[13]

33 12 5
                                    

Aku mencoba mengabaikannya, tetapi ia malah bangkit dari bangkunya yang menimbulkan suara karena sedikit gesekan. Tetapi tak ada yang memperhatikan itu karena sibuk dengan urusan masing-masing. Ia berjalan dan menghampiri ku!?

"Kamu boleh khawatir, tapi jangan melaporkan masalah ini pada Pak Emit."

Aku menyerengit dahi mendengar larangan Askala. Aku cuma melaporkan masalah yang memang benar-benar tak bisa ku selesaikan. Bukan berarti semua masalah harus aku laporkan.

"Aku nggak ada niatan ngelaporin kok," kataku. Ia sempat terdiam sebentar dan melanjutkan perkataannya saat setelah duduk di bangku Zenith yang kosong menghadap belakang. Ke arahku.

"Oh, baguslah." Jangan tanya bagaimana ekspresinya saat mengatakan itu. Dia selalu saja menampilkan raut wajah kaku yang seperti nggak pernah kena air. Sepertinya ekspresi datar adalah ekspresi andalannya. Dan ekspresi dengan senyuman merendahkan adalah ekspresi pendukung.

Aku memutar mata mengabaikan Askala, tetapi tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Eh, Kala! Kamu udah nemu belum?"

"Nemu apa?"

"Itu loh, jawaban kalau orang hilang dia kira-kira hilang kemana?"

Giliran ia yang menyerengit kening tak mengerti akan perkataanku. "Kenapa sih nanya itu mulu?"

"Err, aku udah janji sama seseorang untuk nemuin jawaban ini."

"Seseorang? Siapa?"

"Namanya Ragel dari kelas sebelah."

Tak sadar, aku sempat menangkap ekspresi tak biasa dari seorang Askala. Ia sempat sedikit menegang mendengar jawabanku tetapi cepat-cepat ia menetralkan wajahnya. Karena aku yang malas ingin tahu pun tidak bertanya, aku sekarang lagi mengkhawatirkan seorang Zenith dan tidak mau harus menambah-nambah beban pikiranku untuk saat ini karena Askala.

"Jangan terlalu dekat dengan Ragel."

"Kenapa?!"

"Ya, jangan dekat aja."

"Kenapa sih kamu sering banget ngelarang ini, ngelarang itu. Kamu itu kenapa sih? Lagian cuma teman doang posesif."

"Aku nggak posesif." Padahal ia sedang menyangkal tapi suaranya masih saja terdengar datar.

"Ya, terus?" aku memutarkan mataku dan langsung menatap manik matanya yang ada dihadapanku.

"Aku cuma ngelarang. Tanpa alasan. Cinta aja nggak butuh alasankan, yaudah ngelarang juga."

*

Telah berhari-hari berlalu, ujian sekolah semakin lama semakin dekat. Begitupula dengan Zenith yang makin hari agak semakin aneh. Ia tak seperti biasanya yang menyebelin atau menjahiliku bila ada kesempatan. Ia hanya baca buku terus seperti Askala. Apa jangan-jangan ia ketularan Askala?

Tapi itu emang wajar sih, mengingat ujian akan datang tinggal beberapa hari lagi. Bukan hanya Zenith ataupun Askala yang kencan dengan buku di depannya. Tiba-tiba semua teman kelasku juga menjadi kutu buku seperti Askala. Ya, tidak semua. Contohnya aku.

Aku tidak mungkin mengganggu Zenith ataupun Askala.

Kenapa Askala sekarang menjadi opsiku dalam memilih!?

LABIRIN WAKTU | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang