t h r e e

6K 389 3
                                    

Pulang sekolah, seharusnya Lana sudah berada di rumah atau kalau tidak sedang dalam perjalanan. Tapi sekarang ia malah harus duduk bengong sambil menemani Julian memainkan salah satu permainan yang berada di timezone.

Cowok itu tampak semangat memasukkan bola basket ke dalam keranjang berulang kali hingga membuat Julian kewalahan sendiri, namun sayangnya dari sekian bola yang coba ia masukkan, tidak ada yang berhasil masuk ke dalam keranjang. Bola itu malah mengenai sisinya, lalu memantul dan berbalik kembali ke arahnya.

Julian memang tidak memiliki bakat sama sekali di olahraga itu. Padahal postur tubuh Julian lumayan. Tinggi dan agak atletis, cukup proporsional untuk ukuran orang Indonesia. Wajah Julian pun juga sangat mendukung, putih dan tampan. Pasti penggemarnya akan bertambah banyak jika dia benar-benar terjun ke dunia itu.

Lana menghela napasnya berkali-kali. AC di sana seperti tidak memiliki pengaruh apa pun pada tubuhnya. Panas, dan dia sangat ingin menanggalkan jaket boomber kebesaran yang membungkus tubuh mungilnya, jaket itu adalah jaket milik Julian.

Cowok itu meminjamkannya untuk Lana agar mereka bisa masuk ke dalam mall. Sementara untuk Julian sendiri, cowok itu hanya mengenakan kaos hitam senada dengan celana identitas sekolah, juga topi abu-abu yang menutup sebagian rambut hitam Julian.

"Lanaaa, sini ih. Gue ajak lo ke sini buat temenin gue main, bukan bengong sambil liatin gue kayak gitu," Cowok itu mendengkus dengan sebal. "Oke, gue tahu, gue emang cakep. Ganteng, udah pasti. Nggak ada alasan buat lo bosen liat gue emang." Julian dan sifat narsisnya yang mulai kambuh.

Lana memutar bola matanya. Cowok satu ini memang ngeselin abis.

"Lanaaa...," panggil Julian mulai gregetan.

"Gue nggak bisa, lo main aja sendiri." Lana terdengar membalas dengan malas.

Lana sangat bosan sebenarnya, tapi kalau ia pulang lebih dulu, Julian malah akan ngambek. Cowok bongsor itu pasti bakal merengek persis seperti bayi yang baru berusia satu tahun lalu memanggil-manggil Lana persis seperti orang kesurupan.

Julian tidak akan peduli di mana dia sedang berada. Meski banyak orang sekali pun yang melihat dia. Fokus Julian hanya tertuju pada Lana, Lana, dan Lana. Julian ingin atensi cewek itu hanya tertuju padanya seorang.

Lana sudah sangat hafal bagaimana sifat cowok itu. Manja. Dan dia tidak akan membuat dirinya malu di depan umum. Lana masih punya akal sehat. Ia tidak akan mengulangi kejadian yang menimpanya sekitar dua bulan yang lalu.

Julian bertingkah di luar ekspetasi manusia normal. Kejadian tepat saat acara dies natalis sekolah. Hanya karena Lana menolak menemani cowok itu dance suka-suka di atas panggung, Julian malah membuat heboh hampir satu sekolah dengan menciumnya di depan umum. Selain malu yang Lana dapat, tentu peringatan keras dari guru bimbingan konselingnya tidak bisa ia lupakan begitu saja. Sialan memang si Julian itu!

"Ih Lana ih!" Julian membuang asal bola basket itu. Ia menghentakkan kakinya dengan kesal, membuat pengunjung timezone itu menatapnya dengan kening mengernyit, merasa aneh mungkin mendapati pemuda sedewasa itu bertingkah selayaknya bocah yang masih suka ngompol.

Lana menghela napas panjang. Julian mulai bertingkah.

Ia pikir, menemani Julian saja sudah lebih dari cukup, tidak perlu sampai harus ikut-ikutan bermain dengan cowok yang mungkin masa kecilnya kurang bahagia itu. Tapi ternyata Julian masih sama dengan Julian-Julian sebelumnya. Benar-benar menjengkelkan.

"Iya, gue temenin." Lana sudah pasrah.

Meski Julian menjengkelkan, tapi kalau cowok itu tidak ada di sisinya, Lana juga tidak akan mampu bertahan hidup. Karena selama ini hanya cowok itu yang bisa ia jadikan sandaran setelah melewati hari-harinya yang berat.

****

"Makan, biar tubuh lo nggak kurus kering kayak gini. Kalau lo gemuk kan, gue enak peluknya. Empuk plus ada anget-angetnya gitu." Julian terkikik sendiri dengan ucapannya, cowok itu lantas menyodorkan burger yang baru ia gigit ke arah Lana, makanan Lana sendiri sudah habis sejak tadi.

Cewek itu terlalu lapar, pagi belum sempat sarapan. Istirahat sekolah, ia tidak sempat ke kantin, Lana harus ke perpustakaan mengembalikan buku-buku yang sebelumnya dia pinjam. Istirahat kedua ia lebih memilih menggunakan waktu senggangnya untuk sholat. Dan pulangnya Lana juga harus menuruti permintaan bayi besar itu.

"Makan ya, aaaak?" Julian masih menyodorkan burger itu. Meminta Lana membuka mulutnya.

Setelah lelah bermain-main di timezone dan sepertinya Julian juga sudah sangat puas, cowok itu mengajak Lana ke restoran cepat saji yang tak jauh dari area mereka berada.

Lana menggigit tepat di gigitan Julian tadi. Tidak ada rasa risih sama sekali yang bisa ia rasakan. "Pesen lagi lo mau? Kayaknya masih laper deh?" tanya Julian perhatian.

Lana menggeleng. "No, thanks. Udah kenyang. Gue tadi cuma berusaha penuhin keinginan lo. Lo kan suka ngambek."

Julian berdecak. "Kesannya gue kayak cowok manja gitu."

"Emang."

Julian mengerucutkan bibirnya, mulai ngambek. "Jahat ya sama pacar sendiri," kata cowok itu lalu memakan burgernya tadi dengan wajah kesal.

"Oh, lo pacar gue?" Lana menyenderkan tubuhnya ke kursi. Memangku kedua tangannya di depan dada lalu menatap Julian dengan alis yang terangkat sebelah.

"Kan faktanya emang gitu." Julian semakin menekuk wajahnya.

"Terus, cewek-cewek yang kemarin gelendotan sama lo, itu apa? Bukannya mereka pacar-pacar elo?"

Julian mengangguk. "Iya, tapi mereka cuma pemanis doang, udah nggak manis, gue buang."

"Terus kalau gue? Gue juga gitu dong?" Lana semakin mencecar Julian.

"Ya lo mah beda lagi!" balas cowok itu dengan cepat. "Udah gue bilang, lo itu Bulan gue. Bulan yang harus selalu ada di deket gue, Buminya lo."

Alana mendengus mendengar gombalan receh Julian yang selalu sama. Dia bosan ngomong-ngomong. "Terserah lo."

TBC

Bukan Bumi dan Bulan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang