Dua puluh Delapan

4.5K 196 10
                                    

Setelah kejadian itu, Gue jaga jarak dengan Lavina.walau masih tegur sapa tapi tidak seperti biasanya.

Entah apa yang terjadi dengan Lavina sampai dia melakukan itu sama Gue.

Sakit,memang itu sakit dan melebihi sakit tersayat pisau.

Rasanya ga enak. Malahan pengen cepet pergi biar bisa melupan Lavina.

Namun semua hanya ke inginan belaka. Makin hari Gue makin ingat dia, Gue sampai lupa makan dan mandi. Hanya ingin mengurung diri di kamar.

Kelakuan Gue emang kaya cewek sobat! Tapi sakit hati enggak bisa dirasakan orang lain.

Gue tahu, Lavina pun merasakan apa yang Gue rasakan. Walau Gue lihat dia tersenyum dengan temannya, tapi matanya memperlihatkan kesedihan yang mendalam. Sama seperti Gue.

Namun itu sudah kehendak dan keputusan yang dia inginkan
Dan Gue hanya meng iyakan.

Hari ini Gue di rumah sendiri. Karena mamah dan papah pergi kerumah eyang.

Gue duduk dikursi dekat jendela. Pikiran Gue melayang kemana-mana

Tok tok!! Suara pintu depan ada yang mengetuk.

Dengan langkah malas Gue mendekati dan membuka daun pintu

Yang pertama Gue lihat senyuman yang sangat Gue rindukan.

"Mas, bisakah kita bica__"

Gue menarik tangan Lavina untuk masuk rumah.

"Duduklah! Aku ambil dulu minum." Kata Gue dan pergi menuju dapur.

"Ayo diminum." Gue menyungging senyum.

Sebenarnya dihati pengen meloncat dan memeluk,mendekap dia erat. Meluapkan rasa rindu yang begitu berat di dada.

Lavina menerima uluran gelas dari Gue dan meminumnya habis dalam satu kali tegukan

Kayanya Lavina lagi ada masalah.

Itulah kebiasaan Lavina. Bila dia tengah punya masalah dan gugup pasti seperti itu.

Gue memberanikan diri duduk disampingnya dan mengusap punggung Lavina pelan.

"Bicaralah..." kata Gue dengan lembut

Seketika Lavina meluk Gue dan menangis.

Mendengar dia menangis seperti ini sangatlah menyayat hati. Gue ikut merasakan beban yang tengah dia pikul.

"Maaas...hiks...hiks...maafkan aku..hiks...hiks...ak..aku..aku tak tahu harus bagaimanaaa...ini..ini terlalu berat untukku Maaas...hiks..hiks..." punggung Lavina kembali bergetar. Dia menangis kembali.

Gue tak menjawab. Hanya elusan di punggung yang bisa Gue lakukan.

"Mas...apa..apa kita masih bisa__"

Gue menangkup wajah Lavina yang mendongak.

"Tidak Laaav, ini sudah keputusanku. Untuk menghormati keinginanmu. Bila kamu sudah mengambil keputusan, lanjutkanlah! Jangan sekali-kali merubahnya. Karena itu takan baik untuk kedepannya."

Air mata Lavina kembali meleleh membasahi pipinya.

"Tapi Maaas...mungkin setelah ini, kita...kita...kita tidak akan bertemu lagi..." Lavina memegang tangan gue dengan bergetar.

"Aku tahuuu...dan itu akibat dari apa yang kamu lakukan. Kamu harus menerimanya."

"Jadi Mas...mau kita tak bertemu lagi?" Kata Lavina kembali menangis

"Kalau Allah mengijinkan, kita pasti bertemu lagi Laaav."

Dan mungkin waktu itu tiba, kamu sudah jadi istri orang lain Lav!

Gue masih menangkup wajah Lavina.

Kami lama saling menatap. Menggambar setiap lekuk wajah dalam mata dan hati. Supanya menjadi gambaran yang tak bisa dilupakan oleh jarak dan waktu.

"Bolehkah Mas, menciumu untuk terakhir kalinya?" Kata Gue dalam keheningan

Lavina mengangguk.

Detik berikutnya kami saling memagut menyecap dan merasakan nikmatnya berciuman.

Ini akan menjadi ciuman yang takan aku bisa lupakan sayang...dan semoga ciuman ini pula menjadi pengikat kita untuk terus bersama nantinya.

Aku harap setelah ciuman ini, takan ada orang lain yang bisa singgah di bibir manismu.

"Emmh..." Lavina mengerang karena telah kehabisan napas. Dengan lembut, Gue melepaskannya dan menyatukan  kening.

"Makasih Maaas...karena udah mau singgah di hati aku. Aku harap, disini__" Lavina menunjuk dada Gue

"Akan terukir nama aku dan takan tergantikan. Mungkin." Lavina memaksakan tersenyum

Gue membalas senyumannya dan kembali mengecup bibirnya. Ya hanya mengecup singkat.

"Mas juga berharap, masih ada cinta untuk Mas dihatimu Lav, sampai Mas bisa membawamu ke penghulu untuk menikah."

Mudah-mudahan Aaamiiin

Lavina tersenyum dan mengangguk. Dia mengusap pipinya dan membalikan tubuh mengambil sebuah kado.

"Ini untuk Mas" katanya sambil tersenyum

Gue mengerutkan kening. "Bisa Mas buka?"

"Bukalah!" Lavina mengangguk

Dengan hati-hati Gue membukanya. Dan Gue membulatkan mata. Seperangkat alat shalat! Mulai dari sajadah, sarung, koko, peci dan juga sebuah tasbe. Gue diam tak berkutik.

"Aku harap di setipa shalat Mas ada do'a untuk aku dan kita, supaya Allah memberikan kita jalan untuk tetap bersama selamanya. Jadi Lav mau Mas pakai itu setipa Shalat. Agar tak lupa untuk mendo'akan kita berdua." Lavina menunduk

Gue meraih kepalanya dan menciumnya "Mas akan selalu memakainya, dan takan lupa untuk berdo'a."

Aamiiin...sayang...aamiiin karena itu keinginan terbesar Mas.

Setetes air mata tak bisa Gue bendung lagi. Dia membasahi pipi Gue.

Gue sangat terharu dengan apa yang Lavina berika.

**********

By limuuup

Kepincut Jabang (Janda Kembang) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang