"Untuk apa kamu berkemas?"
Jeno menatap Siyeon dengan pandangan heran. Sehabis acara, entah kenapa Siyeon jadi lebih bersikap dingin padanya. Bahkan wanita itu sekarang sedang menyiapkan tasnya dan seluruh pemesanan penerbangan untuk dirinya besok pagi.
Tepat saat Siyeon mengambil selimut dan bantal, Jeno tertawa tidak percaya dan tentu saja tidak akan membiarkannya. Bagaimanapun wanita itu harus tidur dengannya.
"Jeno, lepas!"
Siyeon menyentakkan tangannya saat Jeno menahannya. Tapi yang terjadi adalah Jeno semakin membawa tubuh Siyeon untuk lebih mendekat kearahnya.
"Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan Siyeon. Tapi aku mohon, jangan bersikap seperti ini," Jeno memandang Siyeon dengan seduktif. Bahkan lengannya masih setia mengunci pinggang wanita itu.
Siyeon reflek menarik tubuhnya agar menjauh dari Jeno. Ya, ia tidak akan membiarkan dirinya jatuh kedalam pelukan pria itu lagi. "Aku hanya ingin tidur disofa."
"Tidak akan aku biarkan."
"Jeno, kita belum sah menjadi Suami Istri. Bahkan aku tidak mau lagi..." ucapan Siyeon terhenti. Ia memejamkan matanya dan menarik nafasnya, mencoba agar tidak terlihat begitu mengenaskan, "anggap malam lalu adalah sebuah kesalahan. Aku harap kamu mengerti."
"Aku sudah melamar kamu, Siyeon. Kamu ingin pernikahan saat ini juga? Itu yang kamu mau agar kamu bisa tidur dengan aku? Oke, I'll do that! Make a statement of marriage, dan kita akan resmi menjadi Suami Istri!"
Siyeon menundukkan wajahnya, matanya kembali terpejam, "Aku tidak mencintai kamu lagi, Jeno." ucap Siyeon pada akhirnya.
Ya, ia harus melakukan ini.
"Kamu berbohong," Jeno melepaskan pelukannya kemudian mengusap wajahnya dengan frustrasi, "kamu berbohong Siyeon."
"Aku tidak lagi mencintai kamu. Aku tidak akan melanjutkan pertunangan ini," Siyeon melepas cincin beludru putihnya dan segera ia taruh diatas nakas.
"Siyeon, apa yang..." Jeno menatapnya dengan lirih.
"Aku sangat menghargai kamu sebagai Ayah dari Naeun, tapi aku tidak akan bisa bersama kamu lagi."
Jeno terdiam. Pikirannya yang kacau dan pandangan tidak percayanya masih tertuju pada wanita dihadapannya. Ia tahu kalau matanya mulai terasa panas, "kamu membuat aku marah."
"Belajarlah untuk tidak menjadi Pria yang egois Jeno, tidak semua yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan. Termasuk aku, kamu menginginkan aku tapi aku tidak. Aku tidak menginginkan kamu Jeno. I don't want you and I don't want you to be mine at all..."
"Dengarkan aku Siyeon. Demi apapun aku sangat mencintai kamu!"
Tidak tahu apa yang akan Jeno lakukan setelah ini, tapi mendengar Siyeon yang menolaknya membuat perasaannya sangat hancur. "Siyeon, apa yang membuat kamu tidak mencintai aku lagi? Apa yang aku lakukan terhadap kamu itu kurang? Aku selalu mencintai kamu dan Naeun, menjamin setiap hari kalau kalian bahagia dan akan baik-baik saja sama sekali tidak mudah Siyeon. Aku sangat mencintai kamu, aku sangat mencintai Naeun!"
Airmata Siyeon terjatuh saat melihat bagaimana Jeno yang sekarang duduk bersimpuh dihadapannya, "Siyeon, aku tidak ingin kamu pergi untuk sekarang, besok, atau kapanpun. Aku sangat tidak bisa..."
Siyeon mengusap airmatanya, ia seberusaha mungkin untuk bisa tersenyum, "Aku tetap akan pergi, maka kamu bisa bahagia bersama Kartika. Aku percaya, wanita cantik sepertinya bisa dengan mudah membuat kamu segera melupakan aku."
Jeno terkejut mendengarnya. Rasa amarahnya hadir saat nama wanita itu tersebut, "Siyeon! Apa yang kamu katakan?"
"Aku mengatakan kalau Kartika sangat pantas untuk kamu."