Andovi melempar ponselnya ke sembarang arah, ditatapnya televisi dihadapannya dengan nanar lalu menoleh ke seorang cowok yang dengan santainya tidak merasa bersalah.
"Sumpah!!!!! Lo bener-bener bikin gue pusing tau nggak! Kenapa lo nggak bilang itu dari Jingga? Dapet notif gitu kebahagiaan gue dan lo ngehancurinnya!"
Alan menggidikkan bahu, memakan kacang dari toples biru milik Andovi, "lo sih, kenapa letakin ponsel di sana."
"Nggak tahu lagi gue sama lo Lan, punya temen kampret banget, kenapa ponsel Jingga jadi mati mendadak gitu ya?"
"Mungkin baterainya low kali, jadi dia lagi ngecharge itu sekarang." Balas Alan santai.
Andovi menghela nafas, dari tadi pagi ia mendapatkan kesialan dan selalu berujung dengan menahan emosi, dibukanya bajunya oleh Andovi membuat Alan menutup mata dengan tangan dramatis seperti orang idiot.
"Lo kenapa? Digo aja sana gue normal."
"Apaan sih lo, gue mau boxing."
Alan ber-oh-ria, sedangkan Andovi masuk ke ruangannya, melepaskan semua emosi yang sedari tadi melahap dirinya.
***
Jingga bernafas lega saat tahu jika yang datang bukan Andovi, namun Marquel, tentu saja gadis itu tahu rumah Jingga, karena waktu itu ia pernah mengantar Jingga, meskipun tidak sampai ke rumah, tapi mungkin Marquel menanyakan kepada orang yang benar, seperti Oma Jingga.
Marquel itu gadis yang baik, ia membelikan Jingga salep pereda sakit, meskipun telat ngasihnya tapi masih dikategorikan Jingga sebagai orang yang care dengannya.
"Waduh, biru banget ini. Lo udah pergi herobat belom?"
Jingga tersenyum, ia berjanji tidak akan jutek lagi dengan Marquel, ia merasa sangat jahat ketika membuat Marquel sedih seperti kemarin itu, bukan sedih, tepatnya kesal, padahal Marquel adalah gadis manis yang penuh dengan kepedulian.
"Udah diurutin Oma, eh gue mau nanya."
Marquel mengangguk saja di belakang Jingga, karena gadis itu sedang memasangkan salep di punggung Jingga.
"Lo bilang ya ke Semesta kalau gue di bully sama cewek yang namanya Jolly itu?"
Kemarin-kemarin Marquel masih bingung siapa Semesta, namun ia jadi tahu jika Jingga memanggil Andovi dengan panggilan lain, dan manis.
Marquel menggeleng, ditutupnya kembali baju Jingga lalu duduk di hadapan Jingga. "Nggak, emangnya kenapa?"
"Nggak, gue kira lo yang bilang ke Semesta, bingung gue dari mana dia tahu."
"Lo ketemu sama Andovi ya?"
Jingga berdiri, duduk di kursi rias lalu mengambil beberapa toples makanan, "iya, dia maksa temenin makan dan—"
Jingga menggantung ucapannya, ia jadi teringat lemon tea pesanan Andovi tadi.
"Lo kenapa?"
"Eh, enggak, ini makan dulu."
Marquel tanpa basa-basi langsung menyambut makanan dintoples itu dengan semangat. "Pantesan Andovi nggak sekolah tadi, jadi kalian kencan?" Kekeh Marquel.
"Nggak!"
"Galak amat, ahahhaa, besok sekolah yaaa, gue kesepian nggak ada temen duduk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga dan Semesta (END)
Teen FictionTAMAT sequel by Jingga di Samudra Jingga memilih pindah sekolah setelah kepeninggalan Samudra, ia memilih Bukittinggi sebagai tempat tujuannya. Disana, Jingga bersama neneknya. perjuangan sekolah Jingga begitu berat, Jingga yang pendiam dianggap mur...