🐚Delapanbelas🐚

11.4K 1.2K 118
                                    

21+

Buat adek-adek yang belum cukup umur, sebaiknya cari bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya. Soalnya saya sudah memperingatkan, kalau masih ada ngeyel, ya resikonya ditanggung sendiri2.

Bagi yang ngerasa bab ini nggak cocok dengan alur yang kalian inginkan, silahkan dilangkahi saja. Bab ini nantinya cuma akan dipublish sampai sahur, jadi yang mau baca sebaiknya lekas dibaca. Karena bab ini baru akan saya publish lagi pas lebaran nanti.

Lalu targetnya, khusus bab ini saya nggak masang target karena cuma akan tayang selama satu malam saja. Tapi, saya berharap vote dan komentar kalian nggak akan berkurang.

Udah sih, segitu aja. Selamat membaca dan tolong dimaafkan kalau saya nggak bisa mengubah alurnya. Soalnya akhir dari cerita ini sudah ada di kepala saya.

🍎🍎🍎

Napas Ryan dan Maudy masih memburu usai pelepasan yang mereka dapat beberapa saat yang lalu. Dengan tubuh bagian bawah yang masih menyatu, mereka membagi senyuman yang menandakan betapa senangnya hati mereka selepas menuntaskan rindu.

Lembut Ryan menyeka keringat di kening Maudy. Dengan senyum yang tak luntur dari bibir, perlahan ia kembali menggerakan tubuh bagian bawahnya untuk menggoda area paling sensitif milik wanitanya. Niatnya yang hanya ingin menggoda sang wanita yang tampak semakin cantik saja di matanya itu malah membuatnya mengernyit karena gairahnya kembali bangkit tanpa bisa ia tahan-tahan lagi.

"Salah mas Ryan sendiri." Maudy tersenyum geli saat merasakan area sensitifnya kembali terasa penuh. "Bentar lagi Kiana pulang sekolah loh, mas. Emangnya masih sempat muasin yang ada di bawah sana itu?"

Ryan mendengus kesal karena Maudy menggoda dirinya. Apa lagi wanitanya itu menggerakkan pinggulnya untuk balik menggoda dirinya. "Jangan meremehkan aku, Di. Biar sudah berumur gini, stamina aku pasti selalu ada khusus buat kamu. Tenang saja, sebelum Kiana pulang, aku bahkan bisa membuatmu nggak bisa bangun dari tempat tidur." ujarnya seraya semakin cepat dan kuat untuk mencapai puncak kepuasan yang ingin dicapai.

Hingga beberapa belas menit kemudian, seperti apa yang telah dijanjikan, Ryan membuktikan kata-katanya. Maudy yang lemas hanya bisa berbaring tanpa daya di atas tempat tidur yang tampak sangat berantakan tersebut.

"Capek?" tanya Ryan yang masih betah menatap wanita muda yang berbaring dengan rambut acak-acakan di bawahnya.

"Sedikit." Maudy tersenyum tipis, sedangkan tangannya membelai dada pria yang belum juga mau beranjak dari atas tubuhnya.

Keduanya kemudian terdiam dalam keheningan yang menenangkan sembari membagi tatapan juga senyuman.

Di siang hari yang cukup terik ini, Ryan sengaja membatalkan semua janjinya di kantor agar bisa pulang dan bertemu dengan wanitanya ini. Jika di malam hari, rutinitas bermesraan mereka terpaksa harus ditiadakan karena takut suara-suara percintaan mereka didengar oleh Kiana, maka hanya pada siang hari Ryan bisa melepas rindu kepada kekasihnya itu.

Ryan sadar sifat mesumnya sudah kelewat batas. Namun mau bagaimana lagi, jika itu sudah menyangkut Maudy maka Ryan tidak yakin bisa menahan dirinya untuk tidak menyentuh tunangannya itu.

"Kamu jadi kerja di kantor sepupumu itu?" tanya Ryan seraya dengan enggan menarik lepas dirinya. Lalu, setelah berbaring di samping sang kekasih, tubuh lembut yang masih terasa lembab oleh keringat itu ia bawa ke dalam pelukan.

"Jadi." Maudy mengangguk pelan. Hidungnya dengan rakus menghirup aroma tubuh sang pujaan hati yang sangat disukainya. "Kasian mas Danu, soalnya sekertaris dia yang lama udah berhenti. Dia pasti repot nanganin pemberitaan soal perceraiannya, mana Asya 'kan lagi butuh perhatian banyak dari dia."

Si Cantik, Penawan Hati [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang