5. | it's time to get to know me first!

34.2K 5.2K 445
                                    

anehnya, kadang kamu jauh lebih percaya sama orang yang nggak memungkinkan dibanding aku, yang katanya penting.
---si pacar dalam kebimbangan.








"Gue kayak pengemis nggak mandi gitu nggak sih, La?"

Aku memutar bola mata, ke sekian kali. Sebanyak dia tanya, ya sebanyak itu pula aku kesal campur geli.

"Ini mah bukan make up natural namanya, tapi beneran no make up!" Mulutnya masih merepet, di saat ada mbak cantik lagi bantuin muka dia biar siap take. "Mas Dhana nih ngeselin abis. Kan bisa ya nanti, rambut super gue ini berkibar kena embusan angin gitu, lalu make up tetep on yang nggak masalahlah. Banyak kok cewek yang meski cuma jalan sama pacarnya aja full make up."

"Jadi?"

"Kok jadi?"

"Mbak Kanya nggak mau? Gampang sih, aku tinggal bilang ke mas Dhana biar dia yang mikirin gimana---"

"Gimna caranya buat sembelih gue?" Bibirnya mengerucut. "Tapi tetap keliatan cantik kan, Mbak?"

Si mbak yang ditanya mengangguk dengan cepat. "Cantik. Banget. Natural. Sekali. Mantul. Abis."

Aku ngakak, sementara mbak Kanya mendengus sebal. Sekarang, giliran aku menghampiri mas Egan yang lagi menghafal dialog dibimbing mas Dhana. Sebetulnya, kami nggak terlalu menghabiskan waktu untuk syuting per episode, preparation-nya baru deh yang lumayan. Kayak ini misalnya, palingan nanti juga nggak sampai 15 menit episode-nya.

Super singkat. Jelas. Dan, tamat.

"La, ambilin Teh Botol Ijo-nya buat dipegang Egan."

"Siap, Mas."

Jadi, ada salah satu produk minuman yang akan kami masukkan ke dalam cerita. Sore-sore, tekena angin sepoi, minum teh, lumayan kan?

Setelahnya, aku berdiri, memerhatikan orang-orang yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Kang Denny, Uda dan beberapa orang-orangnya sibuk mengotak-atik kamera, membudik sesuatu, dilihat lagi dan begitu seterusnya. Mas Dhana kembali men-direct untuk tempat pot bunga yang mungkin menurutnya salah letak.

Lalu, lighting untuk siap membantu jika memang diperlukan dengan sangat.

Dulu, aku nggak pernah terpikirkan bisa bekerja di lingkungan seperti ini. Semuanya serba baru dan awalnya memang agak mengagetkan buatku.

Tiba-tiba aku jadi teringat, ketika pertama kali mengetahui kalau JejakTuan---saat itu aku sebagai salah satu subscriber-nya---sedang membutuhkan penulis naskah. Lalu, dengan modal nekat alias ngedrama di otak, aku coba saja, mengirim CV dan berkas lainnya. Dua minggu kemudian, aku mendapat panggilan interview.

Aku selalu geli setiap mengingat percakapanku dengan kang Denny kala itu. Pengalaman interview yang aneh banget, dia memberiku sebuah alur pendek, kurang lebih begini, "Kalau ada dua orang saling cinta tapi beda kasta, menurutmu tindakan paling keren yang harus dilakuin dua orang itu apa?"

Saat itu, aku ketakutan. Tentu saja banyak jawaban yang menyebar di kepala. Tapi, pertimbangan kalau mungkin saja kang Denny bakalan menertawakan atau sangat idealis bikin ketar-ketir. Sampai akhirnya, saking gugup, aku malah menjawab, "Kawin lari, setelahnya semuanya akan baik-baik aja. Time will heal the pain." Lalu, sebuah tawa keras merupakan responsnya.

Aku sudah merasa tamat, tapi ternyata dia bilang, "Besok ke sini lagi ya."

Dan ya, pewawancara keduaku adalah abang yang super baik.

Dua minggu setelahnya lagi, aku kirimi email bahwa aku harus datang ke sana membawa segala berkas yang dibutuhkan sebagai seseorang yang akan bekerja dan dibayar. Lalu, di sanalah pertama kali aku masuk ke ruangan mas Dhana dan dia sedang melempar kertas sambil berteriak, membuatku ketakutan setengah mati.

 [ NOVEL ] setelah dapat kerja, lalu apa? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang