5. Lara

46 0 0
                                    

Kenapa Dira harus selalu bertemu dengan Rafan?! Hidupnya merasa terganggu.

Dira itu anti cowok. Ia sudah menjadi jomblo selama 16 tahun. Dan ia tak mau menghancurkan rekor tinggi itu. Seharusnya ia sudah mendapatkan penghargaan atas rekor yang selama ini ia dapat.

Ia tak mau dekat-dekat dengan cowok. Apalagi model cowok mata kucing yang hanya mengandalkan tampang. Dira tidak suka dengan cowok seperti itu.

Selama ini tidak ada yang berani mendekatinya. Tapi Rafan?! Bahkan dia berani mengganggu Dira terus-menerus.

Motor yang Dira naiki berhenti di parkiran sekolahnya. Hari ini Dira berangkat bersama Rafan. Sebenarnya Dira ogah amat jika berangkat bareng. Tapi ia terpaksa.

Jika saja mobil papa tidak mogok dan Rafan tidak kebetulan menjemput Dira, pasti ia tidak akan berangkat bersamanya. Semua ini juga paksaan papanya agar Dira mau diantar cowok itu.

"Nih!", Dira menyerahkan helm pinknya yang ia benci. Kemudian ia langsung pergi meninggalkan Rafan di parkiran.

Rafan memarkirkan motornya. Motor yang sama yang dipakai bersama Dira pertama kali.

Syukurlah, Pak Hendra sudah mengikhlaskan motor kesayangannya itu pada Rafan. Memang pamannya itu adalah yang paling baik.

Rafan menatap Dira yang sudah tidak ada di sana. Sial! Ia tidak sadar telah ditinggal. Dasar cewek aneh!

Bukannya terima kasih sudah mengantarnya, malah main tinggal begitu saja.

Rafan segera berlari ke arah cewek yang baru saja ia boncengi, sebelum dia terlalu jauh.

"Tunggu!", cekat Rafan yang nampak terengah-engah.

Dira memutar kepalanya 90 derajat. Ia menatap orang yang kini sudah ada di sampingnya.

"Bukannya terima kasih udah dianterin?! Malah main tinggal aja"

"Makasih!", ucap Dira singkat. Ia mengalihkan tatapannya dari Rafan.

"Nggak ikhlas!", protes Rafan.

"Terima kasih..", ucap Dira lebih pelan. Ia berusaha untuk memaksakan senyumnya meski tidak ikhlas.

Rafan tersenyum puas mendengar ucapan Dira. Memang menggodanya sudah menjadi hobi Rafan. Meskipun terkadang ia kalah dalam berdebat dengannya.

"Sebenernya gua lebih berterima kasih kalo lo nggak dateng ke rumah gua", sindir Dira pelan.

Rafan menatap Dira dengan heran. Ia menautkan kedua alisnya.

"Semenjak ada lo, hidup gue itu--"

"Van?!", tiba-tiba ada yang memotong ucapan Dira.

Keduanya kompak menengok ke arah suara itu. Dira mendapati seorang cewek sudah berdiri di depannya. Mereka bertiga terdiam sejenak.

"Lara?!", Dira berbalik memanggil orang itu. Agak kaget tiba-tiba melihat sahabatnya.

Mata Lara membulat. Ia agak tercengang melihat mereka, bukan agak tapi sangat. Ia terkejut melihat Dira bersama seorang cowok yang baru pertama kali dilihatnya.

Detik berikutnya Lara langsung menarik tangan Dira. Agak menjauh dari cowok itu.

"Siapa cowok itu?", selidik Lara dengan penuh kecurigaan.

"Baru gue tinggal dua hari, tiba-tiba aja lo udah deket sama cowok?", pekiknya tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat.

"Ada kejadian apa aja selama gue nggak masuk? Kok lo nggak pernah bilang sih sama gue?"

Dira menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung bagaimana akan menjelaskan semua itu pada Lara. Temannya itu cewek super kepo. Jika dia belum mendapat jawabannya, dia tidak akan bisa tenang.

Akhirnya Dira mengatakan yang sejujurnya. Ia menjelaskan semuanya. Mulai saat mereka bertemu hingga kini orang itu terus mengganggunya.

Rafan menatap mereka dengan lekat. Apa yang mereka bicarakan? Pasti mereka sedang membicarakannya. Telinga Rafan sudah terasa panas daritadi.

"Van", Lara menepuk kedua pundak Dira. Kali ini wajahnya nampak serius.

"Jujur, gue lega, akhirnya temen gue ini udah mendapatkan cintanya. Gue janji Van, apapun yang akan terjadi sama lo, gue bakal terus dukung lo", ucap Lara sok dramatis.

Dira menatap Lara heran. Anak ini! Bukannya bantuin Dira untuk menjauh dari Rafan, malah mendukungnya dengan cowok gila itu!

"Udah selesai ngomongin gue?", Rafan memegangi telinganya yang sudah tak terasa panas.

Kedua cewek itu berpaling menatap Rafan. Mereka terkejut melihatnya tiba-tiba ada disini. Terutama Lara. Ia menatapnya intens.

"Gue nitip temen gue sama lo", Lara menepuk pundak Rafan. Wajahnya nampak serius. Setelah itu ia langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

Rafan menaikan sebelah alisnya. Apa maksud dari perkataannya? Dan memangnya apa yang habis mereka bicarakan? Sepertinya memang benar jika mereka telah menggosip tentang Rafan. Dasar cewek!

"Oh, iya!", langkah Lara terhenti. Ia berbalik kembali menghadap dua orang yang baru saja ia tinggal.

"Hati-hati sama Van", lanjut Lara langsung melanjutkan kembali langkahnya.

Ini anak ngajak berantem?!

*****

Kali ini Dira bisa memakan bakso Mang Kos dengan tenang. Dira sudah tidak sendiri lagi di kantin. Ia lega Lara sudah berangkat kembali.

Sejak lusa kemarin Lara ijin tidak berangkat karna harus menjaga neneknya di rumah sakit.

Terkadang Dira merasa kasihan kepadanya. Lara hanya tinggal bersama neneknya, sejak kedua orang tuanya bercerai.

Meskipun begitu, Dira yakin Lara itu anak yang kuat. Dia tak pernah terlihat sedih ataupun murung. Lara selalu ceria meski terkadang ia menjengkelkan.

"Ngapain lo senyum-senyum?!", sinis Lara mendapati Dira yang tiba-tiba tersenyum padanya, seperti orang gila.

Dira melebarkan senyumnya. "Gapapa tuh".

"Nenek lo gimana? Udah mendingan?", tanya Dira yang kini mulai serius.

Lara menundukan kepalanya. Raut wajahnya kembali murung.

"Ya gitu deh, masih suka sakit-sakitan. Tapi sekarang udah mendingan kok"

Dira menghela napas pelan. "Sabar, La. Gue tahu lo itu anak yang--"

Brakk..

Dira dan Lara sama-sama terpental kaget. Mereka langsung menatap orang yang barusan menggebrak meja dengan tatapan membunuh.
Kenapa sih daritadi ada aja yang motong gua ngomong?!

"Heh, mata kucing! Bisa nggak sih lu nggak usah ngagetin gua mulu?!", ketus Dira kesal.

"Sorry, gue cuma mau ikut makan bareng", tutur Rafan dengan senyuman tak berdosanya.

"Eh, lu nggak ada temen apa?", tanya Dira masih kesal, mengapa orang ini terus mengikutinya.

"Ada, nih", Rafan menunjuk pada seorang cowok di belakangnya.
Dira dan Lara beralih menatap cowok yang ditunjuk. Sedangkan cowok itu hanya tersenyum canggung.

"Kenalin, temen gue, namanya Abi. Kelas MIPA 1. Anak pinter. Dan.. masih single", Rafan melirik ke arah Lara. Dan temannya pun juga masih tersenyum canggung pada Lara.

Lara menatapnya dari atas sampai bawah dengan seksama. Rambut klimis, baju rapi, seragam lengkap, dan kacamata? Lara bergidik ngeri.

Cupu?!

*******

RaVanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang