🐚Sembilanbelas🐚

10.3K 1.3K 160
                                    

660 vote
135+ komentar

🍎🍎🍎

                                                           

"Kamu kenapa sih, Di, uring-uringan terus sepagian tadi?"

Maudy yang wajahnya cemberut langsung mendongak ke arah datangnya suara. Cemberutnya semakin menjadi saat melihat kakak sepupunya yang tampak sumringah tengah berdiri di hadapannya di balik meja sana.

"Kasian itu buku, Di, nggak hanya kamu coret tapi juga kamu tusuk-tusuk pakai pulpen. Kalau makhluk bernyawa, pasti buku itu sudah mati dari tadi."

Kesal mendengar apa yang sepupunya katakan, Maudy melempar pulpen yang berada dalam genggamannya ke atas meja. "Nggak usah usil deh, mas. Mentang-mentang bentar lagi bakal jadi bapak, senang godain aku aja kerjaannya." dengus Maudy yang semakin kesal.

"Kamu itu kenapa?" kening Danu berkerut samar. "Kalau ada masalah yang nggak bisa kamu selesaikan, ceritakan saja sama aku, siapa tau aku bisa bantu."

"Aku juga nggak tau, aku ini kenapa." jawab Maudy putus asa. "Akhir-akhir ini mood aku nggak karuan tanpa tau alasannya, mas."

Kerutan di kening Danu semakin jelas terlihat. Tingkah Maudy yang selama beberapa hari ini sangat tak biasa tersebut memunculkan satu dugaan di benaknya. "Kamu dan om gantengmu itu baik-baik saja, 'kan?" tanya Danu untuk memastikan.

"Ya baiklah. Malahan tadi pagi sebelum mandi, kami sempat main kuda-kudaan."

Mendengar jawaban Maudy yang tanpa disaring lagi, Danu melotot dibuatnya. Untung saja di depan ruang kerjanya ini hanya ada mereka berdua. Kalau sampai ada orang lain yang mendengar, Danu akan menjewer sepupunya itu karena sudah membuat ia malu.

"Coba itu mulut dijaga, Di. Kamu itu perempuan, punya malulah biarpun cuma sedikit." ucap Danu memperingatkan.

Yang diperingatkan justru cengengesan tanpa rasa bersalah. Senyum Maudy merekah lebar saat wajah sang sepupu tertekuk karena respon darinya. "Abisnya mas Danu sih, aku ini lagi badmood, jangan dirusuhin makanya."

"Ya terserah kamu sajalah." timpal Danu mengalah. "Tapi ada apa dengan mood kamu yang nggak terkontrol itu? Apa ini ada hubungannya dengan niat kamu yang ingin bertemu dengan lelaki itu?" tanya Danu dengan tatapan menelisik.

"Mungkin juga iya." Maudy menjawab tak yakin.

Danu menyedekapkan tangannya di dada. Ketidakyakinan Maudy dalam menjawab pertanyaannya membuat Danu bingung. Maudy yang dikenalnya sedari kecil adalah pribadi yang selalu sangat yakin dengan apapun yang dipilih ataupun dikatakan olehnya.

Dan begitu Maudy bertingkah sebaliknya, Danu jadi bertanya-tanya, ada apa dengan sepupunya yang bawel itu?

"Menurut mas Danu, bakal bawa dampak buruk nggak sih kalau aku nemuin orang itu?" tanya Maudy setelah cukup lama terdiam.

"Maksud kamu?"

"Dia 'kan punya keluarga saat ini, takutnya kedatangan aku malah menghancurkan semuanya." Maudy menunduk lesu. "Aku nggak mau, mas, kalau ada orang lain lagi yang menderita karena aku. Cukup mama aja, jangan ada yang lain."

Mendapati Maudy yang tak bersemangat seperti ini, sebagai seorang sepupu Danu hanya bisa memberikan tepukan pelan di bahunya seraya bertanya, "Jadi kamu mau ngurungin niatmu buat ketemu sama dia? Nggak pengen lagi nanya, kenapa orang itu begitu tega menempatkan kamu di posisi yang selalu menerima kebencian dari ibumu?"

"Aku masih pengen, mas, nanyain hal itu sama dia."

"Lalu, kenapa kamu jadi melempem gini?"

Maudy mengedikan bahunya tak kentara. Maudy sendiri bingung dengan apa yang ia rasakan. Bahkan rasanya saat ini ia ingin menangis memikirkan ibunya yang belum ia ketahui keberadaannya. Dan yang membuat Maudy pusing, saat ini ia ingin sekali bergelung di dalam pelukan prianya.

Si Cantik, Penawan Hati [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang