BAB 4

6.4K 635 12
                                    

“Tidak! Tidak! Aku tidak bisa bertahan selama itu!”

Sakura menghentakan kakinya dengan kesal, setengah menyesal ketika kakinya menginjak karpet bulu yang sudah ia klaim jadi anaknya. Gadis itu setengah mondar-mandir kemudian tersentak ketika lengannya di tarik ke bawah dan tubuhnya menubruk sofa yang empuk.

“Berhentilah berteriak, Sakura. Kau membuat kepalaku sakit.”

Menyadari tubuhnya menempel dengan Sasuke ketika ia ditarik oleh pria itu, Sakura bergerak menjauh. “Aku akan berteriak sampai kau melemparku keluar dari sini.”

“Ide yang bagus, nona. Dan Aku akan mengurungmu di ruang kedap suara. Masalah selesai.”

Lelah berdebat dengan Sasuke, Sakura menggulung tubuhnya di atas sofa dan ikut menonton acara yang ditonton Sasuke. Sakura sadar, dia tidak akan pernah menang melawan pria kelewat jenius itu. Sejak dulu, Sasuke memang seperti wikipedia berjalan. Mampu menjawab semua pertanyaan Sakura, dan itu—yang membuatnya menyukai Sasuke.

Sampai nekat memberikan surat cinta, dan ajaibnya Sasuke menjawab suratnya hanya dalam tiga hari dan dia menjadi apa yang Sakura inginkan. Berada dalam status—pacaran.

Menghela nafas, ingatan itu kembali lagi. Sakura merutuk setiap waktunya ketika ia menyadari kalau waktu SMA dulu dia kekanak-kanakan, tidak tahu malu, dan mungkin bodoh. Gadis bodoh mana yang bisa mendapatkan pujaan setiap pemakai rok di sekolahnya ketika dia tidak punya kelebihan apapun?

Dulu Sakura mungkin berpikir kalau menjadi langganan remidial adalah keberuntungan, dan Sasuke selalu memberikannya les privat meskipun Sakura harus dipukul memakai pulpen—tidak sakit sama sekali, laki-laki itu hanya mengetukan pulpen ke bandana pitanya ketika dia tersenyum bodoh—tidak mengerti meskipun berapa kali dijelaskan oleh Sasuke dan diteriaki pemuda itu ketika Sakura kembali lagi pada Sasuke dengan nilai remedial yang masih di bawah standar.

Tapi Sakura senang saat itu, menikmati setiap waktu dia menemani Sasuke untuk membaca di perpustakaan setiap pulang sekolah. Membawakan bekal sandwich isi, setiap istirahat, karena Sakura tahu Sasuke tidak pernah menghabiskan waktunya di kantin dan memilih untuk bersantai di atap karena setiap Sasuke pergi ke kantin selalu ada keributan karena gadis-gadis itu mengidolakan Sasuke. Diteriaki oleh Sasuke ketika dia tidak mendapatkan nilai remedial yang bagus, dan meskipun meneriakinya Sasuke tetap akan mengajarinya. Dengan metode yang lebih sederhana dan bisa dimengerti oleh Sakura.

Setelah semua makanan yang masuk ke perutnya dan kilas balik itu membuat Sakura mengantuk. Sofa di apartemen Sasuke yang membuatnya nyaman, gadis itu beringsut untuk berbaring menyamping dengan lutut di tekuk dan menghadap televisi. Masakan itu membuatnya lapar, tapi sofa membuatnya tidak bisa menahan kantuk.

Sakura merasakan elusan hangat di atas kepalanya, gadis itu tidak sadar ketika Sasuke bergerak mendekat. Sasuke mengelusnya seperti kucing,

“Aku bukan kucing.”

Sakura mendengar pria itu mendengus, “Kau bukan. Kukira kau itu rubah.”

Sakura berusaha untuk tidak mendengkur ketika Sasuke mengelusnya di bawah dagu, “Tidurlah di kasur.”

Sakura menggeleng, “Aku suka sofanya, empuk.”

.

.

.

Sakura kembali membuka matanya, menyadari kalau ia kembali lagi ke kamar tempat dia bangun di pagi hari. Sakura mengenali ruangan ini adalah kamar Sasuke, hanya saja suasana menjadi lebih gelap sekarang. Sakura melihat langit berubah menjadi gelap, gadis itu melirik jam yang ada di atas meja disamping kasur. Jam 8 malam. Wow, apakah dia tidur siang selama itu?

Sakura melanjutkan untuk turun dari kasur dan mencari pemilik rumah. Gadis itu mencarinya di dapur, di ruang santai dan tidak menemukan Sasuke di dua ruangan yang ia ketahui tadi siang. Sakura mulai menjelajahi apartemen dan menemukan satu ruangan dengan lampu yang cukup berderang. Sakura sudah mengetahui dari luar ruangan ketika suara ketikan jari dengan keyboard terdengar.

“Senpai?”

Sejenak suara ketukan itu berhenti, Sakura menemukan Sasuke tengah duduk di kursinya dengan sebuah kacamata yang menggantung di atas hidungnya. Beberapa berkas kertas dan map sedikit tergeletak berantakan di mejanya.

“Oh, apa Aku menganggu?” Sakura menggigit bibir bawahnya, dia tahu Sasuke sesibuk apa. Mungkin sekarang juga dia sedang melakukan kalkulasi investasi milyaran yen.

“Tidak, Sakura.” Pria itu melepas kacamata nya dan berjalan menghampiri Sakura.

Sakura merasakan sentuhan ringan Sasuke dibawah matanya, “Masih ngantuk?”

Mendongak dari tempatnya berdiri, mereka berhadapan terlalu dekat. Pucuk kepalanya hanya sampai di pundak Sasuke. Sakura menggeleng sebagai jawaban. “Tidak, hanya pusing. Terlalu banyak tidur.”

Pria itu tersenyum kecil, menuntun Sakura untuk duduk di sofa yang ada di ruang kerja. Sakura melihatnya sebagai ruang kerja dan ruangan membaca. Melihat rak berisi susunan buku dan sebuah kursi yang terlihat nyaman untuk membaca. “Mau kubuatkan teh hangat?”

“Oh, wow. Aku mau, mungkin.” Sakura mengangkat bahunya, sedikit tidak yakin dengan tawaran Sasuke. Tapi pria itu hanya mendengus kecil dan mendekati sebuah dispenser kecil di sudut ruangan. Ada setoples bening gula disana.

Sasuke kembali pada Sakura dengan secangkir minuman dengan udara yang mengepul.

“Aku harus menyelesaikan beberapa tugas, mau membaca?”

Sakura melirik rak disampingnya, kemudian mengangguk. Sasuke kembali ke tempatnya dan memakai kacamatanya, mulai mengetik.

Berusaha agar tidak menganggu Sasuke, Sakura memilih satu diantara beberapa buku yang ada disana. Gadis itu mengerenyit dengan beberapa judul buku berbahasa inggris yang tidak pernah dia ketahui, tapi dia ingat professor nya dulu menggunakan litelatur yang sama.

Hanya ada sastra inggris klasik. Sakura tidak menemukan jenis buku fiksi disini, buku berbahasa Jepang hanya ada buku ekonomi dan politik—jelas bukan tipe buku yang disukainya. Ekonomi mungkin bahasan yang dia kuasai, tapi Sakura sudah terlalu muak membaca buku saat dia kuliah.

Bahasa inggrisnya... lumayan. Dia dapat sertifikat TOEIC dengan nilai yang cukup. Mungkin sastra inggris bisa menjadi temannya malam ini.

Membaca satu halaman... dua halaman... tiga halaman... dan akhirnya Sakura menyerah ketika diksi dalam sastra inggris memang bukan keahliannya. Gadis itu merengut dan memutuskan untuk menatap Sasuke yang tengah serius.

Dia tidak pernah melihat Sasuke memakai kacamata. Sakura pikir tipikal murid jenius seperti Sasuke akan memakai kacamata dengan lensa supertebal karena terlalu banyak membaca buku, tapi nyatanya mata Sasuke sehat. Terlalu sehat malahan sampai dia bisa menemukan Sakura dari gedung kelas tiga sedangkan dia berada jauh di lapangan ketika sedang pelajaran olahraga. Sasuke bilang rambutnya mencolok, tapi di kelasnya ada tiga murid yang memiliki warna rambut yang sama dengannya.

Lepas dari masa melamun, gadis itu menyipitkan mata ketika Sasuke menatapnya sambil menyeringai. “Apa?” tanya gadis itu galak.

“Apa wajahku lebih menarik?” tanya Sasuke.

Tentu saja wajah adonis itu lebih menarik, Sakura bohong kalau mengatakan buku membosankan di tangannya lebih menarik daripada paras rupawan pria itu.

“Mataku sakit karena buku ini.” Sakura menunjukan sampul bukunya pada Sasuke. “Apa kau tidak punya novel disini? A walk to remember? Harry Potter? “

Sasuke menaikan bahunya, “Entahlah, mungkin Aku pernah punya Fifty shades?”

Sakura menghela nafas, “Mungkin E.L James  akan menangis ketika kau membaca bukunya.” Gadis itu merebahkan tubuhnya di sofa. “Aku sudah terlalu banyak tidur dan tidak bisa tidur lagi. Sekarang Aku bosan disini.” Sakura berfikir alasan itu bisa membuat Sasuke memulangkannya,

“Mau main game? “ Sasuke mengacungkan tab nya.

Sakura bangkit untuk duduk. “Aku pikir tab itu untuk bekerja.”

Sasuke menggeleng, “Tidak. Pakai saja.”

Sakura mengangguk, jelas Sasuke membaca pikirannya yang berusaha untuk pulang. Gadis itu bangkit dan mengambil tab milik Sasuke.

“Bagaimana kalau Aku menghapus file penting perusahaan?”

“Ada recycle bin-nya Sakura.”

“Kalau Aku tidak sengaja menghapus recycle bin nya juga?”

Sasuke terkekeh, “Itu bukan tidak sengaja, kau yang memang ingin menghapusnya.” Pria itu mengelus pipi Sakura. “Aku mengingat semua isinya. Kecuali kau memang berniat jahat menghapus file yang belum sempat Aku baca.”

Sakura menggulirkan matanya, mengingat dalam kamus Sasuke adalah mengingat semua angka dan hurufnya “Iya-iya, prodigy-san.”

Sakura kembali ke kursinya dan Sasuke kembali pada tugas—mungkin pekerjaan. Ini bukan masa SMA ataupun kuliah untuk disebut sebagai tugas.

Sakura melihat apa saja game yang dimiliki Sasuke. Gadis itu melakukan pencarian di sana dan tidak menemukan satu game apapun.

Tentu saja, dia memakainya untuk bekerja. Gadis itu menghela nafas, namun matanya kembali berbinar ketika menemukan sinyal wifi.

Oke, dia bisa mendonwnloadnya. Siapa suruh memberikan tab untuk bekerja menjadi media main game?

Sasuke melakukan dua pekerjaan sekaligus, memeriksa bahan untuk kerjasama Madarame dan mengawasi gadis pink yang sedang antusias menyiksa tab nya. Sasuke tidak pernah menyimpan game di dalam sana, otaknya berfikir cepat ketika gadis itu melontarkan alasan untuk bisa kabur dari rumahnya.

Sasuke menghentikan kegiatannya sejenak dan mengamati Sakura. Sembilan tahun...

Laki-laki itu memilih mengabaikan dan kembali fokus pada pekerjaannya. Sasuke hanya butuh beberapa saat sampai pekerjaannya selesai, setelah itu dia bisa mengetahui game apa yang sedang dimainkan oleh Sakura.

Sasuke menonaktifkan laptopnya. Membereskan pekerjaanya dan merapihkan berkas yang sebelumnya dia pakai.

Dia berdiri dekat dengan Sakura, dan memutuskan untuk duduk di dekat kepala gadis itu yang sedang berbaring diatas sofa. Alisnya terangkat ketika warna merah muda menghiasi sebagian besar layar tab miliknya.

“Dress up diary? Berapa umurmu, Sakura?”

Gadis itu tidak menggubrisnya, “Diamlah, senpai.”

Sasuke mengangkat kepala gadis itu dan membuatnya duduk. “Matamu akan rusak kalau bermain seperti ini.” Dia menyandarkan kepala gadis itu di bahunya. Melihat setiap gerakan jari Sakura di layar.

“Tapi senpai yang memakai kacamata.” Ujar gadis itu, mata zamrudnya bergerak lincah.

“Oh? Apa itu membuatmu terkesan?”

Gadis itu menggeleng, “Aku heran kenapa lensa kacamatamu yang tidak tebal sama sekali. Padahal waktu SMA jelas-jelas kau yang membaca buku setiap hari.” Dia menghentikan permainannya. “dan bentuknya tidak seperti tutup botol.”

Sasuke terdiam, dia menarik pinggang Sakura mendekat. Meraih dagunya dan membuatnya menatap obsidian miliknya. “Kau pergi tanpa kabar apapun.”

Sakura terdiam. Dia mengepalkan tangannya, gadis itu berusaha untuk menjauh dari Sasuke ketika laki-laki itu jelas menanyakan kabarnya sembilan tahun lalu.

Sakura kembali untuk lepas dari cekalan Sasuke, tapi pria itu kembali mengeratkan cengkramannya di dagu. “Jawab, Haruno.”

Sakura tidak siap untuk kenyataan ini, gadis itu berusaha lepas dari cekalan Sasuke. Obsidian pria itu lebih gelap, lebih dingin, dan tidak ada ampun. Sakura tidak menyadari efeknya akan separah ini.

