Dugaan Julian seratus persen benar, Lana marah sama dia. Bahkan cewek itu sampai nggak mau ngomong sama Julian, nggak mau nyahut pas dia tanya. Julian sadar, dia emang keterlaluan banget sampai ngomong kalau Lana hamil.
"Lan, udah dong, lo jangan ngambek. Jangan bikin gue tambah sedih gini, gue rasa-rasanya mau nangis tahu nggak, sih?" Julian berdiri di hadapan Lana, cowok itu mencoba menghalangi langkah cewek itu yang mau keluar kelas.
Lana ngedongakin kepalanya, ngeliat wajah Julian yang memerah nahan tangis. "Lo nggak lucu, Jul!" Suara Lana emang rendah, nggak meninggi, atau kelihatan emosi, tapi Julian tahu banget gimana Lana. Cewek itu emang nggak bakal nunjukin kemarahannya ke siapa pun, Lana lebih suka nunjukkin kemarahan dia dengan sikapnya yang berubah drastis nggak kayak biasanya.
"Minggir Jul, lo ngalangin jalan," peringat cewek itu datar, sambil ngedorong bahu Julian.
Julian mencebik, matanya memanas. Lana nggak pernah sekasar itu sama dia, ya bagi Julian. Ini pertama kalinya cewek itu mendorong bahunya. Fisik Julian nggak sakit, tapi hati cowok itu yang sakit. Dia sakit ngelihat Lana mulai ngejauh dari dia. Dia sakit Lana marah sama dia.
"Lana!" panggil Julian. Cowok itu menghapus air matanya yang nggak tahu kapan udah ada di pipinya, dan berlari mengejar cewek itu. "Please, jangan marah kayak gini sama gue. Gue sakit, Lan," beritahu cowok itu sambil berusaha menyamai langkah kaki Lana.
Julian udah nunjukin raut melasnya sama cewek itu, tapi nggak berefek apa pun. Lana tetap keras kepala, nggak mau acuh sama dia. Dia tetap jalan ke depan tanpa nolehin kepalanya ke Julian yang lagi-lagi udah nangis.
Banyak anak SMA mereka yang ngalihin atensinya ke mereka. Ada beberapa anak yang bisik-bisik juga. Tentu ngomongin perihal berita bodong yang bilang Lana hamil. Lana cewek nakal lah, Lana cewek munafik lah, Lana yang suka ngegoda Julian lah, sampai-sampai cowok yang menurut mereka terlalu baik itu tergoda buat ngelakuin hal-hal nggak senonohlah, dan lain-lain. Berita kehamilan palsu Lana kayaknya memang udah nyebar secepat kilat ke penjuru sekolah. Itu bukan berita yang bagus.
Apalagi pas mereka lihat Julian nangis sama mohon-mohon ke Lana, netizen-netizen sekolah mereka mulai beraksi dengan mulut pedasnya. Ngomong ngalor-ngidul dengan presepsi-presepsi mereka yang semakin kreatif dan 'unik' yang lebih menjorok ke suatu hal yang menjengkelkan.
"Tuh lihat, Julian sampek nangis kayak gitu. Kayaknya dia lagi bujuk Lana supaya Lana mau gugurin kandungannya."
"Ih jahat bener sih, si Julian. Dia enak ngerasain proses bikinnya, tapi pas udah jadi, malah mau ngilangin gitu aja. Nggak mau susah itu, udah pasti."
Lana menghentikan langkahnya. Tangan cewek itu terkepal kuat di sisi tubuh. Telinganya sudah memanas dan napasnya terdengar memburu, sarat akan emosi. Dia mencoba memejamkan matanya, meredam emosinya yang terasa berkobar tapi semakin dia tahan, rasanya malah semakin meledak.
"Ya kalau gue jadi si Julian sih, so pasti gue bakal nyuruh Lana gugurin kandungan dia. Rasional aja ya, kita ini masih muda banget. Perjalanan kita masih panjang, masih ada banyak cita-cita yang pasti pengen kita raih, kan? Nggak mungkin di umur kita yang masih seumur jagung, dalam tanda kutip, kita disuruh ngejaga bayi yang pasti ngerepotin banget. Terus pikirin juga gimana kita kasih susu sama itu bayi, gimana kita ngehidupin emaknya bayi itu, kalau kita aja belum bisa cari duit, gimana cara ngedidik dia kalau kita aja juga masih butuh didikan. Susah coi punya anak di usia muda dan nggak ada pengalaman apa pun gini."
"Rasional sih rasional, tapi ya pikirin dampaknya lah. Nggak baik juga buat Lana. Lagian gini ya, banyak pasangan di luar sana yang kepengen punya anak, tapi sampai bertahun-tahun Tuhan nggak kasih mereka keturunan. Dan, dengan seenaknya mereka berdua mau bunuh anak mereka? Anjir, gila aja! Masuk aja sono ke neraka!"
"Ya yang paling rasional menurut gue sih, nggak usah ngelakuin proses bikin anak pas lagi sekolah kayak gini, apalagi di luar nikah. Kan udah tahu ya, dampaknya gimana. Nggak baik. Lagian dosa besar juga. Gue sih, masih pengen masuk surga."
Lana menggeram pelan, percakapan dari anak-anak sekolahnya itu bagaikan radio rusak, ketika frekuensinya dia pindah, tetap aja nggak ada yang bisa dia nikmati. Lana sama sekali nggak suka. Apalagi pas ngelihat Julian yang masa bodoh dan terus ngerengek-rengek kayak anak kecil gitu tanpa ngelihat situasi.
Lana menarik napasnya, lalu membuangnya dengan kasar. Wajahnya udah cukup menggambarkan bagaimana frustrasinya dia. Dia pengin teriak kencang dan bilang kalau dia nggak beneran lagi hamil. Itu cuma omong kosong Julian aja. Tapi nggak tahu kenapa, dia kayak nggak punya keberanian buat ngomong kayak gitu. Dia udah kicep dulu sebelum beraksi.
"Jul, kalau lo mau gue maafin, ngomong sama mereka kalah gue nggak beneran hamil anak lo. Buat mereka sampai percaya. Gue capek," kata Lana. Cewek itu kayaknya benar-benar udah capek.
"Tapi--"
"Please," mohonnya.
Julian terdengar mengerang panjang, mengacak rambutnya yang berantakan, lalu menghentak-hentakkan kakinya ke lantai koridor.
Lana tahu, bakalan sulit ngehapus berita bodong tentang kehamilan dia. Orang lain nggak bakalan percaya gitu aja sama omongan Julian. Dan itu tugas cowok itu yang paling berat.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Bumi dan Bulan [TAMAT]
Teen Fiction[15+] LENGKAP [Tidak ada adegan dewasa, hanya kata-kata yang kasar. Jangan ditiru!] Julian itu ganteng. Hampir semua cewek suka sama dia. Julian itu playboy. Dan hampir semua cewek masih suka sama dia. Julian itu cuek, tapi kalau sama Lana dia perha...