"Jeno, Mamah tidak suka kamu melewatkan makan malam kita dengan keluarga Tjandrakusuma nanti." Suara Kamila Tanutama mengintrupsi seluruh ruang kerja Jeno.
"Mah, aku punya pekerjaan yang lebih penting dari sekedar makan malam. Aku tidak bisa." Jawab Jeno, bahkan dia tidak peduli dengan Ibunya yang sudah marah dihadapannya.
"Kamu Boss, Boss-nya Boss, Jeno. Kamu mempunyai banyak orang untuk mengurusi Qlie Holdings, tidak harus kamu yang turun tangan!"
Ucapan Kamila membuat Jeno sedikit pening, "kalau Mamah masih berpikir seperti itu, bagaimana perusahaanku bisa maju? Qlie Holdings harus aku perhatikan akhir-akhir ini. Saham yang Jams berikan ada sedikit masalah."
Alasan cerdik. Bagus Jeno, kamu akan mendapatkan piala Oscar sehabis ini, Pikirnya.
Kamila terdiam. Memang anak semata wayangnya itu sangat keras kepala yang membuatnya harus banyak bersabar. Dia pikir, tidak ada gunanya anaknya itu menuntut ilmu di Harvard selama Empat Tahun bergelut dengan Finance kalau ilmunya dibuat untuk melawan orang tua.
"Baiklah, sebagai gantinya besok kamu antar Kartika ke Bandung. Dia akan menjalani pemotretan disana."
Kartika Tjandrakusuma. Seorang Artis dan Model terkenal yang sudah ditetapkan perjodohannya dengan Jeno, membuat Jeno muak setiap kali mendengar namanya.
Sebab Kartika datang tepat saat Siyeon pergi dari hidupnya. Membuat Jeno berkali-kali lipat membencinya.
"Aku akan mengirimnya supir, Mamah tidak perlu khawatir," Jawab Jeno dengan santai. Dia sudah lelah membantah perjodohan yang orang tuanya tetapkan itu. Jadi seberusaha mungkin, dia menghindarinya.
"Jeno, tidak ada bantahan kali ini!"
Tatapan Jeno beralih jadi menatap sang Ibu. Tidak, Jeno tidak ingin melawan. Tapi sikap Kamila saat ini sudah kelewat batas menurutnya.
"Berhenti menyuruhku untuk menjadi supirnya kali ini, Mah. Aku tidak mau." Tegas Jeno. Dia tidak akan main-main. Rasa amarah yang sedari tadi ia tahan, sepertinya akan meledak.
"I have a meeting in fifteen minutes and have to focus on preparing something for presentation, Mah. Can you go out now?"
Seperti ditampar, Kamila sangat sakit hati mendengar tutur kata anaknya sendiri yang secara tidak langsung mengusirnya dari sana.
Jeno sangat tahu Ibunya itu kecewa, tapi percayalah. Jeno sudah sangat habis kesabarannya.
"Jeno sudah mengikuti perkataan Mamah selama ini. Kali ini saja, izinkan Jeno untuk menentang."
Akhirnya Jeno yang pergi darisana
sembari membawa Laptopnya, bersiap untuk rapat yang akan diadakan sebentar lagi. Melihat Boss-nya yang menghadiri rapat lebih cepat, membuat para Karyawannya sedikit bingung. Tidak seperti biasanya.Kamila diam menahan amarah. Mau tidak mau ia juga keluar dari sana. Namun hal tak terduga terjadi. Matanya memincing saat dirinya melewati ruang Marketing. Jackpot, kemarahan Kamila makin memuncak melihatnya.
"Lima belas menit dari sekarang, kita akan membahas tentang kerjasama dengan PT. Tinta Jayamakmur untuk menggunakan tintanya sebagai tinta produk kita. Silvia, tolong persiapkan semuanya."
Sebagai Kepala Staff divisi Marketing, Siyeon sedang sibuk mengintrupsi beberapa Staffnya.
Kamila diam ditempat, menatap wajah Siyeon dengan kilatan benci disana.
"Jalang itu kembali rupanya."
.
"Demikian project yang saya sampaikan. Untuk negosiasi tentang dana warna Violet dengan kualitas bagus, akan saya diskusikan dengan Pak Sunwoo sebagai General Manager Divisi Technical dari PT. Tinta Jayamakmur, terimakasih."