14. | people come and go.

32.9K 5.6K 1K
                                    

today's challenge:
PAKAI CAPSLOCK KUY!






"Mbala, ini sepupunya nungguin. Saya bilang kalau Mbala biasanya pulang agak sorean, dia tetep kekeh mau nungguin di sini."

He?
Sepupu?

Aku bahkan tidak mengenali wajahnya. Bagaimana mungkin aku punya saudara di sini sementara aku merasa seperti sebatang kara? Lagipula, siapa cewek ini mengaku-ngaku sebagai sepupuku?

Aku bergidik ngeri. Bisa saja ini modus teranyar di Jakarta untuk menjerat mangsa, lalu akan dijadikan budak segala budak. Ya Tuhan, membayangkanya aja membuat perutku melilit bukan main.

"Maaf, Pak saya nggak punya---"

"Dia memang lagi marah sama saya, Pak, jadi jangan diambil hati." Tubuhnya yang lebih besar dariku itu merapat dan tiba-tiba menggandeng lengan. Aku berontak, dia memaksa. "Ayo, Mbak, kita jelasin semuanya di dalam. Makasih ya, Pak."

"Tolong ya, saya nggak kenal sama kamu," lirihku, di telinganya. "Lepasin saya, dan mendingan kamu pulang sekarang atau---"

"Sama Hago kenal kan?"

Dengan satu nama aja, aku tahu kalau pada akhirnya baik diriku maupun cewek yang nggak kukenal itu berjalan bareng, menuju unitku.

Di kepalaku langsung muncul nama lain yang akhir-akhir ini menjadi penyebab pertengkaranku dengan Hago. Azel. Ya, cewek yang bahkan sampai sekarang Hago nggak juga memberi kejelasan tentang siapa tuh cewek.

Tapi, aku sudah berusaha sekuat mungkin untuk nggak terusik. Hago pilihanku. Aku tahu dia baik karena dia sudah berkorban di masa-masa sulitku. Aku nggak mungkin menjadi kurang ajar dengan menganiayanya begitu aja.

Tapi, cewek ini?

Setelah berhasil membuka pintu, aku berhenti, menoleh padanya sekali lagi. Kutatap dia dari jarak dekat dan dia tak terlihat terganggu sama sekali.

Sampai akhirnya, aku mempersilakannya duduk di sofa sementara aku ke dapur untuk mengambil air minum. Tentu aja buatku, aku nggak mau berbagi dengannya meski hanya segelas air.

"Aku nggak mau basa-basi, tapi Mbak memang harus mundur dari sekarang."

Aku ketawa, merogoh tas untuk mencari ikat rambut. Dengan senyuman geli yang masih belum berhenti, aku mengikat rambutku tinggi-tinggi. Rasanya mulai panas.

"Ini bukan lelucon. Aku udah baik hati dengan datang sekarang daripada Mbak berlarut-larut buang waktu buat sesuatu yang nggak ada hasilnya."

"Kamu Azel ya?"

"Wow, ternyata malah udah tahu namaku. Aku Azel. Cewek yang mau dijodohin dengan Bang Hago dan kami sudah mulai berhubungan sejak aku awal kuliah. Sekarang aku udah semester enam, dan aku nggak mau dia masih berhubungan sama Mba."

Aku ketawa, menyesap air mineral dari gelas. Kusilangkan kakiku, "Lumayan kok." Dia mungkin ke depannya bakalan mengikuti jejakku dalam berkarir.

"Mbak mungkin nggak percaya tapi aku udah nggak mau lagi nunggu bang Hago yang mutusin karena dia bilang dia bakalan ninggalin Mba kalau aku sudah lulus kuliah. Itu kelamaan, aku nggak mau terus-terusan biarin kalian bareng."

"Kamu nih lucu deh. Mendingan pulang karena percuma, kamu ngotot begini ala sinetron tapi aku sama sekali nggak akan terusik."

"Kalau dengan lihat ini, Mba masih nggak percaya, berarti beneran nggak punya hati dan logika." Dia menyodorkanku ponselnya. "Silakan baca sebanyak yang Mbak mau buat meyakinkan diri."

Aku harusnya menepis benda yang dia tawarkan itu kan?

Ngapain?
Buang-buang waktu. I know I am stupid, sometimes, tapi kayaknya untuk yang sekarang I should think before doing the bad thing deh.

 [ NOVEL ] setelah dapat kerja, lalu apa? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang