"Bulan itu," Cewek itu menghentikan ucapannya, lalu menunjuk ke arah bulan sabit yang tengah bersinar di langit sana. "--lo tahu?" lalu melanjutkan.
"Iya dong." Cowok di sampingnya itu mengangguk penuh percaya diri, lalu beringsut mendekatinya, mengambil lengannya lalu memeluknya dengan erat. "Itu kan elo. Lo, penyinar gue di kala gue kegelapan." Dia mulai menggombal. Mendusel-duselkan kepalanya ke ceruk leher si cewek.
"Lo udah bilang itu berkali-kali." Cewek itu memalingkan wajahnya, menatap puncak kepala si cowok yang tampak nyaman dengan posisinya itu.
Cowok itu hanya berdehem pelan. Lalu melihat pada bulan itu. Matanya terlihat menerawang, entah ia sedang memikirkan apa.
Si cewek terdengar menghela napas panjang.
"Lo tahu, Bulan itu ... nggak selamanya bisa nemenin Bumi. Nggak bisa selamanya menjadikan Bumi sebagai pusat atensinya." Cewek itu menarik napasnya dalam-dalam. Seolah ada beban berat yang sedang ia rasakan, lalu memalingkan wajahnya pada cowok itu yang ternyata juga sudah mengalihkan seluruh atensinya pada dirinya.
"Tapi, lo itu Bulan gue. Dan gue sebagai Bumi lo, nggak bakalan biarin lo pergi," balas cowok itu dengan mantap.
Si Bulan itu beringsut agak menjauh, membuat si Bumi menegakkan tubuhnya dan melihat cewek itu dengan tatapan tanda tanyanya. "Kenapa?" tanyanya dengan kening mengernyit dalam.
Cewek itu menggeleng. "Nggak bisa."
"Maksud lo?" kejar cowok itu, memastikan ia tidak salah dengar.
"Lo bilang, lo bakal jadi Bumi tempat Bulan mengadu, kan?" Cewek itu mengulas senyum pedih.
Si cowok hanya diam dan membiarkan cewek itu melanjutkan ucapannya.
"Gue tahu, maksud lo pengen jadi superhero buat gue kan? Tapi maaf, seperti yang gue bilang di awal. Lambat laun, Bulan bakalan ninggalin Bumi. Seberapa besar usaha lo mempertahankan hal itu, lo nggak akan mampu. Karena---" Cewek itu menahan suaranya. Ia memindai wajah cowok di hadapannya itu, berusaha memasukkan memori tentang dia ke dalam otak kecilnya, dan ia kunci rapat-rapat. "---udah jadi ketentuan alam, kalau Bulan bakal ninggalin Bumi."
Cowok itu menggeleng, bibir tipisnya tampak bergetar. Dan bola matanya bergerak liar. "Gue bisa jadi hal lain." Ada seberkas rasa khawatir yang bisa cewek itu tangkap dari gelagat cowok di depannya. "Gue bisa jadi apa pun biar lo bisa tetep bertahan di sisi gue. Gue pengen lo tetap menjadikan gue sebagai pusat atensi lo."
Cowok itu beringsut mendekat. Lalu meraih kedua tangan cewek di sampingnya dan mengenggamnya dengan sangat erat. Ia tak akan membiarkan Bulannya menjauh sedikit pun darinya. Ia akan mempertahankan Bulannya supaya tetap mau berada di sisinya.
"Gue nggak bakal biarin lo pergi menjauh barang sedikit pun." Cowok itu memeluk si cewek di tubuh besarnya.
"Tapi---" Cewek itu menghela napas panjangnya. "---gue cuma manusia biasa, yang apa pun ada batasannya. Termasuk dalam hal menjadikan lo sebagai pusat dunia gue."
Cowok itu semakin mengeratkan pelukannya. Tidak setuju dengan ucapan cewek itu.
Apa pun caranya ia akan tetap mempertahankan Bulannya agar tetap berada di sisinya. Apa pun itu. Asal, Bulan tidak meninggalkan Bumi. Bulan tetap bersama Bumi. Bulan tetap mengelilingi Bumi sebagaimana mesthinya, menjadikan Bumi sebagai pusat segalanya.
Ya, hanya itu.
TBC
Started : 11-05-2019
Finished : -
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Bumi dan Bulan [TAMAT]
Teen Fiction[15+] LENGKAP [Tidak ada adegan dewasa, hanya kata-kata yang kasar. Jangan ditiru!] Julian itu ganteng. Hampir semua cewek suka sama dia. Julian itu playboy. Dan hampir semua cewek masih suka sama dia. Julian itu cuek, tapi kalau sama Lana dia perha...