Berpisah

2 0 0
                                    

Antis pamit keluar dari ruang kerja pak Brahman ketika seorang laki-laki masuk.

Ia dengan lemas menuruni tangga dan masih belum puas mendengar masa lalu yang tak pernah ia ingat.

Tanpa sadar tiga pasang mata memperhatikannya dan bingung dengannya karena sama sekali tak menyadari keberadaan mereka.

Heh, kamu siapa?
Hera menatap sinis ke arah Antis diikuti kedua saudarinya.

Antis yang tersadar kaget lalu menoleh ke belakanya. Ia kembali menatap keyuga perempuan sangar di depannya.

"Saya?"

Antis menunjuk dadanya sendiri.

"Iya, kamu!!!! Kamu pikir kami lihat hantu apa?"

"Umm... Maaf tante... Kirain... "

"Sejak kapan saya jadi tante kamu!!! Ngapain kamu dari ruang atas??"

"Sa, saya ummm... Saya tadi ketemu pak Brahman."

Elva menatap seragam yang dikenakan Antis.

"Jangan-jangan kamu temannya anak kampung itu."
Gerutu Elva.

"Anak kampung?"
Antis menautkan keningnya karena tak mengerti.

'Masa pak Brahman dikatai anak kampung'
Antis menggumam dalam hati.

"Um... Aku tamunya pak Brahman."

Antis mencoba menjelaskan kembali.

Elva, Salsa, dan Hera saling berpandangan. Mana mungkin ayah mereka punya partner bisnis seorang gadis yang masih SMA.

"Heh!  Kamu jangan ngibulin kami ya, kamu pikir kami gak tau? Kamu pasti temannya anak kampung itu, buktinya seragam kamu sama dengan seragamnya."
Tandas Hera.

"Dia memang tamu saya."

Pak Brahman muncul dengan seorang laki-laki tegap di belakangnya. Ia merupakan salah seorang manajer di anak perusahaan pak Brahman di Kalimantan.

Mereka mulai  menuruni tangga satu per satu hingga mendekati Antis.

"Kamu boleh pulang sayang. Maaf sudah membuat kamu tak nyaman."

Antis tersenyum. Sedang ketiga putri pak Brahman hanya ternganga.

"Aku pamit dulu pak."

Antis meninggalkan mereka yang masih mematung di ruang tamu.

"Sayang?"
Salsa sedikit berbisik.

"Ayah sekarang main serong dengan anak ABG? Apa ayah tidak cinta lagi sama ibu?"

"Tutup mulutmu Salsa. Kalian sudah mengganggu tamu ayah, dan sekarang kalian malah menuduh ayah yang bukan-bukan?"

"Lalu siapa dia ayah?"
Elva tak mau diam.

"Kalian tidak perlu tahu. Seharusnya tadi kalian ramah dan berkenalan dengan baik. Kalian malah menekannya, menuduhnya yang bukan-bukan."

Pak Brahman dan anak buahnya menuju garasi tanpa memperdulikan ketiga putrinya yang sedang kesal.

👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉

Antis keluar dari pagar kediaman pak Brahman. Baru hampir lima meter ia berpapasan dengan seseorang yang sangat ia kenal. Rayan.

Ia mengendarai motornya dan setelah melewatinya beberapa meter ia berbalik dan menghampiri Antis.

"Ngapain kamu di sini?"
Rayan memarkir motor dan membuka perlahan helmnya.

"Kamu yang ngapain di sini?"

Antis membalas dengan sewot.

"Ini kompleks rumah aku. Jangan bilang kamu kepoin aku sampai nyari alamat aku."

"Ih, narsis banget ya kamu. Ngapain juga gue kepoin kamu?"

Antis pelototkan matanya.

"Bisa jadi kan begitu..."

"Emang di sini hanya rumah kamu aja yang ada? Di sini kan banyak perumahan...."

"Udah deh gak usah gengsi pake nyangkal segala."

"Wek... Malasnya gue berdebat sama lo, bikin habis energi. Mending gue pulang."

"Udah jangan gengsi gitu dong... Nanti gue antar pake motor keren ini."

"Hum. Narsis!!!, gak usah ya, mending gue pulang jalan kaki dari pada naik motor jelekmu itu, bikin polusi."

Antis lalu mempercepat langkahnya malas dikejar terus sama Rayan.

Tidak jauh Antis meninggalkan Rayan, mobil pak Brahman menghampiri Rayan.

"Rayan, kamu lama sekali pulangnya?"

"Iya kek tadi ada rapat osis."

Antis menghentikan langkah dan berbalik ke belakang.

'Lho, itu kan mobil pak Brahman? Kenapa pak Brahman malah ngobrol dengan si kunyuk itu ya?'

Uuuuuuuuuu

Reader cantik, yang ganteng maaf ya pendek, sekarang tuh singkat aja ya yg penting padat dan jelas.... Seee uuuu

ANTISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang