Jeno membuka matanya kala mendengar suara air di wastafel kamar mandi yang terdengar sangat berisik. Pandangannya menoleh kesebelah. Siyeon sudah tidak ada diranjangnya.
"Siyeon?" Panggil Jeno. Tangannya mengeliat jam dinakas sisi kiri, tepat pukul jam Satu malam.
"Huweek!"
Jeno langsung terfokus pada suara Siyeon yang mengaduh mual. Saat dirinya menghampiri, justru yang dilakukan Siyeon adalah menjauh.
"Siyeon, kamu..."
"Pergi!" Teriak Siyeon dengan reflek. Tangannya kembali menutup mulut agar mualnya berhenti.
Jeno mengeryitkan dahi. Apa maksud Siyeon yang malah menyuruhnya untuk pergi? Sedangkan Jeno semakin khawatir melihat bagaimana kacaunya Siyeon dengan wajah pucatnya.
"Siyeon, ada apa?" Tanya Jeno. Semakin Jeno mendekat, Siyeon semakin menjauh. "Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan air hangat."
Jeno bergegas pergi kedapur. Didalam dapur, ia malah seperti orang ling-lung. Ia mengingat-ingat kembali apakah ada yang salah dengan apa yang Siyeon makan hari ini atau tidak. Dirinya sangat khawatir.
"Oh, shit!" Rutuk Jeno saat tangannya sedikit mengenai air panas yang baru saja mendidih.
Sekali lagi, saat ini Jeno Lee Tanutama terlihat sangat berbeda jika berada dikantor. Perawakannya yang luar biasa gagah sekarang malah lebih terlihat seperti orang bodoh yang tidak bisa berbuat apapun saat Calon Istrinya mual karena mengandung anaknya sendiri. Dia benar-benar merasakan sulitnya menjadi seorang Ayah sekarang.
Jeno juga mengambil Biskuit Ibu Hamil yang beberapa hari lalu ia beli, walau Siyeon tidak mengetahuinya.
Ia masih ingat jelas saat Dokter Yasmin berkata, "untuk menjadi Ayah yang siaga, anda harus menyiapkan semua keperluan Nona Siyeon, Tuan. Anda bisa membeli Biskuit dan Susu untuk ibu hamil jika sewaktu-waktu Nona Siyeon terasa mabuk."
Bahkan Biskuit ini pun ia beli sendiri saat sepulang Kerja. Dan yang membuatnya bingung adalah banyaknya varian rasa, membuat Jeno harus membeli semuanya.
Ya, dan benar saja ini sangat membantu.
Selagi menyiapkan Biskuit, pandangan Jeno beralih pada kamar disamping mereka. Takut saja jika Naeun bangun dan menangis.
Saat Jeno kembali kekamar, dirinya sudah melihat Siyeon yang duduk lemas diatas ranjang mereka.
"Siyeon, katakan padaku apa masih terasa mual?" Jeno duduk bersimpuh dihadapannya.
"Jeno, aku..."
"Sekarang kamu minum air hangat ini." Jeno membawa air hangatnya pada Siyeon. Siyeon melihatnya dengan tatapan nanar.
"Aku..." Siyeon memalingkan wajahnya. "Aku membenci kamu Jeno."
"Apa?" Kalimat spontan dari Siyein membuat Jeno semakin mengeryitkan dahinya, "Kamu membenci aku?"
"Ya!" Siyeon reflek berteriak lagi, dan itu membuatnya sangat merasa bersalah. Oh Tuhan... gumamnya dalam hati.
"Aku tidak mau melihat kamu pagi ini. Aku benci kamu!" Siyeon memukul lengang Jeno berkali-kali. Dan lagi-lagi Jeno hanya bisa terdiam seperti orang bodoh meresponnya.
"Aku sangat tidak mengerti apa yang kamu..."
"Mulai sekarang, aku tidak ingin kita satu ranjang." Ucap Siyeon pada akhirnya sebelum dirinya mual kembali dan bergegas ke wastafel. "Huweek!"
"Siyeon, apa yang kamu bicarakan? Tolong katakan bagian mana perlakuan aku yang salah terhadap kamu?"
"Kamu salah. Sekarang, kamu ambil bantal kamu dan tidur di Sofa!"