Sasuke menyipitkan matanya, kemudian mendorong bahu gadis itu ke tepi sofa. Sakura menjerit ketika tubuhnya tersentak menabrak permukaan sofa, tab milik Sasuke tergelincir ke bawah meja. “Ta-Tab punyamu jatuh—“

“Aku tidak peduli dengan barang sialan itu Sakura!” Sakura merasakan jantungnya seperti berhenti berdegup sesaat dan seluruh darahnya menjauhi kepala. Wajahnya berubah pucat secara drastis ketika Sasuke berteriak di depan wajahnya. Gadis itu mengepalkan tangannya dan mengigit bibir, memalingkan wajah. Kemana saja agar tidak menatap Sasuke.

Pria itu menyeringai kejam, “Kau memang rubah liar licik. Memasuki duniaku, memaksa dengan segala kelakuan polosmu dan menghilang begitu saja.”

Sasuke menambah cengkramannya di bahu Sakura, gadis itu perlahan meringis. “Harusnya Aku tahu, kau memang sama seperti wanita lain di luar sana. Memanfaatkanku, bilang, apakah kau puas dengan pencapaianmu?” Sasuke berdecak, “Oh, apa laki-laki kemarin juga korbanmu selama ini? Aku bodoh sekali.”

Sakura merasakan kukunya mulai menyatiki permukaan tangannya. Sakura pikir dia baik-baik saja dengan pendapat orang lain tentangnya, menutup telinga seakan tidak mendengar apapun. Tapi ketika hal itu keluar dari mulut seseorang seperti Sasuke, Sakura merasakan sakit. Kenapa sesakit ini? Tidak bisakah Sasuke mempercayainya, mengabaikan semua omong kosong orang lain?

“Melayani bos mu? Kau ingin memiliki hubungan seperti itu denganku? Apakah kau sudah bosan dengan semua pria yang kau jumpai—dan kembali padaku?”

Cukup.

Sasuke tertawa, “Begitukah?”

Cukup.

Tidak. Bukan seperti ini. Sakura melihat pria itu menatapnya, menunduk dan mendekatkan wajahnya. Jangan seperti ini, Sakura tidak ingin Sasuke menciumnya sekarang “Lepaskan Aku.”

Sasuke berhenti, “Kalau begitu katakan.”

Sakura menggeleng. Gadis itu menangis ketika wajah Sasuke semakin gelap. Bukan, dia bukan Sasuke.

“Katakan Sakura!”

“Ibuku ingin menjualku!” Sakura menjerit. Air mata meluncur dari pipinya tanpa henti, gadis itu melihat Sasuke yang terpaku. “Aku tidak punya waktu, Ibuku ingin menjualku! Aku harus pergi sekarang itu juga, Aku menangis memikirkan bagaimana menghubungimu! Tapi kau tidak pernah memberikanku satupun kontakmu... Aku-Aku harus pergi dari Tokyo, atau orang-orang Ibuku akan mencariku dan menjadikanku pelacur. Aku tidak ingin kau tahu Ibuku seorang pelacur... dan Aku anaknya! Anaknya! Anak wanita sialan itu!”

“Kau tahu rasanya? Bagaimana orang-orang itu membicarakanku selama di sekolah? Aku bahkan heran padamu, yang tidak pernah mendengar apapun dari mulut mereka.”

“Setiap hari Aku menangis dan setiap hari Aku bersembunyi. Aku takut Ibuku akan menemukanku. Aku membuang ponselku karena takut Ibuku akan melacakku.”

Sakura menghirup nafas kuat-kuat, gadis itu merasakan cengkraman Sasuke mengendur. Gadis itu segera berlari dari sana, menjauh dari Sasuke.

Sakura menangis kencang, terisak dan lupa bernafas. Cukup sudah. Dia tidak bisa berada lagi disini

“Sakura...”

Sasuke menemukannya menangis. Hatinya terasa teriris pedih melihat gadis musim semi itu. Tidak mudah menyembunyikannya selama ini dan tidak mudah memberitahunya. Gadis itu terlihat hancur.

Sakura merasakan lengan yang merengkuhnya dari belakang, membawa tubuh kecilnya pada sosok kokoh di belakangnya. Sakura mendengarnya berbisik, tapi Sakura hanya mendengar tangisannya sendiri. Sakura kembali mendengarnya berbisik, dan seketika tangisnya berhenti.


TBC

Kalau vote nya banyak Aku update cepet deh

Pink bride, Raven groomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang