"Ujianlah ulang di depanku. Saat ini juga."
Kertas ujian baru sudah tergeletak tak berdaya di depanku dengan pena baru yang disiapkan Pak Emit agar tak mengulang kejadian kedua kalinya. Sebelum aku memulai untuk ujian, Pak Emit menyalakan lilin aromaterapi berukuran kecil dengan warna pastel indah. Wanginya sangat menenangkan.
"Lilin Aromaterapi ini bukanlah semacam lilin penenang saja, tetapi lilin ini bisa memperkuat ingatan kita sebelumnya."
Tak ada yang bisa aku lakukan selain mengangguk perkataan Pak Emit. Tetapi, Pak Emit tidak berbohong prihal Lilin itu. Aroma lilin ini benar-benar menenangkan serta membuat otakku lebih fresh. Saat aku mengerjakan soal, tidak perlu dua kali untuk memahaminya aku langsung tahu jawabannya.
Aku menjawab semua soalan dengan sangat mudah, rasanya apa yang pernah aku pelajari sedari dulu bisa aku ingat dengan mudahnya. Hanya beberapa menit saja, aku bisa menjawab seluruh pertanyaan tanpa berpikir keras.
"Setelah kamu mencium aroma lilin ini, maka kamu akan mampu mengingat hal-hal penting seperti pelajaran selama satu hari lamanya," ucapnya seraya sibuk memeriksa hasil ujianku. Tak lama diperiksa, ia memamerkan hasil ujianku dengan senyuman yang tidak bisa aku artikan. Tapi, aku hanya fokus dengan hasil ujianku.
"Ni-nilai sempurna?!"
Ia mengangguk. Aku benar-benar dapat nilai sempurna. Dengan begini aku pasti bisa dapat tingkatan pertama lagi di tahun ini. Setelah itu, Pak Emit menyuruhku kembali ke kelas karena sebentar lagi waktu pulang akan berdering. Aku pamit setelah ia membisikkan aku sesuatu. Kalau kau butuh, kesini lah kapanpun.
*
Esok hari ujian akan dimulai dengan pelajaran pertahanan diri tingkat kedua. Pelajaran yang aku sukai dari semua pelajaran. Tetapi, kali ini mereka hanya menguji teori bukan praktik yang berarti aku harus bisa mengingat banyak tulisan yang ada di buku catatanku.
Sesaat aku ingin membalik lembaran baru pada catatanku, bisikan dari Pak Emit terasa menggelitik bagian dalam telingaku. Bukannya geli, aku malah merinding.
Sekarang sudah pukul sepuluh lewat beberapa menit, aku masih bergeming dalam perpustakaan bersama beberapa orang. Ada yang masih terbangun, ada juga yang sudah menyerah seperti gadis di sampingku dengan dengkuran halus menyertainya.
Gerhana. Nama gadis yang selalu membekas diingatanku sekaligus menggores di relung hatiku. Ku kaitkan anak rambutnya di telinga kirinya agar wajahnya tampak jelas. Apakah aku akan melupakan wajah ini suatu saat kalau kita berpisah?
Aku harus bisa juara pertama agar aku tidak dipindahkan, Askala satu-satunya orang yang harus aku kalahkan kali ini. Ah, Aku tidak bisa fokus, aku sepertinya harus menemuinya. Aku tidak mau berpisah dengan Gerhana. Aku tidak ingin melupakannya.
"Halo, Zenith Meridian," sapa Pak Emit dengan senyuman khasnya di balik meja setelah aku membuka pintu ruangannya. Nafasku sedikit memburu karena berlari tadi. Aku langsung mengambil tempat dan menduduki kursi itu.
"Sudah malam. Ternyata kau sangat kerja keras ya."
Aku tersenyum seraya mengangguk dengan kaku.
"Bagaimana dengan belajarmu?"
"Aku tidak bisa fokus."
Ia mendehem serta meletakkan salah satu jarinya di dagu seperti sedang memikirkan sesuatu, "sebenarnya aku punya solusi untuk mu seperti tadi pagi. Tapi...."
Ia menghentikan perkataannya membuatku semakin penasaran. "Tapi apa?"
"Segala sesuatu ada konsekuensinya kan. Kalau kau bisa menerima, maka aku akan memberikanmu apa yang kamu butuh."
Aku tidak tahu konsekuensi seperti apa yang dimaksud olehnya. Karena tak ada jawaban, aku hanya menunggu, ia melanjutkan perkataannya.
"Konsekuensinya setara dengan hasil yang akan kamu peroleh."
"Apa, konsekuensinya?"
Wali kelas itu pun merogoh sesuatu dari laci mejanya. Selembar kertas kosong diletaknya di atas meja, menjadikan garis antara aku dan Pak Emit. Ia mulai menarik garis dengan spidol tak beraturan.
"Di dalam otak kita. Banyak hal yang tersimpan. Ada sesuatu yang tidak penting serta sesuatu yang sangat penting. Ada sesuatu yang dibutuhkan dan ada juga yang tidak dibutuhkan. Menurutmu, dalam kondisi seperti ini, apa yang paling penting bagimu?"
"Pe-pelajaran." Entah aku sedang memberikan jawaban atau bertanya atas jawaban ragu-raguku.
Dia kemudian memberikan aku sebuah plastik putih berisi lilin aromaterapi berwarna putih dengan 5 warna berbeda di bagian sisi lainnya. Setiap aku menggunakannya maka wanna-warna tersebut akan menghilang beserta ingatan di kepala ku yang tidak penting. Aku menerima pemberian itu sambil berpikir bahwa semua akan baik-baik saja. Toh yang hilang adalah ingatanku yang tak berguna.
"Ingat, gunakan ini saat kau sedang belajar saja. Jangan berlebihan."
*
Lilin itu benar-benar ajaib. Selepas dari kantor Wali Kelas kemarin, aku langsung menuju kamarku. Kamarku masih sepi karena masih banyak yang memilih untuk belajar di luar asrama.
Kuraih korek api dalam kantong bajuku. Terperciklah api kecil di sana setelah aku gunakan dan kesatukan pada sumbu lilin. Asap berbau levender langsung menyeruak masuk ke dalam hidungku. Terasa menyegarkan pikiran. Sampai-sampai rasanya aku bisa menghafal buku setebal 200 lembar dalam sekali lihat.
"Zenith! Bisa kau panggilkan ketua kelas mu sebentar."
Seorang wanita sebaya berpakaian formal menyadarkanku dari lamunan pendekku serta ia meminta tolong padaku. Tapi, sebentar. Siapa ketua kelasku?
"Em. Sebentar," kenapa aku jadi pelupa begini. Kebetulan ada seseorang murid perempuan lewat, aku memanggilnya, daripada aku bingung terjebak pada situasi yang tidak aku pahami.
"Em, maaf. Apa kamu mengenaliku?"
Ia terlihat bingung dengan pertanyaanku, terbukti dengan garis kerut di keningnya. "Jelas aku kenal denganmu. Kita sekelas dari kelas satu."
"Ah" aku menghela nafas dengan pelan, tetapi mengapa aku tidak mengenal gadis ini. "Begini, ketua kelas di kelas kita siapa?"
Ia semakin menampakkan raut wajahnya yang bingung. "Zenith kamu sedang bercanda?"
"Ah, tidak. Ini ada yang mencarinya " ia kemudian melirik ke arah di mana wanita tadi berdiri sedang menunggu.
"Bu guru Nina, itukan wali kelas kita dulu. Kamu lupa? Dan ngapain kamu berdiri di depan kelas 2-1. Kelas kita di sebelah, 2-2."
"Ah, iya maaf." Ia langsung saja menarikku ke arah ruangan yang bertuliskan 2-2 dan menyuruhku duduk setelah sampai pada suatu bangku. "Kau di sini saja. Apakah kau sakit? Kau begitu terlihat aneh. Sebentar lagi ujian akan dimulai. Dan Aluna, kau di panggil Bu Nina di luar."
"Ah, iya. Terimakasih Widia," ucap seseorang di belakangku.
"Dan juga...." Aku melihat dia melirik ke arahku dan bergantian ke arah belakang. "...sepertinya kau harus memeriksa Zenith ini."
*
Lama banget kaga lanjut :3
Aku bakal lanjut secepatnya biar cepat tamat. Setelah bab Zenith, akan banyak lagi bab-bab Aluna dan Askala bertualang untuk membongkar misteri ini.Ada yang inget Widia?
Yapz, ada di bab tempat Rearin berada. Temannya Tera sekarang itu loh, yang ikut bully Arin sebelum ilang.Dan kasihan Zenith, maaf ya Zi. Moga kamu nggak ilang, ups :3
Nurfa ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIRIN WAKTU | ✔
Mystery / Thriller[Complete] SEGERA REVISI "Jangan sampai kenanganmu kehilangan waktunya." * Sekolah ini punya banyak hal misterius. Begitu pula dengan teman-temanku yang hilang begitu saja. Apakah aku sanggup memecahkannya? Atau malah harus berputar tanpa jawaban s...