[10]

50 12 0
                                    

MAAF TIDAK UPDATE KEMARIN, AKU UDAH NYARI SINYAL TAPI SINYAL NGGAK ADA. JADINYA AKU UPDATE SEKARANG YA. Selamat Membaca Readers ❤️

*

Seperti biasa, hari ini aku kembali memasuki kelas paling terakhir. Semua teman-temanku sudah duduk di bangkunya masing-masing. Walaupun masih ada yang duduk di bangku temannya untuk berbicara. Tak sengaja, aku juga mendengar pembicaraan Aluna dengan Askala. Akhir-akhir ini sepertinya mereka terlihat dekat.

"Kala, kalau ada orang yang hilang. Kira-kira dia hilang ke mana?" aku menyerengit keningku tak mengerti akan pertanyaan Aluna yang terkesan tidak masuk akal. Tetapi aku malah semakin melebarkan pendengaranku. Suara Aluna memang tidak keras, tetapi deret bangku ku sebelahan dengan Askala.

"Hilang seperti apa?" jawab Askala dingin yang terkesan lebih ke pertanyaan. Aku rasa tadi saat Askala mendengar pertanyaan itu, ia sempat menegang. Tapi ia bisa menutupinya dengan wajah dan gesture tubuhnya secara cepat.

"Iya hilang. Poof!" kata Aluna berusaha menjelaskan lebih detail kepada siswa baru itu.

"Ck! Aku nggak tau. Diculik alien kali."

"Tuh kan aku bener. Aku juga mikirnya gitu kemarin."

"Kamu beneran mikir gitu? Aku cuma bercanda. Dan jangan ganggu aku lagi. Dan jangan pikirin hal yang nggk penting kayak gini lagi. Fokus fokus."

Aluna mencebik bibirnya. "Dasar Askala emak-emak. Kayaknya buku kamu nggk habis habis ya."

"Iya. Karena itu jangan ganggu aku deh."

"Iya..." tutur Aluna menyerah dengan sikap Askala yang memang menyebalkan. Saat ia ingin berbalik ke bangkunya, mata kami tak sengaja bertemu. Ia pun tersenyum dan menghampiriku.

"Gimana Arin? Kamu udah baikan 'kan?" Aku tersenyum dan mengangguk menanggapi pertanyaannya.

"Ee, dan tentang yang kemarin. Aku udah beritahu pak Emit," katanya dan aku terdiam tiba-tiba memikirkan bagaimana nantinya.

"Makasih ya Al. Maaf kalau aku ngerepotin kamu."

"Nggak kok, Rin. Eh, aku balik bangku dulu ya. Pak Emit kayaknya di pintu tuh," Aluna setengah berlari menuju bangkunya. Benar saja, suara bel berbunyi membuat Pak Emit masuk dan memulai pelajaran.

Setelah pelajaran berlangsung, tiba-tiba saja Pak Emit menyuruhku untuk pergi ke ruangannya sebentar lagi. Hingga membuatku menjadi pusat perhatian teman-teman kelas. Aku cepat-cepat memberekan buku-buku yang berserakan di mejaku dan cepat-cepat berlalu.

Setelah sampai di pintu ruangan BK, aku mengetuk pintu agar terlihat sopan. Tetapi, tidak ada jawaban setelah lama aku mengetuk pintu itu. Aku pun coba membuka pintu dan ternyata tidak terkunci. Aku memberanikan diri memasuki ruangan dan sesekali memanggil Pak Emit, tetapi masih saja tak ada jawaban.

"Permisi, Pak?"

Hal pertama yang aku tanggap adalah jam dinding seperti jam saku raksasa yang tertempel di sana. Aku terkagum kagum, seolah-olah ragaku tertarik menuju sana. Aku menyentuh dengan perlahan dan lembut. Benar-benar terlihat estetika dan bisa menghipnotis siapa saja yang melihat.

"Bagaimana Rearin Harmonia? Kau suka dengan jam nya?" aku sedikit tersentak dan menunduk memberi hormat pada guruku itu.

"Iya, Pak. Jamnya bagus," kataku jujur.

Ia mengangguk dan tersenyum. "Ah iya. Bapak tadi lagi ambil kopi, mau?"

"Tidak usah, Pak."

"Silahkan duduk saja." aku pun duduk depan dihadapan Pak Emit. Setelah aku duduk, ia mengeluarkan jam pasir kaca yang tidak pernah aku lihat, dengan pasir yang kelihatan sangat lembut. Ia meletakkannya di atas meja dan membaliknya hingga pasir-pasir itu terjatuh ke bawah.

LABIRIN WAKTU | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang