Hope - 3

480 56 10
                                    

"Kehidupan masih bertahap, ketika labuh harapan setia."

¤
¤
¤
¤
¤

Seorang wanita tua sedang duduk berhadapan dengan seorang dokter. Dia mengetukkan tangannya sesekali pada meja berbahan kaca yang terbalut dengan kain tebal berwarna putih mulus. Dia menatap netra mata tak memungkin dari mata sang dokter.

"Sebelum saya, jelaskan apa yang diderita anak Ibu. Saya mau tanya, apa Ibu sudah mengetahui tentang apa yang diderita anak Ibu?"

Wanita tua itu menggeleng pelan, kemudian menundukkan kepalanya. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak saya, dok?" tanyanya memberanikan menatap kembali.

"Lalu, apa dikeluarga Ibu ataukah Ayah dari anak ini ada yang memiliki penyakit jantung?"

Saat sang dokter mengucapkan 'jantung', hati wanita tua itu berdegup kencang. Apa yang sebenarnya terjadi? Selalu saja pertanyaan itu terlintas dipikirannya.

"Tidak. Tidak ada sama sekali, dok."

Dokter menatap kertas-kertas yang keluar dari laboratorium. Dia membaca secara teliti. Kemudian, menatap nanar lagi tak memungkinkan untuk sang wanita tua di hadapannya mengetahuinya; tapi ia harus memberitahuinya segera.

"Aritmia, penyakit jantung yang diderita anak ibu."

Dengan rasa ibanya, ia menjelaskan lebih lengkap tentang penyakit yang diderita Chaeyoung. Wanita tua yang menatap dokter sambil mendengarkan penjelasan sang dokter. Sampai, akhirnya kata terakhir dari sang dokter terus menggema ditelinga wanita tua itu.

"Tolong jaga anak ibu, jangan sampai dia kelelahan dan stress berat. Apalagi, jangan sampai juga membuat anak ibu shock berat. Nanti jantungnya akan bisa berkontraksi cepat, dan membuatnya sakit."

¤¤¤

Jennie membuka pintu kamar rumah sakit Chaeyoung. Namun, dari kejauhan wanita tua yang notabene-nya Ibu Chaeyoung; berjalan menghampiri dirinya. Jennie dari kejauhan bisa menatap buliran bening melapisi manik mata sang wanita tua itu.

Aku tak sanggup.

Buliran bening menghiasi mata nanar sang wanita tua itu. Perlahan buliran itu jatuh turun tanpa meninggalkan jejaknya, membasahi pipi. Jennie melangkahkan kaki jenjangnya. Semua telah terbongkar, pikir Jennie. Hanya kata itu yang terlintas dipikirannya. Kata itu bisa membuat kepedihan temannya semakin bertambah. Detik ini, Jennie bisa merasakan tangis dalam diri temannya dibalik celah jendela kamarnya terbuka.

Kian, Jennie berada didekap peluk erat Ibu Chaeyoung. Hangat, dia bisa merasakan kepedihan pada keluarga kecil ini. Dia tak bisa menahan tangisnya, sebegitu kaca pada netra matanya pecah mengeluarkan buliran bening jatuh lolos namun hangat. Kedua perempuan tersebut seakan hanyut pada tangis, meninggalkan jejak airmatanya.

"Jen--Jennie ... Ahjum--Ahjumma minta tolong jaga Chaeyoung sebaik mungkin."

Jennie bisa mendengarkan suara serak bersama isakannya. Serceruk kalimat yang terlontar dari bibir wanita tua itu, membuat Jennie semakin menggebu dalam tangisnya. Kedua perempuan itu tak melepaskan pelukannya sepihak.

"Ahjumma ... aku janji akan menjaga Chaeyoung sampai dia sembuh." Janji Jennie. Dari dulu, sebelum Ibu kandung Chaeyoung mengetahuinya. Jennie sudah berjanji pada diri sendirinya, dia akan menjaga Chaeyoung sampai tuhan mengangkat penyakitnya.

Hope Not [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang