panjang Anatha segera mengecek ponselnya, berharap anggota kelompoknya yang lain sudah mengirimkan bagiannya.

Naas. Tidak ada balasan apapun dari pesan yang Anatha kirimkan kepada seluruh anggota. Anatha menjerit tertahan. Tangannya dengan lincah langsung menulis kembali semua yang terpikirkan oleh otaknya. Tidak peduli seperti apa seharusnya, yang Anatha pikirkan sekarang adalah mengerjakan semuanya sampai pagi ini. Otaknya tak henti berpikir, dengan sesekali mencari jawaban di buku dan mencari jawaban di internet melalui ponselnya. Tidak peduli lagi dengan anggota yang tidak membalas pesannya.

Musik yang familiar terdengar oleh telinga Anatha. Anatha tersentak. Itu bunyi alarm yang dia gunakan untuk berjaga-jaga kalau dirinya belum bangun. Jam 6 tepat. Anatha melompat dari kursi belajarnya menuju kamar mandi. Anatha lupa, tidak ada siapa-siapa kecuali dirinya di rumah ini. Seragam? Dimana Bi Asih sering menyimpan seragamnya? Hampir setengah jam Anatha berkutat mencari seragamnya. Tanpa banyak basa-basi lagi Anatha segera merapikan barang bawaannya, mengunci rumahnya dan berlari menuju halte bus yang sering dia gunakan untuk berangkat ke sekolah.

Halte bus sudah sepi saat ini. Mungkin sekarang sudah hampir jam 6.45, hampir semua siswa sudah berangkat sekolah. Anatha duduk dengan gelisah di kursi halte, berharap masih ada bus yang akan lewat jam segini.

"Neng, belum berangkat? Udah siang atuh neng jam segini mah." Ucap seorang penjaga warung dekat halte.

"Iya pak, saya kesiangan." Jawab Anatha semakin resah. Suara mesin kendaraan berhenti tepat di depan Anatha. Bukan mesin bus—Anatha tahu itu—namun Anatha masih saja berharap itu adalah bus yang bisa membawanya ke sekolah secepat mungkin.

"Rian....?"

"Anatha, ternyata kamu di sini. Cepet naik!" Ucap Rian terburu-buru.

"Tapi..." Anatha ingin membantah, namun dirinya tidak bisa menahan untuk melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam 7 tepat. Tanpa melanjutkan perkataannya, Anatha segera naik ke atas motor Rian.

Motor Rian segera membelah jalanan ramai. Mereka sedang dikejar waktu. Anatha tidak mengerti kenapa Rian tiba-tiba muncul di depannya seperti tadi. Namun apapun alasannya—untuk pertama kalinya—Anatha bersyukur Rian datang menghampirinya.

"Pegangan." Rian berusaha menandingi bisingnya jalanan.

"Hah apa lo bilang! Gue gak....." Anatha menolak. Belum selesai ucapannya, motor Rian melaju dengan cepat menyusuk kendaraan-kendaraan di depannya dengan gesit. Anatha sampai tidak mampu membuka kedua matanya. Dengan refleks, tangannya melingkar pada pinggang Rian.

Motor Rian sampai di sekolah tepat ketika gerbang sekolah akan ditutup. Rian langsung masuk melalui gerbang dan melaju menuju parkiran. Anatha menghembuskan napasnya lega. Anatha lupa satu hal, apa tugas kelompoknya sudah selesai? Pikiran Anatha terus saja berterbangan berusaha mengingat sudah sampai mana dia mengerjakan tugas kelompoknya itu.

"Hey, nyaman banget yaa... Udah nyampe kali." Ucap Rian menyadarkan Anatha yang masih diam di atas motor sembari masih memeluk Rian erat dari belakang.

Telinga Anatha memanas. Siapa yang sengaja! Anatha hanya sedang melamun... Ah sudahlah memalukan sekali. Anatha memukul punggung Rian lumayan keras setelah melepas pelukannya. Rian cengengesan setelah sedikit meringis kesakitan. Anatha segera turun dari motor dan berlari meninggalkan Rian. Anatha juga sempat memegang kepalanya, takut takut kejadian semalam terjadi lagi, di mana dia lupa melepas helmnya. Untungnya hari ini dia tidak memakai helm.

"Anatha!" Panggil Rian setelah Anatha lumayan jauh berada di depannya. Namun Anatha yang mendengar suara itu tidak bergeming dan terus berlari meninggalkan si pemilik suara. Tanpa mengucapkan terimakasih atau sepatah kata apapun, pada penolongnya hari ini.

"Nat.. Nat.. Bareng napa ke kelasnyaa.." Ucap Rian sembari mengejar Anatha.

"Berisik lo." Jawab Anatha tanpa memperdulikan Rian.

Rian baru bisa menyejajarkan langkahnya dengan Anatha di depan kelas mereka. Akhirnya mereka memasuki kelas dengan berjalan beriringan. Anatha memutar bola mata, malas. Sedangkan Rian malah tersenyum lebar. Tatapan tajam kelas seketika menghujani mereka, terutama tatapan Erika. Anatha menelan ludahnya. Baiklah, separah ini ternyata resikonya. Mereka berhenti di depan meja mereka dan duduk di kursi masing-masing karena bel masuk akan segera berbunyi.

-------

Aduh untung aja ada Rian nih

Emang udah takdir ya kayanya Rian ada terus buat Anatha nih

Siapa yang dukung mereka berdua nih?

Dukung yu

Caranya vote comment sama share...

Jangan lupa yaa><

Another MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang