7. | i know that he's an old-fashioned man

32K 5.4K 625
                                    

"Bang ... kayaknya jangan di apartemen mas Dhana deh."

Aku tidak berani menatap mata abang, dan memilih mengalihkannya pada dua orang yang mengangkat barang terakhirku ke atas mobil pick up.

Entah kenapa, aku beneran merasa deg-degan. Maksudku, kalau itu milik para abangku yang kami semua sudah terbiasa ngakak, aku merengek, bercanda dan lain-lain, oke nggak masalah. Tapi, astaga, aku dehidrasi hanya memikirkan bagaimana bentuk apartemen itu dan apa jadinya kalau ke depannya aku nggak sanggup bayar.

Bagaimana kalau aku dijadikan tumbal bangunan saat mas Dhana merasa kesal sebab aku tak pernah melunasi tempat tinggal?

Hah, ini bakalan jadi neraka kecil yang mungkin setiap harinya akan melebar.

"La..."

"Eh? Aku?"

"Malah ngelamun."

Ya Allah.
Wahai Dzat Yang Maha Besar.
Jantungku semakin jumpalitan setelah tak menemukan mobil pengangkut barang itu dan kini digantikan dengan mobil milik abang.

Aku mengambil koper mini terakhirku yang berdiri siap angkut, tetapi belum jadi berjalan ketika aku melihat mama Gita dan Agnez menghampiri.

"Pia ...."

"Ma...." Aku kaget saat tubuhnya langsung memeluk, erat banget. "Mama minta maaf ya, mama tuh pengennya bisa jadi keluarga buat anak-anak kost mama, tapi ternyata jodoh memang nggak ada yang tahu."

"Kok?"

"Mama memang nggak terlalu kenal dengan Hago, tapi kalau memang you lebih milih yang ini juga it's okay. Keliatan dewasa dan sayang you banget."

Aku melirik abang yang lagi memasukkan koperku ke bagasi mobilnya. Maksud mama tuh ... abang? Aku memilih abang ketimbang Hago? Ya ampun, aku tertawa geli menyadari satu hal: pasti abang mengatakan itu ketika pamit dengan mama. Senggaknya, dia nggak mengatakan sejujurnya tentang Agnez. Anak itu masih panjang perjalanannya.

Semoga dia mau berubah.

"Mbapia.... gue minta maaf," lirihnya pelan, memelukku juga. Aku paham tujuan maafnya untuk apa.

"Rasa memang nggak bisa diatur kok, Nez. Semoga lo bisa lebih baik dan nemu lelaki yang baik juga."

Lalu begitu saja, aku melambaikan tangan sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.

Oh jantungku, sudah di level mana kondisimu saat ini?

Apa?
SIAGA?

Tidak, tidak. Ini berbahaya.

"Abang...."

"Apartemennya biasa aja kok, La. Kalau-kalau kamu takut, mas Dhana juga punya barang yang nggak mahal kok."

"Masa? Nanti kayak Nagita Slavina, anaknya minta es krim, saking murahnya es krim, dibeli sama tempat-tempatnya sekalian."

Dia ketawa, aku dag-dig-dug! "Beneran. Ini apartemen rakyat jelata. Nggak bohong. Pengamanannya juga nggak terlalu ketat, nggak butuh kartu buat bisa gedor kamarmu. Tinggal rayu satpamnya, maka lift bisa diakses semua orang. Makanya nanti abang pastiin Hago dulu."

Kok bisa mas Dhana punya apartemen sebiasa aja itu ya? Padahal, aku ingat banget bahkan untuk lolipop Bee aja, dia membedakan mana yang mahal dan tidak. Aku masih bertanya-tanya, memangnya ada harga lolipop sampai lima juta gitu?

Enggak mungkin kan.

Kecuai Lolipop bekas mulutnya Gempi. Baru percaya.







 [ NOVEL ] setelah dapat kerja, lalu apa? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang