Kok makin hari, gue makin lemah ya?
Ia menatap wajahnya di depan cermin dengan perasaan bingung. Ia mengambil sebuah diary yang tersimpan di dalam lemari dan menuliskan sesuatu di dalamnya.
Dear diary,
Ada apa denganku beberapa hari ini? Kenapa semakin hari, aku semakin cepat kelelahan?Ia menutup diary nya itu dan kembali menyimpannya di dalam lemari. Gadis itu pun bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, ia menuruni tangga dan berpamitan pada bundanya. Gadis itu hanya bisa menghela nafasnya, beberapa hari ini ia tak melihat seorang laki-laki baya di rumahnya. Laki-laki yang selalu menyayangi dan memanjakannya, yaitu ayahnya.
"Vio ga sarapan dulu?"
"Sarapannya dibawa aja ke sekolah ya bun, nanti Vio makan di sekolah aja."
"Ya udah, tunggu bentar ya. Bunda mau nyiapinnya dulu." Monica berjalan ke dapur untuk memasukkan bekal di dalam tupperware. "Nih bekalnya, hati-hati di jalan ya sayang." ucapnya.
"Siap bunda." Vio pun memasuki mobil yang akan dikendarai oleh pak Arif dan segera meninggalkan halaman rumah.
Sesampainya di sekolah, tanpa sengaja ia melihat Bara membonceng seorang gadis ke sekolah. Namun Bara tak menyadari kalau ada seseorang yang tengah berdiri sedang menatapnya dengan penuh rasa kecewa. Vio berlari secepat kilat menuju ruang kelasnya, itu sontak membuat keempat sahabatnya mendekati Vio.
"Apa yang terjadi?" tanya Tasha. Vio tak memperlihatkan wajahnya yang kian memerah akibat derai air mata yang mengalir di pipi nya.
"Vio, lo lagi nangis atau ketawa sih?" tanya Elsa.
"Elsa!" ucap Tari sambil memelintirkan telinga Elsa.
"Apa yang kalian sembunyikan dari gue?" ucapnya dengan suara yang tersedak-sedak.
"Apa maksud lo Vi?" tanya Tari yang kebingungan.
Ia pun berdiri dengan air mata yang membasahi wajahnya, "Apa yang kalian sembunyikan dari gue hah?!"
Mereka berempat hanya bisa diam, tak tahu apa yang harus dilakukan dan diucapkan.
"Kok pada diem? Jawab!!!" ucapnya sambil mencoba menahan air mata yang terus menerus keluar. Suara Vio yang lumayan kencang itu memenuhi isi ruangan kelas, hingga semua yang berada di dalam kelas bisa mendengarnya, termasuk Gara yang kebingungan karena ia tak pernah melihat Vio marah besar seperti itu.
Suara isak tangisnya masih terdengar, "Oh, jadi gini yang namanya sahabat? Main sembunyi-sembunyian gitu? Huh!" Vio hanya menggelengkan kepalanya dan pergi meninggalkan ruang kelas dengan penuh rasa kekecewaan.
Gara menghampiri mereka berempat, "Ada apa dengannya?"
Tari, Tasha, Elsa dan Saras tak dapat menjawab, mereka diam tak bergeming sedikitpun. Mereka seperti menganggap Gara tak ada di hadapan mereka. Tanpa harus ada jawaban dari mereka, Gara pun ikut menyusul kemana Vio pergi. Ia pun melihat Vio sedang duduk sendirian di taman belakang sekolah dengan isak tangis yang masih menyelimuti dirinya. Perlahan-lahan Gara menghampiri gadis itu, Vio tak menyadari sama sekali dengan keberadaan pemuda yang di sebelahnya kini. Gara menyodorkan sebuah sapu tangan pada Vio, akhirnya ia pun mengangkatkan wajahnya dan menoleh ke arah pemilik sapu tangan tersebut.
"Gara? Ngapain lo kesini?" tanya Vio sambil membersihkan air mata yang terus mengalir di pipinya.
"Pake ini." Gara memberikan sapu tangan miliknya ke tangan Viona.
Vio mengambil sapu tangan tersebut dan mulai mengusap-usapkan ke wajahnya. "Te-terima kasih."
Gara hanya tersenyum, "Lo kenapa sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Viona [COMPLETED]✔
Ficção Adolescente"Suatu saat aku akan kembali..." **** Viona Angela Gilsha, seorang gadis remaja yang selalu ceria, cerdas dan konyol serta bisa dikatakan gadis yang unik. Ia mempunyai banyak teman, bahkan ia menjadi primadona di sekolahnya. Namun, ia sangat merindu...