Hari itu Lana sudah masuk ke sekolah seperti biasa. Bersikap seperti biasa pula, seolah dia memang baik-baik saja. Dari tempatnya duduk, Julian cuma bisa memandangi cewek itu dengan amarah yang mendadak menggelora.
Benar, jika Lana cewek baik-baik, dia juga akan baik-baik saja, tidak seperti fakta mencengangkan yang cewek itu hadiahkan untuk Julian tadi malam. Julian jelas merasa tertipu, selama ini ia kira Lana adalah orang yang tepat untuknya. Tapi kenyataan malah berkata lain, cewek itu sangat tidak terduga.
"Wih, si Lana tuh Jul, dah masuk dia. Nggak lo samperin?" Ernest menyenggol bahu Julian dan Julian hanya melihat kawannya itu dengan tatapan nggak bersahabat.
"Kenapa sih? Muka lo nggak enak banget dipandang?" Ernest mengernyitkan keningnya, heran mendapati respon Julian yang lain dari biasanya.
"Males," Julian hanya menjawab singkat, lalu memalingkan wajahnya ke jendela samping. Melihat anak-anak kelas lain yang sedang berolahraga di lapangan bawah. Pandangan Julian memang ke situ, tapi pikiran cowok itu melayang ke mana-mana.
"Dih, lo ada masalah apa sih sama Lana? Jangan ngambekan anjir, lo udah tua, malu dong sama umur!"
"Bacot lo!" Julian menggebrak meja, membuat tatapan seluruh anak yang berada di kelasnya tertuju pada cowok satu itu. "Diem aja bisa nggak sih?" Dia menatap Ernest yang terheran-heran dengan nyalang.
"Dih, lo kenapa sih?"
"Diem! Gue bilang diem ya diem, nggak usah ngomong! Nggak usah nanya-nanya!" Julian mulai marah.
Ernest memutar bola matanya malas, "Ya terserah gue kali. Mulut, mulut gue juga. Itu hak gue, dan lo nggak bisa menghalangi seseorang untuk mendapatkan haknya," balas cowok kriwil itu cuek.
Julian kembali menggebrak meja. "Terserah!" serunya makin marah. Cowok itu lantas beranjak dari duduknya dan melangkah menuju pintu keluar. Tepat di ambang pintu dia berhenti, menatap Lana yang ternyata juga sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Julian baca maknanya. Setelah itu dia hanya bisa mendengkus dan meninggalkan kelasnya dengan langkah cepat.
"Woi! Lo mau ke mana Jul?! Udah mau masuk ini? Weh, mau bolos ya lo?!"
Julian tidak mendengar, cowok itu terus berjalan menjauhi kelasnya, berbelok saat di ujung koridor, lalu meniti anak tangga menuju rooftop sekolah. Pikirannya berkecamuk ke mana-mana. Dia nggak bisa berpikir jernih. Lana benar-benar merusak kinerja otaknya yang sebelumnya sudah rusak.
Cewek satu itu sangat keterlaluan. Percuma Julian menyayangi Lana kalau pada akhirnya cewek itu menyakiti hatinya sedalam itu, membuat ego Julian sendiri terasa disentil dengan pedas.
Lana adalah orang yang paling munafik yang pernah Julian kenal. Cewek itu menyembunyikan keburukannya di balik sifat baiknya.
"Sialan banget lo Lan! Gue benci sama lo! Gue benci! Gue benci!" Julian berteriak, membelah udara kota Jakarta yang panas dari rooftop sekolah itu.
Julian mengacak-acak rambutnya kasar. Cowok itu terlihat benar-benar kacau sekarang. Patah hati hebat membuatnya frustrasi, membuatnya persis seperti orang gila.
Tanpa cowok itu sadari, di balik pintu penghubung, ada Lana yang berdiri dengan tubuh bergetar menahan tangis. "Maaf Jul, maafin gue, gue sayang banget sama lo. Tapi selamanya lo nggak bisa bersama gue. Maaf Jul, maaf..."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Bumi dan Bulan [TAMAT]
Fiksi Remaja[15+] LENGKAP [Tidak ada adegan dewasa, hanya kata-kata yang kasar. Jangan ditiru!] Julian itu ganteng. Hampir semua cewek suka sama dia. Julian itu playboy. Dan hampir semua cewek masih suka sama dia. Julian itu cuek, tapi kalau sama Lana dia perha...