Keluarga Brahman

13 0 0
                                    

Rayan memarkir "Moge-nya" di garasi samping rumah keluarga Brahman. Ia dan kakeknya tinggal di rumah yang memiliki delapan orang pelayan, tiga satpam dan dua orang sopir pribadi.

Sejenak Rayan membuka sepatunya di garasi dan menyimpannya di rak sepatu yang tersedia di sana. Ia lalu memakai sandal rumah yang ringan dan tipis sembari masuk ke rumah lewat pintu samping.

Di ruang keluarga ia menjumpai tiga orang wanita paruh baya yang duduk menikmati cemilan dan jus di sana.

Di sana hadir Yudha dan Akrin kakak perempuannya yang baru kembali dari Jerman.

Yudha tak memerdulikan kehadiran Rayan sedangkan Akrin sibuk menggosok kukunya agar licin dan cantik.

Di sisi lain ada Angga yang sibuk dengan smartphonennya dan Brian yang berdiri di dekat jendela sembari merokok.

Rayan nampak kikuk melihat ketiga adik ayahnya menatapnya dengan sorot mata tajam. Hal itu membuatnya nampak asing dan ingin cepat berlalu ke kamarnya.

"Dasar tidak sopan, baru datang malah nyelonong seperti kambing. Gak tahu apa orang tua lagi dudu?" Gerutu Elva, ibu dari Yudha.

"Jangan kaget, dia kan begitu, gak pantas berfamily sama kita, anak dari kalangan bawah kelakuannya memang gak beretika. Sama seperti ibunya." Sambung Salsa, ibu dari Brian.

Langkah Rayan terhenti di anak tangga pertama. Ia menahan malu dan marah karena ketiga tantenya jelas menghinanya secara terang-terangan. Matanya merah dan tertunduk. Sementara di sudut lain, Yudha ikut tertunduk seperti mengerti perasaan Rayan saat ini.

"Udah cuekin aja anak model kampungan kayak dia. Heran deh, masak ayah milih dia sebagai salah seorang kandidat pewaris bisnis keluarga kita. Kan gak level." Tangan Hera dikebaskan di depan lehernya dengan ekspresi muka mengejek.

"Itu karena aku mempertimbangkan siapa yang pantas dan cocok memimpin perusahaan nanti. Aku tidak mau keluarga kita mati konyol karena usaha kita dipimpin oleh orang yang tidak telaten." Tiba-tiba suara Brahman dari lantai atas mengejutkan ketiga putrinya yang datang menjenguknya.

Hera yang baru tiba dari Australia bersama Angga menginap di rumah ayah mereka dan mereka pun datang untuk reuni keluarga.

"Ayah, di sini kan ada Brian, Yudha, Angga, kenapa mesti ada namanya juga di daftar pewaris." Protes Elva.

"Karena dia adalah anak Handi, kakak laki-laki kalian. Aku heran dengan kalian, sepertinya kalian yang lebih dulu pikun daripada saya."

Brahman menuruni tangga lantai dua memberi isyarat kepada Rayan untuk ke kamarnya, karena ia tahu ketiga purinya itu tidak menyukainya hanya karena ibu dari Rayan berasal dari kalangan bawah dan tidak berpendidikan.

Ayah Rayan sudah meninggal karena sakit semenjak Rayan masih bayi, sedangkan ibunya memilih menetap di kampung halamannya.

Brahman meminta Rayan untuk tinggal bersamanya, karena ia sudah Brahman anggap sebagai pengganti Handi, ayah dari Rayan.

"Apa yang akan Angga lakukan pada perusahaan kalau tingkahnya masih kekanakan. Meskipun ia sudah kuliah, tapi masih saja sibuk dengan game. Yudha, hanya karena seorang perempuan, tak mau dewasa dan berdamai dengan saudaranya, sedangkan Brian? Kapan dia bisa menghentikan kebiasaan alkohol, nikotin dan perempuan?

Jangan pikir aku menutup mata untuk pewarisku. Aku bukan orang yang gegabah. Jadi, didik dulu anak kalian baik-baik, setelah itu baru banggakan di hadapanku."

Brahman berlalu dengan tongkat yang membantu kakinya yang telah lemah karena faktor umur.

Langkahnya diiringi dua pelayan yang membawakan tas dan mantelnya. Walaupun usia tidak muda lagi, ia masih sangat bersemangat dalam bekerja. Di depan rumah, sopirnya dengan siaga membukakan pintu dan dengan siaga membawanya menuju kantor perusahaannya.

Sementara ketiga putrinya malah bersungut dan meneruskan kegiatan mereka untuk arisan.

Setiap bulan mereka bertiga akan bertemu di rumah orang tua mereka dengan dalih, untuk reunian atau sekedar temu keluarga. Padahal mereka bertujuan untuk tetap update keadaan rumah, perusahaan, saham, dan kesehatan ayahnya.

👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉

Bibi Tati membereskan piring makanan yang baru saja Rayan habiskan.

Tak sampai dua menit meja belajar Rayan yang tadinya disulap menjadi meja makan, seketika berubah kembali fungsinya menjadi meja belajar. Rayan membersihkan sisa makanan yang masih menempel di sekitar bibirnya dengan tisu.

Ia menatap bi Tati yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri. Seluruh keluhan, rahasia dan keinginannya dan keinginan kakeknya.

"Tuh, kan, aku udah bikin bi Tati repot lagi. Sampai bibi harus bawakan makanan ke kamar, lalu membereskannya setelah aku makan.

Padahal kan aku sudah bilang akan makan di ruang makan meskipun ada tante Elva, tante Salsa ataupun tante Hera. Kakek terlalu takut aku dibuly mereka. Aku yakin sudah bisa atasi apapun yang terjadi nanti."

Rayan mengoceh sambil membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel di baju dan di atas meja. Ia tidak tega merepotkan wanita yang sudah la anggap sebagai pengganti ibunya di rumah besar itu.

"Udahlah den... Kalau tidak begini aden tau kan akibatnya... Kita-kita yang kenal omel dari pak Brahman.

Ingat dulu waktu pertama aden nyuci piring sendiri? Kita malah diancam untuk pemangkasan gaji sampai pemecatan. Itu semua saking sayangnya tuan sama aden."

Bi Tati membenarkan letak meja belajar Rayan.

"Tapi itu sangat terlihat sekali kakek pilih kasih antara aku dan sepupu-sepupu aku. Akhirnya aku kena serangan omelan dan cercaan terus dari saudari-saudari ayah."

Rayan menyandarkan kepalanya sambil menerawang.

"Den Rayan tuh beda dengan sepupu-sepupu yang lain, kecuali mas Yudha, dulu dia sangat ramah. Tapi sekarang dingin dan pendiam. Itu mungkin adanya orang ketiga." Bi Tati melirik Rayan.

"Maksud bibi orang ketiga?" Rayan mengerutkan keningnya.

"Aduh aden... Sekarang tuh lagi tren orang ketiga. Di sinetron, di pemberitaan selebritis, dunia politik, bahkan di tetangga, ada istilah orang ketiga!" Bi Tati seakan menyindir hubungannya dengan Mairah.

"Kog pake libatin dunia politik sih?" Rayan menatap bu Tati dengan ekspresi lucu.

"Ya iyalah den, secara politik itu selalu dikaitkan dengan harta, tahta dan wanita. Karena ketiganya bisa membuat seseorang melambung tinggi dan bisa juga menjatuhkannya sampai ke dalam tanah." Bi Tati hampir tertawa mendengar kata-katanya yang filosofis.

"Hmmm.. Aku juga sebenarnya udah bosen sama tingkah Mairah. Kadang aku nyesel bi, bisa dekat sama Mairah.
Dulu pernah terfikir untuk miliki dia,tapi setelah aku dekat dengannya, aku seperti bersyukur ia tak bersama kak Yudha lagi karena kelakuannya yang sering menjengkelkan."

Rayan menarik nafasnya dalam-dalam. Ia serasa sesak mengingat kembali hubungannya dengan Yudha.

Sekian kali ia pikirkan ia selalu merasa bersalah karena sudah memilih Mairah daripada Yudha sepupunya sendiri. Ia seperti merasa menjadi kambing hitam dari retak dan hancur hubungannya dengan Yudha.

Bibi Tati menatap Rayan sambil tersenyum.
"Sudahlah den, yang berlalu biarlah berlalu. Yang penting den Rayan menyadari dan mau memperbaiki hubungan aden dengan den Yudha. Bibi tuh ngerti bagaimana rindunya kalian ingin akrab seperti dulu lagi."

Rayan menyandarkan tubuhnya dan menarik nafas dalam-dalam mengingat hubungannya dengan Yudha tengah kacau semenjak mereka bertemu dengan Mairah, dan juga Antis.

Hi.... Reader-ku... Semoga terhibur dengan part ini, kalau ada yang aneh silahkan komentar dan jangan lupa vote. Kalau yang baca banyak part ini, part next akan update secepatnya, apalagi ada yang coment atau ada yang request, pasti akan dikabulkan segera deh. See u..

ANTISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang