"Lana, jangan diem aja dong," tegur Julian pada Lana yang hanya diam saja sejak tadi. "Gue takut lo kenapa-kenapa kalau diem gitu." Julian menolehkan kepalanya berkali-kali pada Lana sebelum kembali menoleh ke depan, berkonsentrasi dengan kemudi yang ia kendalikan. Julian cukup uring-uringan perihal dengan diamnya cewek itu.
Lana menoleh, menatap Julian yang tak berhenti bergerak. "Gue baik-baik aja-"
"Kalau lo baik, lo nggak akan diam kayak patung gini," sahut Julian dengan cepat.
"Lo pasti mikirin bokap lo," Julian menyalakan lampu sennya ke kiri, lalu saat beberapa meter sebelum belokan, ia mengubah gigi mobilnya, lalu memutar kemudinya tepat saat di persimpangan jalan.
"Tuh kan, lo diem lagi." Cowok itu kembali bersuara karena tidak mendengar sahutan dari lawan bicaranya.
Julian kembali memalingkan wajahnya ke samping, melihat Lana yang menatap ke depan. Tatapan cewek itu terlihat kosong.
Pasti ngelamun lagi, batin Julian bersuara.
"Udah, lo jangan mikirin bokap lo, mungkin dia lagi khilaf aja."
Cowok itu menepuk-nepuk puncak kepala Lana dengan tangan kirinya yang bebas.
"Gue nggak bisa lupain gitu aja kejadian tadi, Jul. Lo nggak pernah di posisi gue, jadi lo nggak tahu gimana rasa sakitnya."
Julian menghela napasnya panjang, terkadang Lana itu terlalu serius menanggapi sesuatu. Seperti sekarang ini, seharusnya Lana tidak perlu memikirkan ucapan juga perlakuan ayahnya tadi, toh Lana sendiri tak benar-benar bersalah, pikir Julian.
Lana bukan cewek urakan yang gampang keluar-masuk ke club-club seperti itu, clubbing, minum-minuman memabukkan, party-party nggak jelas. Lana bukan cewek seperti itu. Dan Julian mulai merasa bersalah. Mungkin jika tadi dia tidak memaksa Lana mengikutinya, maka cewek itu tidak akan melihat ayahnya yang sedang bertingkah di luar akal sehat, Lana tidak akan ditampar, dan dikata-katai seperti itu. Lananya tidak akan merasa sakit. Lananya tidak akan menangis. Dan Lana akan tetap bertingkah seperti biasanya.
Semua memang salah Julian.
Cowok itu kemudian mulai menepikan mobilnya. Melepas sabuk pengamannya lalu mengubah posisinya menjadi menghadap sepenuhnya ke arah Lana yang tengah mengernyitkan kening dengan heran. Tak tahu alasan Julian menghentikan laju mobil yang mereka tumpangi itu.
"Lan, listen to me. Take easy. Lo nggak usah pikirin bokap lo. Fokus sama diri lo aja sendiri. Dan yakinkan, ke diri lo, kalau ayah lo itu cuma lagi khilaf. Ayah lo bakal balik ke kayak dulu lagi, yang sayang sama lo, yang jaga lo, yang ngerawat lo, yang nemenin hari-hari lo, siang-malem. Lagian ya, pasti bokap lo itu pasti lagi mabuk jadi nggak sadar kalau udah ngomong kasar dan nampar lo kayak tadi. Lo percaya aja, semua bakal indah pada waktunya. Just trust me, oke?" Julian menghapus air mata Lana yang tiba-tiba jatuh dari pelupuk cewek itu. Tumben sekali dia bisa jadi sedewasa itu.
"Tapi gue nggak suka papa gue nyebut gue cewek nggak bener. Gue sedih, Jul dan gue kecewa sama diri gue sendiri, kenapa sih gue bisa masuk ke tempat begituan."
Julian menghela napas panjangnya, merasa dirinya sangat keterlaluan karena sikap seenaknya sendiri itu. Ia lantas meraih tubuh Lana, lalu membawanya menuju ke dekapan hangat cowok itu. Julian mengelus surai coklat pendek Lana, sesekali mengecupi puncak kepala cewek itu.
"Gue minta maaf Lan. Kalau gue nggak maksa lo buat ikut, kejadiannya nggak bakalan kayak gini. Di sini yang salah bukan lo, tapi gue. Jadi please, lo jangan nangis lagi dan jangan bikin gue ngerasa semakin bersalah. Gue bakal kesiksa banget kalau lo kayak gini." Cowok itu berkata sedih, mengakui kesalahannya yang cukup besar.
Ada kalanya memang Julian akan bersikap dewasa seperti sekarang dan ada kalanya juga dia jadi cowok manja, kekanakan super menyebalkan dengan tingkah konyolnya, kadang juga jadi cowok brengsek, kejam, dan cuek. Dan, untuk sekarang yang Lana butuhkan adalah Julian yang dewasa, yang mendekapnya dan memberi bisikan-bisikan menenangkan.
"Sstt, udah ya. Kita balik." Julian kembali mengecup puncak kepala Lana dan mulai kembali ke posisinya tadi untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Dalam hati, alih-alih menyalahkan Julian, Lana malah sangat berterima kasih pada cowok itu. Julian memang bersalah, tapi dia tidak akan membuat Lana merasakan sakit akibat perbuatannya itu.
Julian terlalu menjaga Lana. Sebab, Lana adalah segalanya bagi cowok itu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Bumi dan Bulan [TAMAT]
Ficção Adolescente[15+] LENGKAP [Tidak ada adegan dewasa, hanya kata-kata yang kasar. Jangan ditiru!] Julian itu ganteng. Hampir semua cewek suka sama dia. Julian itu playboy. Dan hampir semua cewek masih suka sama dia. Julian itu cuek, tapi kalau sama Lana dia perha...