f o u r t e e n

2.9K 234 4
                                    

Acara eksposisi malam ini berlangsung begitu meriah. Ada beberapa panggung pentas seni yang berdiri kokoh dengan pengeras suara di ke dua sisinya. Ada banyak stan juga yang menjual berbagai makanan segala jenis, aneka kue kering maupun basah, barang-barang unik, mainan anak-anak, sampai perabot rumah tangga, pokoknya lengkap banget. Bahkan bianglala dan tong setan yang biasanya ada di pasar malam juga udah nongkrong di tengah alun-alun, malahan jadi icon acara itu.

Ketika tiba pertama kali di sana, mata Julian langsung berbinar. Seolah dia baru saja menemukan oase di padang pasir. Takjub mungkin, dia jarang melihat yang begituan. "Gila! Keren banget sih!" pekik cowok itu mulai ramai sendiri.

Ernest yang berada di sampingnya mulai beringsut menjauh. Malu sendiri saat beberapa orang melihat ke arah mereka dengan tatapan aneh.
"Pacar lo tuh Lan, katrok banget sih!" komentarnya pada Lana yang berdiri di samping Julian.

Cewek itu nggak banyak ngomong dari awal Julian jemput, jemput paksa sebenarnya karena Lana emang sempat nolak tadi. Katanya dia mau belajar. Tapi karena Julian itu wataknya keras kepala dan mau menang sendiri, jadinya ya begitu. Pada akhirnya Lana juga ikutan ke eksposisi, meski terpaksa banget.

"Kalau lo nggak suka sama gue ngomong aja, nggak usah nyindir-nyindir gitu," Julian menyahut lalu terbatuk-batuk saat bapak-bapak bertubuh tambun lewat di depannya sambil menghembuskan asap rokok.

Ernest menyebik, nggak mau menanggapi ucapan Julian yang sekarang lagi kumat manjanya, cowok itu bergelayut di lengan Lana sambil mengadu kalau dadanya panas gara-gara asap rokok tadi. Cowok keriwil itu lebih memilih mengedarkan matanya ke sekeliling, siapa tahu ada kenalannya yang juga datang ke tempat itu. Dan beberapa detik setelahnya, dia melambai pada sekumpulan cewek dengan penampilan nyentrik yang berdiri nggak jauh dari panggung. Ernest bisa melihat dengan jelas apa saja yang mereka pakai, baju ketat dan rok hitam yang cuma menutupi setengah paha yang membuat Ernest meneguk ludahnya berkali-kali, sepatu boot warna hitam, dan tatanan rambut yang bermacam-macam, ada yang digerai, dikepang, dan ada juga yang dikucir kuda.

Para cewek itu balik melambai, lalu berjalan mendekat ke arahnya. "Hai Nest, Hai Jul, kalian ke sini juga?" sapa cewek dengan rambut digerai dan penampilan yang paling mencolok itu, mengabaikan keberadaan Lana di sisi Julian yang cuma melihat mereka tanpa ekspresi.

"Yoi Jess, gue sibuk loh padahal ini, tapi maksain dateng ke sini cuma buat nonton performance lo." Ernest menyahut dengan cengiran lebarnya dan Julian hanya memutar bola matanya dengan malas.

Jessica terkekeh dengan begitu manisnya, "Thanks kalau gitu," katanya. "Kamu sendiri Jul, mau nonton penampilan aku juga?"

Julian yang ditanya menyebik sinis. "Dih. Jadi cewek jangan geer dong! Mentang-mentang mantan gue juga. Lo tuh nggak penting kali. Tau nggak lo definisi nggak penting itu kayak apa? Lo tau sampah kan? Nah, pokoknya gitu," celetuk Julian dengan kalimatnya yang nggak jauh-jauh dari kata pedas.

"Lagian mata lo burem apa gimana sih? Nggak lihat ini si Lana ada di samping gue?" Julian semakin merapatkan jaraknya dengan jarak Lana. "Gue mau ngedate sama dia kali. Yuk Lan, kita tinggalin orang-orang nggak penting ini."

Julian meraih tangan Lana dan membawa cewek itu berjalan ke tempat lain. Nggak ada respon yang berarti dari Lana. Cewek itu setia dengan kebisuannya.

"Ih Lan, lo kenapa sih? Dari tadi nggak ngomong-ngomong juga. Lagi sakit gigi ya lo?" Julian berhenti dia mengubah arah tubuh Lana sembilanpuluh derajat menghadapnya. Cowok itu menatap mata Lana yang kosong, seolah cuma ada raga cewek itu, sementara jiwanya nggak tahu di mana.

Melihat Lana yang begitu Julian jadi khawatir. Takutnya Lana lagi kesurupan.

"Lan!" Dia mememik sambil menepuk-nepuk pipi tirus Lana.

Lana mengerjap beberapa kali, ia sedikit mendongak untuk menatap wajah khawatir Julian. "Jul," sebutnya, untuk pertama kali setelah mengatupkan bibir sekian jam. "Gue capek. Bisa nggak, kita berhenti di sini aja?"

Julian berdecak, "Ya elah. Ini kan udah berhenti, Lana sayangnya gue."

Lana menggelengkan kepalanya, "Nggak begitu Jul. Hubungan kita, maksudnya, gue dan lo. Kita berhenti."

Kini mata Julian mebelalak lebar. "Apaan sih lo? Maksudnya apa coba?!" pekik cowok itu tanpa sadar, sampai menarik beberapa atensi orang yang berada di sekitar mereka. Tapi cowok itu nggak peduli, dia terus mencecar Lana, menanyakan apa maksud cewek itu.

"Ayo kita akhiri semuanya Jul. Hubungan kita. Apa pun itu. Gue sama lo. Kita bisa jalan sendiri-sendiri kan setelah ini? Gue---" Lana menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat. "---gue udah capek. Gue capek sama semuanya, Jul."

Julian sedang mencoba mencari kata-kata yang tiba-tiba raib dari kamus otaknya. "L-lo, lo lagi bercanda kan?"

Dan gelengan kecil dari Lana adalah jawaban yang paling nggak Julian suka dari cewek itu. Apalagi setelahnya Lana mundur perlahan dan berlari meninggalkannya sendiri.

Tubuh Julian tiba-tiba kaku. Matanya memanas. Dan otaknya benar-benar blank.

Lana cuma bercanda, kan? Lana cuma nge-prank dia doang, kan? Iya, kan? Itu cuma bohongan, kan?

TBC

Bukan Bumi dan Bulan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang