"Math"
-Kim Dong Young NCT 127-
"Kamu ini bodoh!! Hanya begini saja kamu tidak paham!" Orang itu kembali memakimu. Kamu hanya bisa mendengus sebal. "Kalau seperti ini terus, bisa-bisa kamu tidak naik kelas!" lanjutnya tanpa merendahkan nada bicaranya. Kamu masih bertahan di depan buku penuh angka itu. Di hadapanmu ada Doyoung, dia siapa? Entahlah. Yang jelas kamu dan dirinya sudah mengenal sejak kalian kecil.
Doyoung menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan, begitu seterusnya. "Maafkan aku, aku terbawa emosi," ucapnya pelan. Kamu tak mau mendengarnya. Kamu terus menatap buku di hadapanmu lekat-lekat, tentu kamu mengerjakannya, meski tak paham satu pun.
"Kita makan dulu saja, kamu pasti lelah berpikir." Doyoung menutup buku yang ada di hadapanmu. Kamu menghela napas, lega. "Memang, sejak dua jam yang lalu! Kau selalu melempariku rumus matematika yang membacanya saja aku tidak paham!" ketusmu padanya. Doyoung terkekeh, kemudian ia menarik tanganmu dan mengajakmu ke kantin.
"Maaf ya. Lain kali aku akan lebih lembut lagi deh, aku janji." Doyoung mengacungkan gaya peace di depan matanya. Kamu menggeleng pelan, "Sok imut!" ucapmu sambil terus berjalan. Mendahuluinya. Doyoung menyusulmu, berjalan sejajar denganmu dan memerhatikan wajahmu dari dekat.
"Ada apa lihat-lihat!?" bentakmu pada Doyoung. Doyoung terkejut, ia menarik tanganmu. Membuatmu menghentikan langkah. "Apa sih, katanya mau ma-"
Cup!
Doyoung mengecup bibirmu dengan cepat kemudian melangkah mendahuluimu. Kamu terpaku di tempat. Apa maksudnya? Pertanyaan itu terus terngiang di kepalamu.
"Ya!! Kim Doyoung!!" Kamu menyusulnya. Saat kamu sudah di dekatnya, kamu memukul kepalanya dari belakang. "Dasar manusia tidak sopan!" protesmu padanya.
"Kalau kau terus mengomel, aku akan melakukannya sepanjang jalan," ucapnya sambil tersenyum ala Doyoung. Kamu menatapnya sebal. Manusia ini memang suka membuat orang kesal.
"Memang kau berani?!" Kamu menantangnya. Doyoung berhenti melangkah. "Kau menantangku? Menantang Doyoung?" Ia bersidekap dada sambil menatapmu tajam. Kamu sebenarnya tak berani menatapnya, tapi demi gengsi.
Tiba-tiba Doyoung melangkah maju, lebih dekat ke arahmu. Namun kamu melangkah mundur sampai menghantam dinding di belakangmu. "Doyoung! Maju selangkah lagi aku akan-"
Dan lagi, Doyoung benar-benar melakukannya. Kamu ingin mendorongnya, tapi tubuhmu terasa menjadi batu. Terdiam tak berkutik.
Setelah itu, Doyoung kembali berjalan. Seolah tak ada yang terjadi di antara kalian. Kamu memukul-mukul kepalamu pelan. Sumpah serapah kamu ucapkan di dalam hatimu. Mungkin, setelah ini kamu tidak akan mau bicara padanya.
Jangan ada yang ketiga kali kecuali dengan senang hati, begitulah batinmu berucap.
"Mau makan tidak?!!" seru Doyoung sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Kamu menyadari sudah tertinggal jauh. Kamu segera menyusulnya. Karena dia berusaha tidak terjadi apa pun, kamu pun begitu. Namun, kamu tak lagi mengomel. Kamu memilih diam.
Sesampainya di kantin, kalian duduk berhadapan. Makanan sudah ada di depan kalian, tapi kalian sama sekali tak menyentuhnya. Kamu, maupun Doyoung belum berniat menyentuhnya.
"Makananmu akan ditentukan oleh jawabanmu." Doyoung mengeluarkan sebuah kertas dari kantong bajunya. Kamu mendengus kesal. "Soal lagi?" tanyamu. Doyoung mengangguk, "Seperti biasa."
Seperti biasa yang Doyoung maksud adalah, setiap kalian hendak makan siang di jam istirahat. Kamu harus bisa menjawab soal dari Doyoung. Soal matematika tentu saja. Jawaban benar menentukan apa yang akan kamu makan, dan itu ditentukan oleh Doyoung.
Kamu merebut kertas itu dari tangan Doyoung. Membukanya dengan raut wajah kesal. Saat kertas terbuka, kamu terkejut menemukan tulisan Doyoung yang berbeda dari biasanya.
Maukah kau menjadi kekasihku?
Kamu menatapnya. "Apa maksudnya ini?!" Kamu menaruh kertas itu di atas meja. Di samping makananmu. Doyoung mengangguk, "Aku serius."
Kamu benar-benar tidak memahaminya. Ini di luar dugaanmu selama kamu berteman dengannya. "Tidak mau menjawab? Kamu tidak akan makan." Doyoung tersenyum smirk. Ini terlalu memaksakan kehendak. Jantungmu tiba-tiba berdebar. Suasana menjadi agak aneh di sekitarmu.
"Tidak tahu!" Kamu meraih segelas air dan meneguknya sampai habis. Doyoung masih memerhatikanmu. "Benarkah?" Sepertinya Doyoung sedang menggodamu saat ini.
"Aku tidak paham dengan tingkahmu, Ya! Kim Doyoung!" Kamu menatapnya tajam. "Masih tidak paham? Bahkan saat aku sudah menciummu sebanyak dua kali?" Dia menunjukkan kedua jarinya yang menentukan jumlah '2'
"Aku menyukaimu. Sudah sejak kamu bilang padaku jika aku harus menjadi gurumu," lanjut Doyoung sembari menurunkan tangannya dari atas meja. Kamu menatapnya, mengingat kapan kamu mengucapkannya.
Saat itu Doyoung baru saja memenangkan perlombaan matematika. Kamu mendukungnya setengah mati karena dia adalah temanmu, sahabatmu. Saat ia turun dari panggung, kamu berkata jika dirinya harus menjadi guru matematikamu agar nilaimu meningkat.
Apa sejak saat itu?
"Hanya karena itu?" Kamu bertanya, masih tidak percaya. Doyoung memandangmu geli, "Kita sudah berteman sejak kecil, bagaimana bisa kamu menjadikan alasan 'guru matematika' sebagai dasar perasaanku padamu?" Sekarang kamu mulai paham.
"Beri aku waktu, aku masih belum tahu perasaanku padamu," jawabmu pada akhirnya. Doyoung mengangguk, membiarkanmu melahap habis makananmu.
Setelah itu, semua berlalu. Sesuai apa yang kamu dan Doyoung sepakati. Seharusnya kamu tahu, perasaanmu padanya tidaklah jauh berbeda meski butuh proses.
Mungkin, kali ini kamu harus mengucapkan terimakasih pada hal yang kamu benci. Matematika.
Matematikalah yang membuatnya menyatakan perasaannya dan matematikalah yang membuatmu menyadari perasaanmu terhadapnya.
"Terimakasih, Guru Matematika, Kim Doyoung."
• THE END •
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE | NCT ✅
Fanfiction[IMAGINE] Senang, sedih, susah, bahagia, kamu dapat merasakannya jika kamu berhasil membayangkan betapa beruntungnya kamu menjadi salah satu belahan jiwa mereka. Selamat datang ke dunia bahagia tanpa sela. NCT Oneshoot #1 Status: Finished Started: 2...