Sambil berlalu, Sakura bolak-balik menatap jam tangan dan lalu lalang pegawai Madarame. Gadis itu menggerutu ketika lampu lalu lintas belum berubah menjadi hijau, kalau dia menerobos sekarang nyawanya akan berada dalam genggaman shinigami. Tidak, dia tidak mau mati muda.
Suara langkah kaki menyadarkan Sakura kembali, gadis itu bergerak cepat dengan sepatu barunya. Masih terasa sedikit kaku, tapi punggungnya terasa lebih rileks. Dia juga tidak perlu menarik kain rok nya seperti biasa saat duduk di bangku kereta, berharap kalau potongan pendek seragam nya dulu dapat memanjang seperti karet. Ajaibnya, Sakura merasa nyaman dengan semua ini. Pakaiannya lebih sopan dan tertutup, dia merasa nyaman ketika berada di area penuh orang. Biasanya dia selalu khawatir dengan tatapan laki-laki yang memandang ke bawah kakinya. Hari ini, dia merasa aman. Entah kenapa, Sakura menyukai Madarame. Sebagai perempuan yang berada di Kota Metropolitan seperti Tokyo, tidak menutup kemungkinan setiap perempuan menjadi korban pelecehan.
Sasuke—Keluarga Uchiha benar-benar luar biasa. Para perempuan Uchiha akan selalu diagungkan, menjadi ratu di keluarga. Gadis itu tanpa sadar memelankan langkahnya. Apakah dia bisa menjadi seperti para perempuan Uchiha?
Sakura tersenyum miris, tentu saja tidak. Garis hidupnya dan takdir keluarga Uchiha tidak berada dalam satu jalur yang sama. Bahkan berlawanan, semua itu berawal dari kesalahannya. Meskipun dengan semua perhatian, sikap dan sifat Sasuke padanya. Apakah pria itu menginginkannya kembali? Sasuke memiliki semua yang diinginkan para kaum hawa, dan seorang pria hebat harus bersanding dengan perempuan hebat lainnya.
"Sakura-chan, kau bisa telat lho." Tepukan di bahu kirinya membuat Sakura menoleh ke sisi kirinya. Tidak ada siapa-siapa. Lantas, gadis itu menoleh ke arah sebaliknya dan mendesah lega ketika menemukan pria berambut pirang yang tempo hari berdebat dengan Hinata. Mungkin setiap hari mereka melakukannya. Sakura melihat Naruto bersandar di dekat mesin absen, menatapnya yang sedang melamun.
"Oh, Naruto-san." Sakura bergegas menekan jari telunjuknya di mesin pendeteksi sidik jari. Setelah bunyi bip kecil Sakura melepas jarinya. Dia berjalan berdampingan bersama Naruto menuju lift.
"Bagaimana akhir pekanmu?" tanya Naruto. Pria itu menekan tombol lift.
"Oh?" memori insiden sepatu, apartemen Sasuke dan apartemennya kembali menyeruak. Sakura mendesis ketika wajah menyebalkan Sasuke muncul di pikirannya. "Biasa saja."
Alis pemuda itu naik, "Oh? Kukira akhir pekan bersama Direktur akan menakjubkan." Pintu lift terbuka, Sakura hampir tersandung kakinya sendiri ketika mendengar ucapan Naruto. Darimana dia tahu? Apakah para lelaki juga bergosip seperti perempuan? Sakura merinding ketika fakta itu terpampang didepannya.
"Kau, tahu. Sasuke tidak pernah merahasiakan apapun dariku." Melihat ekspresi Sakura, Naruto tidak tahan untuk tertawa terbahak. Untungnya lift hanya berisi mereka berdua.
"Ekspresimu menarik sekali, Sakura-chan. Tidak, kami tidak begosip. Jawaban atas pertanyaanmu, Aku dan Sasuke sebenarnya sepupu. Akhir pekan adalah jadwal berkumpul bersama keluarga besar." Ujar Naruto, matanya kemudian menyipit menatap Sakura. "Dan itu menjadi teka-teki untuk keluarga Uchiha. Kau tahu, berita tentangmu sudah sampai di telinga Mikoto baa-san." Suara Naruto berubah berbisik, "Mereka... penasaran siapa yang telah membuat bungsu Uchiha melewatkan pertemuan keluarga."
Sakura berdiri kaku, merutuk nasibnya yang entah beruntung atau sial bertemu Naruto pagi hari dan menerima ledekan pria kuning jabrik itu. Dan sialnya Sakura tidak bisa menjawab apapun untuk mengelak dari semua fakta itu. Kalaupun dia berbohong, Naruto pasti tetap akan menanyakan pada siapapun di lingkungan Sasuke yang bisa membuktikan dia berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink bride, Raven groom
FanfictionMenjalani kehidupan baru yang menyenangkan, lepas dari bayang-bayang masa SMA adalah impian Sakura. Tetapi kehidupan menyenangkan itu sepertinya tidak akan pernah terjadi. Bertemu kembali disaat kau bersumpah tidak akan bernafas dalam satu ruangan y...