s e v e n

4.1K 321 13
                                    

Julian nggak tahu ya, beberapa hari ini tuh Lana jadi sering murung gitu. Dia tanya kenapa, jawabnya, "Gue nggak papa."

Ya kan Julian nggak bisa percaya begitu aja. Dia tahu, nggak papanya seorang cewek itu ya pasti ada apa-apa. Julian benar-benar percaya, ada yang nggak beres sama ceweknya itu. Tapi dia nggak tahu, keenggak-beresan itu sumbernya dari mana.

Atau ya, mungkin si Lana ini marah karena minggu lalu dia udah manja banget sama itu cewek, sampai ngerengek-rengek minta ditemenin, atau lagi, kalau enggak ya dia marah gara-gara beberapa hari lalu Julian nerima cewek yang nembak dia. Dia pacaran lagi gitu.

Ya gimana ya, Julian itu kan terlalu baik, kata cowok itu sendiri sih. Dia nggak tega gitu kalau mau nolak. Alasannya ya, takut nyakitin hatinya lah, takut bikin nangis lah, secara anak orang, bukan anak hewan juga. Entar kalau diamuk, Julian juga yang kena. Julian sih nggak mau ya. Takut gitu, dia anak baik-baik juga, nggak mungkin kan kalau dia jadi urakan terus ngelawan makhluk sebangsa dia? Dia bukan sejenis kanibal kali.

Ya itu sih alasan dia doang, dia kan emang playboy. Faktanya mah, dia takut tittle ke-playboy-annya bakal hilang kalau dalam seminggu dia ngejomlo, nggak sih, dia nggak jomlo, kan faktanya lagi Julian itu pacarnya Lana. Maksudnya ya, mungkin kalau dia nggak punya pacar banyak gitu mungkin.

Julian nggak peduli sebenarnya kalau si cewek yang nembak dia itu nangis, sakit hati, atau apalah-apalah itu. Benerah deh, serius ini dia.

"Kamu marah ya sama aku?" tanya Julian sambil memberengut sebal sama Lana yang lagi fokus ke papan tulis, menulis apa yang gurunya tulis di depan. Rumus tentang hukum Carnot. Pelajaran Fisika.

Lana hanya melirik sekilas ke Julian. Sebenarnya dia nggak marah, dia juga nggak kecewa. Dia malah lupa kalau Julian punya gandengan baru. Menurut Lana sih, Julian emang pacarnya. Pacar itu cuma status, belum punya hak apa-apa kalau mau nuntut ini-itu. Beda lagi kalau suami istri, udah pasti urusan salah satunya jadi urusan berdua.

Alana nggak bakalan ngelarang Julian buat berhenti mainin hati cewek. Itu hak dia, terserah dia mau apa.

Ya bukannya si Alana ini nggak ada rasa sama Julian, nggak suka atau nggak cinta sama cowok itu, sampai-sampai ngizinin dia pacaran sama cewek lain, cuma ya itu tadi. Alasannya sama. Dia belum ada hak sama Julian, biarin cowok itu bereskpresi seperti apa yang dia mau.

Secinta apa pun Alana, dia bakal tetap nahan rasa cemburunya dan jadi cewek yang kuat untuk nggak nangis cuma karena tingkah laku jelek Julian.

Lagipula ya, pikiran Lana itu lagi cuma fokus sama masalah rumahnya. Masalah yang nggak perlu dia bawa-bawa apalagi dia ceritain sama Julian. Julian bakal bereaksi berlebihan kalau tahu, dan dia nggak mau kalau hal buruk terjadi sama cowok itu.

"Ih, kok diem aja sih? Aku nanya nih." Julian menegur. Bibir atasnya dia kulum dan kedua tangannya dia silangin di depan dada. Gaya kesal cowok itu masih sama dari kecil, nggak berubah-ubah, padahal ya dia udah ngalamin tanda-tanda akil baligh atau dewasa. Udah pernah mimpi basah, ya fantasinya jelas si Lana. Suaranya juga udah berubah, jadi agak berat-berat gitu. Ya pokoknya banyak yang berubah dari cowok unik satu itu.

Alana benar-benar mengabaikan ucapan Julian, membuat kadar kekesalan cowok itu meningkat berkali-kali lipat dari sebelumnya.

"Lana ih, awas ya?" Cowok itu terdengar memperingati, tapi Lana masih nggak acuh.

Julian lalu berdiri secara tiba-tiba, membuat kursi yang ia tempati berdecit nyaring sampai narik semua atensi pasang mata yang ada di kelasnya itu, termasuk Ernest yang duduk di bangku belakang dan Lana yang tadinya nggak acuh sama dia.

"Kamu kenapa, Jul?" tanya Bu Engga dari depan papan tulis, menatap Julian dengan kening mengkerut.

"Lana hamil, saya yang hamilin dia!" kata cowok itu lantang, yang membuat seluruh pasang mata di kelas itu membulat sempurna.

Ernest mengusap-usap dadanya. Sementara Lana menatap cowok itu dengan tatapan horornya.

Cari mati Julian. Cowok itu bercandanya keterlaluan.

TBC

Saya tahu kok, ini cerita sepi. Iya. Saya juga tahu kok, saya nulisnya gak konsisten. Kadang baku, kadang ya kayak part ini.

Saya nulis cerita ini bareng saya nulis cerita romance yang ya gaya bahasanya baku gitu. Saya suka ke bawa suasana, kadang selesai nulis part ini terus nulis yang satunya lagi yang bahasanya jadi kayak gini, atau kebalikannya juga gitu. Tapi saya usahain bakal saya bedain gitu nulis cerita ini sama yang satunya lagi.

Bukan Bumi dan Bulan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang