1. | the man who wants to keep me down

81K 6.8K 443
                                    

"Minum wedang jahe, mau? Biar Uda bikinin."

Aku menggeleng.

"Air hangat aja gimana? Biar aku ambilin di pantry."

Aku menggeleng.

Kulihat mereka berdua adu pandang, lalu mengendikkan bahu dengan tatapan memelas yang menurutku sangat menggemaskan.

Beda lagi dengan yang satunya, kali ini, dia mengangkat kepalanya, mengabaikan laptop itu dan menatapku. "Kalau dikasih tahu Abang nggak pernah percaya. Cokelat itu nggak bagus buat gigi. Apalagi kamu yang selalu malas gosok gigi sebelum tidur."

Tuhkan.

Punya tiga laki-laki hebat di usiaku yang sudah 23 tahun ini ... rasanya benar-benar segalanya. Aku kayak yang nggak butuh apa pun lagi di dunia. Berlebihan banget memang kesannya, tapi coba aja kamu tahu dan di sini, detik ini, menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri bagaimana tiga superheroku itu menyambut sang gadis ciliknya---ya akulah, siapa lagi kan, kamu pasti bakalan jambak rambutku karena iri.

Halah, halah, aku bakalan lawan sih kalau dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

Masalahnya, ini aku abis cabut gigi semalam!

Iya lhooooo, Tuhan ya Rabb, aku harus mengikhlaskan salah satu gigi gerahamku dibumihanguskan hanya supaya malam-malamku tak mengerikan lagi.

Emang beneran kok, sakit gigi itu rasanya melebihi patah hati. Itu karena hatiku nggak lagi patah. Semoga enggak deh. Cukup tahun-tahun dulu aja.

"Siap naik, Lan?"

Aku langsung duduk tegap, bahkan sebelum si pemilik suara itu memperlihatkan wujudnya. Yaelah, jangankan bentuk fisik, mencium radarnya aja kayaknya aku ketakutan. Bahkan, pipi yang masih terasa bengkak, juga rasa aneh setiap lidahku bertemu dengan gusi kosong bekas penggusuran oleh dokter itu, seketika lenyap, digantikan kesiapsiagaan aku sebagai kacung.

Intinya, peranku sebagai gadis cilik, sang ratu dalam JejakTuan bakalan langsung berganti menjadi budak abadi ketika sosoknya muncul.

"Bentar lagi, Dhan. Lo udah hubungin orang buat benerin komputernya?"

Dia duduk, di sofa single, sementara Abang balik fokus ke benda di hadapannya. Tubuhnya agak membungkuk karena memang laptop itu dia taruh di meja yang dilingkari sofa tempat kami duduk ini. Maksudku, aku, Abang Alan, dan dia ... Raden Randaru Sadhana.

"Ntar malem katanya."

Kamu salah kalau mikir dia ini keturunan keraton, kerajaan atau semacamnya. Dongeng dari Abang sih, Nyokapnya tergila-gila dengan kerajaan jawa, makanya diberi nama begitu.

"La, bikinin kopi."

See?

"Si---"

"La abis cabut gigi. Gue sebenernya tadi minta dia buat pulang aja, toh mikirin naskah juga masih lusa. Tapi dia---"

"Aku baik kok!" Senyum kubuat selebar mungkin, meski bengkaknya pipiku rasanya aneh nggak keruan. "Abang mau ngopi lagi? Sekalian La bikinin. Kang Denny sama Uda mau juga?"

"Biar aku aja yang bikin, La. Kamu jangan banyak ngomong, banyakin diem biar bengkaknya ilang."

Aku nyengir. "Apaan lho. Lapia gitu, masa cabut gigi aja lemah." Hih! Boong aja digedein, itung-itungan dosa nanti pasti kewalahan.

Cabut gigi itu bukan perkara sepele. SAMA SEKALI BUKAN.

"Aku cabut duluan ya. Mau balikin kamera. Nanti kalau aku nggak balik, berarti data yang syuting kemarin aku kasih minggu depan. Happy weekend semuanya! Oh ya, La, inget, pacaran bukan berarti semuanya tentangmu itu milik dia. Ngerti nggak?"

 [ NOVEL ] setelah dapat kerja, lalu apa? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang