9. | let's focus on communicating!

34.2K 5.6K 1.4K
                                    

challenge of the day:
no translation of Pandan's typing on this chapter🌚












"Kira-kira, tema kali ini apa ya yang bisa bikin orang-orang menganga tidak percaya atas apa yang terjadi? Wah, gue bisa bikin cinta beda alam keknya, biar antimainstrem. Cooool! Eyuh, kenapa malah mukanya si anak uang yang penuh riya itu yang gue bayangin!"

Menaruh lagi pensil di atas kertas kosong, aku mengubah posisi dari tengkurap di atas kasur menjadi berbaring telentang. Memiringkan kepala, aku bisa melihat panasnya siang dunia dari jendela kamar itu, awannya cerah banget, gila! Untung saja, aku bisa bermalas-malasan di dalam apartemen di saat manusia tak beruntung lainnya harus bertemankan matahari.

Eh, La, siapa anda main bilang itu mereka nggak beruntung?

Ya bukan siapa-siapa sih. Oke, sorry, aku kayaknya agak keterlaluan.

Semua manusia itu beruntung dengan cara dan jalan hidupnya masing-masing. Aku contohnya, meski kata semua orang aku ini bodoh karena masih mempertahankan Hago, aku tetap harus bersyukur karena nemiliki prinsip yang kuat. Konsistensi. Tidak mudah dipengaruhi. Contoh lainnya, mereka mungkin beruntung dengan mendapatkan pasangan yang super duper nerimo dan lembut, padahal menurutku itu pasti membosankan. Lainnya lagi, mereka yang harus kandas.

Ah, itu sih kesialan.

Tanganku terulur di saat denting notifikasi terdengar. Saat kukira itu adalah hal penting yang mengharuskan menjeda buah pikir otak, ternyata hanyalah info tak penting dari LINE TODAY soal seorang artis cowok tampan yang menikahi cewek---RALAT, mataku seketika melotot! Si cewek lebih tua 17 tahun dari yang cowok!

Mantab djiwa!

Menang banyak nih mbaknya.

Ck, aku langsung kembali melempar ponsel ke sisi tubuh. Kadang aku merasa berita itu nggak ada pentingnya untuk kelangsungan hidup cewek semacam aku---"Apa-apaan, saudari Lapia Adwinka! Ini bisa jadi ide terbaru!" Aku langsung bangkit duduk, meraih benda penting itu lagi untuk membaca ulang beritanya dengan konsentrasi full. "Oke, gue harus rencanain ini seapik mungkin. Biar mas Dhana pas nanti baca, bakalan terkaget dan terheran dan terkagum dan nggak menyesal karena batal memecatku. Wah, cooool!"

Hah, Bee lagi, Bee lagi.
Pasti mukanya dia lagi kedip penuh kesombongan. Kadang kalau dia pasang ekspresi begitu, aku pengin banget teriak, "Don't do that face to me, bitch!" Lalu setelahnya lidahku akan dipotong dadu oleh bapaknya.

Lupakan.

Let's get started!

Aku kembali tengkurap dan mulai memilin-milin pensil di sela jemari.

Oke, ceweknya kira-kira usia 35-an dengan segala drama kehidupannya. Single. Karir bagus. Itu kan kombinasi yang akurat, biasanya. Nah, aku tinggal mengingat-ingat dilema apa saja yang dialami oleh cewek seusia itu.

Aha!

Mama pernah bercerita tentang kakak kelasnya dulu di jaman kuliah. Meski cantik bukan kebohongan, kata mama, kakak kelasnya itu selalu dijadikan bahan gunjingan, sasaran empuk pertanyaan keluarga besar dan nuga bisikan tetangga yang menilai kalau dia terlalu pemilih.

"Wah, cooool. Gue bisa masukin latar belakang ini di episode-episode awal. Lima episode buat kehidupan pribadinya cukup kali ya."

Keren, La!

Lanjut ke si pemeran cowok. Kira-kira.... berapa ya usianya? Gimana cara mereka bertemu biar nggak kelihatan dibuat-buat demi alur? Aduh, otakku pusing banget nih. Harusnya ini kan aku bisa booking tiket ke Sumba misalnya, untuk menghabiskan liburan-istimewaku. Memangnya, cuma Bee dan mas Dhana aja yang bisa pergi berlibur?

 [ NOVEL ] setelah dapat kerja, lalu apa? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang