"Ini saatnya kau harus memilih antara aku atau dia."
.
.
.
.
.
.
.Sudah beberapa hari telah terjadi. Yejin mengalami banyak teror ancaman dari orang yang mempunyai dendam padanya. Gadis itu selalu menangis setiap harinya. Ketika, satu persatu teror asing itu terlaksana dan mencelakan satu persatu orang terdekatnya. Sungguh, dirinya tak bermaksud untuk melukai orang yang mempunyai dendam padanya dulu; dia hanya tak sengaja. Tapi, kepahitan berbalik padanya. Sama seperti hari sebelumnya, dia menangis sendiri dalam belenggu kamarnya. Semua fasilitas yang membuatnya bisa terlacak merasakan pedih, sudah ia tutup; termasuk teleponnya.
Gadis itu hanya menangis dalam kamar yang gelap, tak ada secercah cahaya pun yang masuk dalam kamar itu. Dia menenggelamkan wajahnya pada persimpuhan kaki jenjangnya. Jendela kamarnya yang cenderung gelap. Yejin semakin takut akan keadaannya sekarang. Gadis itu tak ada sama sekali pergerakan dalam gesekan kecil pun itu tak tertangkap. Ia hanya diam memaku dengan tempatnya sekarang. Ditemani butiran bening yang selalu menghantuinya.
Hiks..
Hiks..
Gadis itu terus mengeluarkan airmata dari netra pedih. Setiap detiknya terdengar isakan yang mendengung. Selimut yang ia siapkan untuk menutupi tubuh dinginnya telah hinggap di tubuhnya. Selimut tak bernoda itu basah akan tangisan pilu. Gadis itu membuka kelopak matanya. Netranya menangkap keberadaan figura dirinya sendiri saat masa kecil. Semakin dia menatapnya lekat, hatinya semakin sakit mengingatnya dengan senyuman miris. Ya, gadis itu menerbitkan senyuman miris yang penuh harapan pada figura itu.
Yejin mengeyampingkan selimut tebalnya. Kakinya bergerak menyapa lantai kotor, karena tisu yang berserakan. Gerakan tangan lentik yang ragu hampir menyentuh figura itu. Yejin sukses meraih figuranya. Figura itu perlahan basah, karena tangis gadis itu. Gadis itu menangis keras dengan isakan hebat. Tangan lentik itu bergetar hebat bersama bibir mungilnya. Gadis itu memegang kepalanya yang sedikit pusing.
Brakk..
Figura itu jatuh tak sengaja. Gadis itu kehilangan keseimbangannya untuk memegangnya. Sementara, gadis itu jatuh pingsan bersamaan jatuhnya figura itu. Yejin tetap pada keadaannya yang pingsan. Sedangkan, di luar kamarnya. Ibu Yejin menangis mendengarkan suara jatuh dari kamar anaknya. Dan, mencoba menelpon seseorang untuk menolongnya di dalam.
¤¤¤
Tiit..
Jungkook mengangkat teleponnya yang bergetar. Setelah beberapa menit bercakap dalam panggilan. Jungkook memutuskan untuk menghentikan kegiatannya. Langkahnya yang gesit dapat mencapai titik terjauh. Dia mengendarai mobilnya dengan cepat. Mobil sport-nya banyak mengejutkan para mobil-mobil di jalan raya, karena kecepatannya. Jungkook menghiraukan lampu lalu lintas. Mobilnya terus berjalan seiring trotoar.
Srett..
Mobilnya berhenti seketika. Dia menemukan tempat yang ia tujui. Sepatu mahalnya menginjak rerumputan liar. Jenjangnya berjalan menuju ke rumah berwarna putih polos. Dia mengetuk pintu utama rumah berukuran besar. Ketukan pertamanya membuatnya sukses memasuki keadaan rumah itu. Suara raungan dari dalam kamar seorang perempuan, membuat hati Jungkook tersayat.
Brakk..
Pria itu memasuki kamar yang terkunci itu dengan dobrakan keras. Sedangkan, perempuan yang ada di dalam itu sontak mencabut pisau yang ada di tangannya. Kedua netra itu menyatu pedih. Jungkook menghampiri Yejin yang membeku. Mata hitam itu memandang tangan gadis yang luka akan sayatan pisau itu. Yejin mengeluarkan airmatanya dengan napas lengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Not [✓]
Fanfiction[C O M P L E T E D] #Rank 3 on hopenot (13-09-2020) [Bahasa] "Tak ada lagi harapan, jika takdir tak berpihak." ________ Tak ada kata lagi, yang harus kuucapkan. Tak ada senyuman lagi, yang selalu kuukir setiap hari. Tak ada lagi harapan, untukku pa...