🐚Empatbelas🐚

10.4K 1.4K 90
                                    

Oke... sebelum kalian pada baca, saya mau nanya, dibandingkan sebelumnya udah nyempetin ninggalin jejak belum? Yang belum sempat, bab ini harus disempatkan ya, mengenai alasan kenapa ibunya Maudy benci sama dia, di bab berikutnya bakalan ketahuan.

Udah sih, nggak usah panjang-panjang pengumumannya. Pokoknya yang penasaran pengen tau alasannya, kasih saya sedikit kebanggaan dengan ninggalin jejak kalian. Selamat membaca dan semoga Ryan-Maudy semakin banyak peminatnya.

🍎🍎🍎

                                                           

Maudy yang baru saja melangkah keluar dari kamar mandi mengernyit kening saat melihat kekasihnya duduk menyandar di kepala ranjang sambil mengusap naik turun dadanya. Kening prianya itu berkerut seakan sedang menahan rasa sakit.

Diliputi rasa khawatir yang tiba-tiba mendera, Maudy melangkah cepat menuju ranjang dan segera duduk di tepinya, lalu kemudian bertanya, "Om ganteng nggak apa-apa, 'kan?"

Kelopak mata Ryan yang tertutup perlahan terbuka kala mendengar suara Maudy yang sarat dengan kecemasan. Senyumnya terukir tipis begitu seraut wajah cantik sang kekasih terlihat jelas di matanya.

Mungkin saja Tuhan sedang berbaik hati padanya hingga mengutus satu bidadari untuk menemaninya di dunia ini. Menjadi pelipur di saat sedih menyapa dan berbagi canda tawa di kala bahagia sedang melingkupi mereka.

Ryan menyadari bahwa di usia setua ini tidak pantas baginya bertingkah bagaikan anak muda yang sedang kasmaran. Namun jika itu perkara hati, bukankah usia tidak boleh dijadikan penghalang? Maka biarkanlah orang menilainya berlebihan jika saat ini ia ingin selalu berdekatan dengan kekasihnya itu.

"Jantungnya om Ryan kumat lagi, ya?" tanya Maudy lagi yang tak dapat menutupi kecemasannya. "Kalau gitu, ayo kita ke rumah sakit, biar om ganteng bisa segera ditangani sama dok... "

"Di," lembut Ryan memotong ucapan Maudy seraya membawa jemari lentik milik kekasihnya itu ke dalam lingkupan tangannya yang besar. "Mulai sekarang, bisa 'kan kamu nggak usah manggil aku om lagi? Nggak nyaman rasanya dengar kekasih sendiri manggil aku dengan sebutan om."

"Hah?" Maudy tercengang, bingung akan perbedaan topik yang sedang dibahas.

Gemas melihat ekspresi Maudy yang menggemaskan, Ryan mengecup singkat bibir sang kekasih yang tak terhitung lagi entah sudah berapa banyak dilumatnya. Hingga kemudian Ryan terkekeh geli saat mendapat pukulan tak seberapa kuat di bahunya.

"Ihh... om Ryan mah, masa lupa sama kata-katanya sendiri." Maudy merengut kesal seraya memalingkan wajah. "Kita 'kan udah janji nggak bakal mesra-mesraan kelewat batas lagi kalau lagi ada Kiana di dekat kita. Mana kamar Kiana ada di sebelah kamar kita. Ntar kalau dia dengar, bisa gawat jadinya." imbuhnya mengingatkan.

"Aku nggak lupa kok, sama janji kita tadi pagi." Ryan menimpali dengan nada lembut. "Tapi 'kan Kiananya lagi tidur, nggak mungkin juga dia bisa ngeliat aku ngecup bibir kamu. Lagian itu 'kan cuma kecupan, sayangku, bukannya lumatan. Bahkan kalau sekarang aku ingin mencumbui kamu, aku yakin Kiana nggak bakal dengar. Jadi kamu santai saja, nggak usah cemas gitu."

Maudy cuma bisa merengut karena tak bisa menyangkal ucapan kekasihnya. "Terserah om Ryan aja deh, aku 'kan nggak bisa menang adu omongan sama om."

"Lucunya, sayangku ini kalau lagi merengut gitu mukanya." Ryan memeluk gemas tubuh lembut wanitanya. "Dan tolong ya, jangan manggil om lagi. Nanti orang-orang malah ngira kamu itu keponakan aku bukannya kekasihku."

"Trus, aku harus manggil apa dong?" tanya Maudy menyender manja di dada pria kesayangannya.

"Mas juga boleh." Ryan memberi usul.

Si Cantik, Penawan Hati [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang