Vote vote vote vote!!!!!
TARGET, 10 VOTE + 5 KOMENT!!
KALAU NGGAK SAMPAI TARGET UPDATE MINGGU INI DIUNDURR YEYEYEYEE
***
Manusia itu adalah makhluk yang lemah, jika ia kuat itu adalah sebuah sisi yang diberikan Tuhan untuk melindungi diri, namun sekuat apapun manusia, manusia itu pasti memiliki kelemahan, kerapuhan dan keputusasaan.
Banyak juga diantara manusia itu terlihat manis, lemah dan takut padahal memiliki mental yang kuat dari pada manusia yang hebat, kuat dan perkasa. Semua itu memiliki siklus untuk menutupi diri.
Jingga menganggap Andovi adalah salah satu dari sekian banyak manusia yang kuat, ternyata Andovi itu lemah, Jingga tidak menyangka jika cowok itu bisa sakit, padahal di sekolah kerjaannya pasti buat rusuh terus.
Jingga baru tahu jika Andovi memiliki adik yang berumuran delapan tahun dan sekarang menginjak kelas dua SD, adiknya sangat manja kepada Andovi, bahkan saat Andovi pulang ia langsung memeluk Andovi, menangis mengetahui abangnya masuk rumah sakit.
Setelah berkenalan dengan anak manis itu, ternyata namanya adalah Poni, Okta Poni, menjelaskan jika gadis itu lahir di bulan oktober, dan saat Andovi mengenalkan Jingga sebagai pacaranya kepada Poni, gadis manis itu tersenyum bahagia.
"Di rumah gue cuma ada tiga kamar, kamar bokap nyokap, kamar gue dan kamar Poni, lo tidur di kamar gue aja, biar gue tidur di luar." Ujar Andovi berjalan sambil menggendong Poni, naik ke lantai dua.
Jingga menggeleng, "gue aja yang tidur di luar, lo kan lagi sakit."
Andovi segera berbalik, diciumnya pipi Poni lalu menurunkan Poni dari gendongannya, "ke kamar gih, abang mau ngobrol dulu sama Kak Jingga."
Gadis kecil itu tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, ia mengangguk lalu berjalan manis ke kamarnya.
"Lo gila? Nggak, lo tidur di kamar, gue di luar."
"Semesta, lo yang gila, heh?"
"Kadang-kadang sih gila, tapi sekarang udah nggak." Jawab Andovi santai.
"Oke, gue nemenin Poni aja di kamarnya, lo tidur di kamar lo oke?" Akhirnya Jingga mencari jalan lain, Andovi berpikir sebentar sebelum mengangguk menyetujui ucapan Jingga.
"Btw, tadi Poni sendirian di rumah? Ini udah jam satu lewat."
"Perhatian banget lo, udah cocok jadi bini gue." Jingga menatap Andovi tajam yang dibalas Andovi kekehan.
Tidak mau mendengarkan Andovi lagi, Jingga cepat-cepat berjalan ke kamar Poni, gadis itu pasti takut jika tidur sendirian, seperti Ginzo, adik Jingga.
Dulu Ginzo kecil sangat takut tidur sendirian, tapi karena Bromo-ayah Jingga-mengatakan hal yang seharusnya tidak ditakuti lelaki, Ginzo menjadi berani.
Jingga membuka pintu kamar Poni, melihat gadis kecil itu sudah tertidur dengan posisi kepala di tepi ranjang, dan di ranjang lain yang berada di dalam kamar juga ada seorang maid yang juga sudah tertidur.
Jingga mengangkat tubuh gadis kecil itu, ia takut Poni terjatuh jika tidur dengan posisi begitu, saat Jingga meletakkan tubuh Poni baik-baik di atas kasur, Poni terbangun dengan mata yang tak seluruhnya terbuka.
"Abang, jangan nangis."
Gadis itu kembali tertidur, Jingga mengelus pucuk kepalanya membuat Poni lebih nyenyak tidur. Jingga melihat arloji yang melingkar manis di tangan kirinya, pukul 01.23 AM, cukup malam untuk membuat perut Jingga keroncongan, Jingga benar-benar lapar, ia tahu ini bukan rumahnya, tapi Jingga tidak bisa mmebiarkan tubuhnya kelaparan.
Jingga keluar dari kamar Poni setelah menyelimuti gadis kecil itu terlebih dahulu, saat hendak turun ke lantai dasar untuk melihat makanan di dapur Andovi, Jingga mendengar suara tangis seseorang, bukan, bukan hantu.
Jingga mendekati kamar itu, ia membuka pelan pintu kamar siempunya, Andovi, cowok itu sedang meringkuk di atas kasurnya sambil menangis, Jingga langsung panik, gadis itu mendekati Andovi.
"Lo kenapa?"
Tidak ada jawaban, Andovi masih menangis sessnggukan, kepalanya tertunduk di atas lutut. Jingga mendekati cowok itu, memegang salah satu tangan Andovi membuat cowok itu mendongak menatap Jingga.
Tak bisa Jingga deskripsikan keadaan Andovi saat ini, cowok itu benar-benar terlihat menyedihkan, matanya memerah dengan wajah berair, tangannya juga penuh keringat.
"Jangan, jangan sakitin gue."
Jingga justru bingung, gadis itu bahkan tidak punya niat nyakitin Andovi, "nggak, gue nggak bakalan nyakitin lo, lo kenapa?"
Andovi menepis tangan Jingga di tangannya, "jangan, jangan pisau, gue nggak mau!"
Jingga tidak tahu berbuat apa, instingnya membuat ia duduk lebih mendekati Andovi lalu memeluk cowok itu, Andovi panas lagi, apakah setiap gelisah Andovi akan panas? Jingga mengabaikan tubuh panas Andovi, ia tetap memeluk Andovi, Andovi yang sepertinya sedikit sadar ikut memeluk Jingga, menangis dalam pelukan gadis tersebut hingga Jingga merasakan berat di bahunya.
Dijauhkannya oleh Jingga kepala Andovi, melihat keadaan Andovi, cowok itu sudah tertidur, Jingga tersenyum, lantas memperbaiki posisi tidur Andovi, menyelimuti Andovi lalu duduk di sofa yang ada di kamar Andovi, sofa yang berhadapan dengan televisi yang mungkin digunakan untuk bermain PS, karena ada stik PS bergeletak disana.
Jingga mengambil toples makanan di sisi meja, perutnya memberontak ingin diisi, dilihatnya semua sisi ruangan kamar Andovi, "lo lebih berantakan dari apa yang gue pikirin."
***
Pagi bangun, Andovi langsung melihat ke arah jam, pukul 06.02, masih sangat pagi, Andovi merenggangkan otot-otonya tidak sadar jika kamarnya yang tiba-tiba bersih, perasaan kemarin Alan datang dan merecoki kamar Andovi, membuat kamar ini sangat-sangat kotor, lalu sekarang kenapa bersih? Bahkan baju kotor Andovi pun sudah aman di keranjang, bukunya sudah ditata rapi di atas meja, stik PS nya juga telah rapi dan-
Andovi berlarian ke arah sofa tempat bermain PS nya, ia tersenyum melihat tidur pulas gadis manis itu di atas sofa, cowok itu jadi tidak tega membangunkan Jingga yang sepertinya sangat kelelahan.
"Morning, Baby." Lirih Andovi mengangkat tubuh Jingga dan memindahkan gadis itu ke ranjangnya, Jingga memiliki tubuh yang cukup tinggi dan berbadan ramping, jadi sangat mudah bagi Andovi mengangkatnya.
Andovi menyelimuti Jingga, tersenyum lalu keluar dari kamarnya sendiri.
"Sayang? Udah sehat?"
Andovi terkejut melihat wanita paruh baya yang berjalan ke arahnya, wanita itu adalah wanita yang sangat ia rindukan.
"Mama pulang?" Tanyanya dengan nada yang dingin dan seperti tidak suka.
Meutia mengangguk, "kamu nggak kangen mama?"
"Kayak mama yang kangen aku aja, di kamar ada Jingga, temen yang tadi malam bawa Dov ke rumah sakit,"
Meutia mengangguk, "diapa-apain anak orang?" Sahutnya sinis.
Ini yang membuat Andovi tidak pernah manis kepada ibunya, wanita ini tidak pernah positif thinking, selalu berpikiran buruk jika itu tentang Andovi. "Udah Dov bikin hamil, seneng mama?"
Meutia terkekeh, ia sudah biasa diberikan sikap dingin oleh Andovi, dan ia tahu betul anaknya tidak benar-benar begitu kepada wanita, karena Andovi sangat menyayangi Poni, ia pasti takut karmanya membalik ke Poni, jadi Meutia aman.
Meutia melirik Andovi yang sudah jalan menjauh, sepertinya anak nya itu akan membuatkan sarapan untuk temannya ini.
Mautia membuka pintu kamar, mengintip keadaan Jingga, "manis, pandai juga Dovi cari pacar."
***
VOTE DAN KOMENT DONG GIMANA PART INI
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga dan Semesta (END)
Teen FictionTAMAT sequel by Jingga di Samudra Jingga memilih pindah sekolah setelah kepeninggalan Samudra, ia memilih Bukittinggi sebagai tempat tujuannya. Disana, Jingga bersama neneknya. perjuangan sekolah Jingga begitu berat, Jingga yang pendiam dianggap mur...