Malam ini Jeffrey sedang ada dirumah Dirga karena tadi harus mengambil beberapa berkas yang sudah Dirga tanda tangani. Dan sekarang berakhir dengan kedua orang itu yang bercerita tentang ini dan itu."Lo seriusan sama omongan lo tadi ke bang Tian?"
Jeffrey membuka pembicaraan mereka. Sebenarnya Dirga sudah bisa menebak kalau Jeffrey akan membicarakan hal ini.
"Lo maunya ngeliat gue serius apa engga?" Dirga balik tanya pada Jeffrey.
"Lah kok nanya gue sih anjir. Tanya tuh sana sama Jeana, dia mau lo seriusin apa engga."
"Lo kalo pake alesan 'baru kenal sama baru ketemu beberapa kali' ga akan gue percaya lagi. Basi tau ga, gue tau sebenernya lo udah nyangkut kan sama Jeana." Tambah Jeffrey.
Dirga yang sedari tadi tengkurap diatas tempat tidurnya, langsung bangkit dan memposisikan dirinya duduk di atas ranjang ketika mendengar penjelasan dari Jeffrey.
Dirga kemudian melayangkan sebuah bantal kepala tepat ke arah muka Jeffrey. "Jangan sok tau lo!!"
"Setan! Gue gini ya karna gue tau lo gimana." Balas Jeffrey sambil melemparkan kembali bantalnya ke arah Dirga.
Jeffrey kemudian bangkit dari posisi duduknya dan berjalan ke arah lemari es kecil di sudut ruangan kamar Dirga, kemudian memilih soda kaleng untuk diminum.
"Gini ya, menurut gue.. lo jangan terlalu kaku lah kalo sama cewek, jangan terlalu dingin juga. Cool boleh tapi ada batasan nya juga, cewek mana mau kalo jalan sama orang terlalu cool gitu."
Jeffrey memberi jeda sebentar sebelum melanjutkan penjelasan nya kembali. "Mulai besok, lo deketin dah cewek lo. Kasih dia perhatian kecil terserah lo, tapi inget jangan ketus sama cewek. Gue tau soalnya lo suka galak."
Dirga langsung memberikan tatapan protes nya atas perkataan Jeffrey barusan.
"Lo niat ngasih tau gue gak sih?"
"Ya niat. Tapi lo nya juga harus berubah, ngaca sama diri lo sendiri introspeksi diri sana. Jangan jadi klemer-klemer juga, jijik liatnya."
Jeffrey kemudian beralih mengambil handphone Dirga yang sejak tadi berada diatas nakas kecil, kemudian melemparkan nya ke arah Dirga. Beruntung, refleks nya bagus kalau tidak bisa Jeffrey pastikan kalau Dirga akan menceramahinya hingga subuh nanti.
"Lo ya sialan emang, handphone gue nih emang lo pikir apaan? Main lempar-lempar aja." Hardik Dirga.
"Lebay banget lo, ga usah susah sih tinggal beli baru gampang kan?"
"Mati kek lo sana!!"
"Udah ah itu lo urusin Jeana. Tadi kan bang Tian udah dengan baik hatinya ngasih tau nomor adeknya. Nah sekarang tinggal giliran lo yang usaha."
"Dah ya gue balik dulu, dicariin bunda." Tambah Jeffrey.
"Balik sana, nyusahin doang." Ucap Dirga sembari mendorong punggung Jeffrey untuk keluar dari area kamarnya.
Disisi lain, Tian sedang memikirkan keputusan nya tadi setelah memberikan nomor adiknya pada sahabatnya itu. Apakah itu keputusan yang benar atau tidak? Tetapi, Tian sendiri sebenarnya tidak tahan karena jujur saja adiknya itu terlalu cuke untuk urusan lelaki bahkan kelewat cuek. Bayangkan saja banyak diantara gadis seusianya yang sudah menikah tapi adiknya itu punya pacar saja engga.
Tapi Tian kembali terpikir dengan sikap Dirga yang juga sangat cuek. Ada perasaan menyesal kenapa Tian tidak menjodohkan adiknya saja pada Jeffrey yang lebih aktif.
"Loh Kak Tian belum tidur?"
Tian menolehkan kepalanya dan mendapati adiknya yang berdiri sambil memegang mug berwarna pink.
"Belum ngantuk. Kamu ngapain disitu?"
Tanpa disuruh, Jeana langsung mendekatkan dirinya dengan Tian yang memang sedang berada di sofa.
"Kebangun terus haus, jadi ngambil air minum dulu kebawah. Kakak daritadi ngelamun yah? Kenapa? Banyak pikiran? Coba cerita sama aku, siapa tau beban Kak Tian berkurang."
Tian tersenyum kemudian mengacak rambut adiknya pelan. Ternyata adiknya masih sama seperti dulu. Cerewet seperti ibu mereka.
"Kamu udah dewasa yah ternyata, udah ngajakin Kakak curhat. Dulu mana mau begini."
"Kan itu dulu Kak, semua orang pasti ada fasenya masing-masing. Ga mungkin kan di umur aku yang sekarang aku masih harus bersikap kaya anak kecil?"
"Oke oke, ibu psikolog bersabda." Canda Tian sambil tertawa pelan.
"Ih Kakak.. kan aku serius."
Tian lalu kembali menetralkan wajah nya setelah tertawa karena sikap adiknya tadi. Dan sekarang dia benar-benar ingin membuat pembicaraan yang serius antara adik dan kakak.
"Je, Kakak mau nanya sama kamu."
"Mau tanya apa sih Kak, segala izin dulu sama aku."
Jeana terlihat menyamankan posisinya dan memilih untuk bersandar pada pundak Kakaknya yang posisinya lebih tinggi sambil memeluk bantal sofa.
"Kamu ga ada niatan untuk cari pacar?"
Tian bisa melihat kalau adiknya itu terlihat mendengus pelan. "Udah waktunya loh Je."
"Ya aku nunggu sampe Kak Tian nikah."
Tian tertawa lagi kemudian memperlihatkan jari manisnya yang memang sudah tersemat cincin pertunangan yang artinya itu tidak lama lagi Tian akan menikah.
"Kan bentar lagi dek, nanti kan kamu Kakak tinggal jadi Kakak pengen ada yang jagain kamu sebagai gantinya Kakak." Jelas Tian.
"Atau mau Kakak cariin aja? Jeffrey mungkin atau Dirga? Kan satu rumah sakit tuh kalian, jadi bisa mantau kamu terus." Canda Tian.
Jeana yang kesal dengan candaan Tian, kemudian melayangkan satu pukulan pada lengan kanan Tian yang menurut Tian itu cukup sakit.
"Aw, sakit ah dek kamu tuh bar-bar banget. Ini Kakak lagi ngomong serius juga."
"Ihhh maaaaaf.. aku kan ga sengaja mukulnya."
"Tapi Kakak seriusan deh, kaya nya Dirga itu suka sama kamu."
Jeana langsung membulatkan matanya dan menatap Tian dengan ekspresi tidak percaya. Orang yang sering Jeana sebut dengan manusia kutub itu mana mungkin menyimpan perasaan pada Jeana. Tidak akan mungkin sepertinya.
"Kakak tau darimana? Ga mungkin manusia kutub itu suka sama aku. Orang kaku kaya gitu kok."
"Siapa yang kamu sebut manusia kutub?"
"Ya itu temen Kakak lah, siapa lagi."
"Lagipula nih ya Kak, dimana mana itu kalo orang suka pasti nunjukin dan ada usaha nya kaya ngasih perhatian lah gitu, lah itu temen Kakak galak nya nauuzubillah. Perasaan kalo aku pms aja galaknya ga ada segitunya deh." Tambah Jeana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRGANTARA | Kim Doyoung ✔ [SEGERA TERBIT]
Romance▪ 𝑴𝒂𝒔 𝑫𝒊𝒓𝒈𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒐 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒎𝒖 𝒂𝒌𝒖 𝒆𝒌𝒔𝒑𝒓𝒆𝒔𝒊 𝒎𝒖𝒌𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒏𝒂𝒅𝒂 𝒃𝒊𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉 𝒈𝒂? ▪𝑲𝒂𝒍𝒐 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉 𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒏𝒚𝒂𝒎𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂.