🐚Satu🐚

21K 1.5K 87
                                    

Buat yang nggak sabar pengen tau kelanjutan cerita saya update buat kalian. Dan buat keterlambatannya, saya mohon maaf.

Untuk typo dan kesalahan dalam penulisan, saya juga mohon pemaklumannya, soalnya bab ini baru aja kelar saya tulis, trus langsung saya publish tanpa diedit lagi.

Selamat membaca, dan semoga cerita Maudy diterima di hati kalian semua.

🍎🍎🍎

                                                                  
Hal yang paling memalukan dalam hidup seorang Maudy Salastyka bukanlah saat mendapat cibiran dari orang-orang karena ia pernah merasakan hidup di dalam dinginnya dinding penjara, Maudy tidak sedrama itu untuk membiarkan mereka membuatnya meneteskan air mata hanya karena hinaan mereka.

Namun sekali dalam seumur hidupnya yang baru menginjak usia 23 tahun ini, untuk pertama kalinya Maudy merasakan malu yang teramat sangat dalam hidupnya.

Maudy rasanya ingin menenggelamkan dirinya ke danau terdalam, lalu mati saat itu juga jika mengingat kembali apa yang sudah dikatakan oleh om-om beruban namun masih tetap ganteng itu padanya.

Selain malu, Maudy juga merasa salah tingkah. Biasanya ia bisa menanggapi dengan baik perkataan teman nongkrongnya yang suka menjurus, namun saat di depan pria dewasa yang cuma ia ingat nama depannya itu, Maudy seakan kehilangan kata-kata yang selama ini dikuasainya.

Ketenangan, kedewasaan, serta tutur kata bernada lembut yang diperlihatkan pria itu padanya tadi pagi membuat Maudy merasa tenang. Entah mengapa, Maudy seakan bisa membayangkan bahwa pria dewasa itu pasti akan memberikan perhatian penuh bagi orang yang dikasihinya.

Coba orang itu aku

Pasti aku bahagia banget

Dan nggak lagi kesepian

Secepat pikiran ngawur tersebut melintas, secepat itu pula Maudy tepis menjauh. "Mikir apa sih, aku ini? Hidup aja udah susah, eh malah ngelantur kemana-mana pikirannya. Untung aja si om Ahmad nggak ngebuang aku juga, makanya aku jadi nggak ngerasa ngenes-ngenes amat hidupnya." dumel Maudy seraya menutup kembali pintu apartemennya.

Kemudian gadis itu melangkah dengan gontai menuju kamarnya, hingga pertanyaan yang diajukan dengan nada sinis membuat langkah Maudy terhenti.

"Ke mana saja kamu semalaman tidak pulang, hah? Atau jangan-jangan karena tidak mendapat fasilitas dari orang tua, kamu akhirnya menjajakan tubuhmu, sampai sesiang ini baru kelihatan batang hidungnya? Sungguh Maudy, mendiang papamu pasti sangat malu memiliki anak memalukan sepertimu."

Maudy menghela napas panjang demi mengumpulkan segenap kesabaran yang ia punya. Setelah merasa tenang, barulah ia menoleh dan menampilkan senyum terbaiknya. "Apa kabar, ma?" tanyanya dengan nada selembut mungkin.

"Saya bukan mama kamu!" sergah wanita yang kini sudah duduk tegak di sofa yang ia duduki tadi. "Perlu kamu ingat, saya tidak pernah sudi mempunyai anak pembunuh seperti kamu." desisnya dengan tatapan menyala oleh amarah.

Senyum terbaik Maudy masih bertahan di bibirnya. Menghadapi amarah, kebencian, serta penolakan dari seorang Liana Hapsari bukanlah hal baru untuknya.

Saat Maudy masih kecil dan belum mengerti apapun permasalahan orang dewasa, wanita yang menolak mengakuinya sebagai anak padahal wanita paruh baya itu adalah orang yang sudah melahirkannya ke dunia kerap kali menatap tak suka padanya.

Si Cantik, Penawan Hati [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang