"Akhirnya, satu persatu dapat merasakan kepedihan."
¤
¤
¤
¤
¤
¤Suara ambulan menggema para kerumuan jalanan utama. Dengan kecepatan di luar nalar, sebuah mobil berpolos itu melaju cepat. Terdapat selang infus yang terpakai oleh korban kecelakaan terbaru. Seorang lelaki terbaring lemah menutup kelopak matanya, tak tahan akan rasa sakitnya yang dideritanya sesaat. Dua orang perempuan terdekatnya, menemaninya. Kedua insan sang perawat menemaninya juga. Mobil bak angkutan umum itu menghentikan tepat di depan rumah sakit ternama. Dengan sigapnya, para perawat menbantu korban itu dengan kasur brankar sementara. Lalu, mendorongnya keruangan gawat darurat.
"Jungkook!" ucap ibunya yang menahan tangisannya, ketika dirinya mencoba masuk kedalam ruangan dimana anaknya diperiksa. Sang perawatlah yang mencegahnya, kata-kata awam yang dilontarkan merusak telingnya.
Sedangkan, di sampingnya; Yejin dia hanya menatap kepergian kekasihnya didalam ruangan tersebut. Dia hanya bisa menenangkan ibu mertuanya. Jujur saja, dia sangatlah khawatir dengan keadaan Jungkook. Bagaimanapun dia adalah lelaki yang nantinya akan menjadi suaminya suatu saat. Dia menggumamkan kata pelan, cepat sembuh, by.
"Ahjumma ... tenanglah. Jungkook, dia orang yang kuat. Dia pasti sembuh." kata Yejin mengelus pundak wanita tua itu.
Seorang Dokter tiba-tiba membuka pintu ruangan tersebut. "Keluarga pasien atas nama 'Jungkook' silakan keruangan saya." Perintahnya untuk menjelaskan tentang pasien yang barusaja ia periksa. Kemudian, dengan sigapnya Ibu Jungkook dan Yejin mengikuti instruksinya. Setelah sampai, mereka berdua disuguhkan tempat duduk layak untuk para tamu.
Dokter memberikan sebuah surat yang telah terdeteksi oleh laboratorium. "Jungkook baik-baik saja, hanya saja ada benturan keras yang mengenai kepalanya. Sehingga menyebabkan cedera di kepalanya."
"Apakah ada gejala atau sejenis penyakit yang mengenai anak saya, Dok?"
"Maaf, Nyonya Jeon. Anak ibu terkena Amnesia Retrograde. Amnesia jenis ini ditujukan kepada seseorang yang kesulitan untuk memperoleh kembali ingatan di masa lalu. Amnesia dapat terjadi karena kerusakan pada bagian otak yang membentuk sistem limbik yang berperan dalam mengatur ingatan dan emosi seseorang." jelas Dokter itu.
Dengan spontan wanita tua itu menangis seorang diri mendengar perkataan Dokter di depannya. "Dok, apa bisa anak saya sembuh sempurna kembali?" tanya wanita tua itu sekali lagi.
"Tentu saja, bisa. Biasanya, ada beberapa cara untuk menyembuhkan ingatannya kembali. Contohnya,Terapi okupasi. Pada terapi ini, ahli terapi mengajarkan pasien cara untuk mengenal informasi baru dan menggunakan ingatan yang ada untuk mengenali informasi baru. Kedua, Terapi kognitif. Pada terapi ini, latihan ditujukan untuk memperkuat daya ingat. Menguatkan daya ingat pengidap dapat menggunakan bantuan teknologi, seperti telepon, tablet, atau agenda elektronik. Ketiga, Pemberian vitamin dan suplemen. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan otak yang lebih parah akibat Amnesia. Dan yang terakhir, Perubahan gaya hidup. Salah satunya dengan menghindari minuman beralkohol. Ibu hanya cukup berdoa, agar anak Ibu pulih sempurna." jelas sang Dokter.
Wanita tua itu mengatupkan kedua bibirnya. Dia masih memikirkan ucapan sang Dokter diotaknya. Bagaimana jika dirinya tak bisa mengembalikan ingatan anak semata wayangnya. Dengan keadaan dirinya, yang tak memungkinkan berada setiao waktu di rumah setiap hari. Jujur, dirinya lebih mementingkan pekerjaannya daripada anak semata wayangnya. Netra matanya menatap wanita yang ada di sampingnya. Wanita yang kian dia harapkan untuk memulihkan ingatan anak semata wayangnya.
"Terima kasih, Dok. Saya permisi." Pamit wanita tua itu diikuti dengan wanita di sampingnya.
Setelah keluar dari ruangan serba putih itu, mereka beranjak menujukan langkahnya pada ruangan anak wanita tua itu. Wanita tua itu menghentikan langkahnya, sebelum membuka knop pintu kamar yang ada di depannya. Dia menatap Yejin tersenyum yang berdiam diri di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Not [✓]
Fanfiction[C O M P L E T E D] #Rank 3 on hopenot (13-09-2020) [Bahasa] "Tak ada lagi harapan, jika takdir tak berpihak." ________ Tak ada kata lagi, yang harus kuucapkan. Tak ada senyuman lagi, yang selalu kuukir setiap hari. Tak ada lagi harapan, untukku pa...