"Seungkwan!" Hansol memanggil seorang pria yang sedang berjalan di lorong sekolah. Wajahnya yang merah dan suara dengan nada tinggi bisa menjadi bukti bahwa ia sangat marah pada sosok orang yang ia panggil itu.
Seungkwan yang merasa dipanggil akhirnya menyingkir dari teman-temannya dan berjalan santai kearah Hansol. Hansol langsung menarik tangan Seungkwan untuk di bawa ketempat yang sepi. Ruang UKS adalah tempat yang tepat pada jam istirahat seperti ini, karena selalu kosong dan dokter yang menjaga juga sedang makan siang.
"Kau yang mengambil minuman itu kan?" tanya Hansol to the point. Ia menahan kedua tangannya di sebelah wajah Sungkwan agar pria itu tidak bisa kabur dari interogasinya.
"Ehem" jawab Seungkwan yang mengiyakan. Sebelah tangan Hansol menepuk dinding di samping Seungkwan dengan keras. Seungkwan dapat melihat kilat marah di mata coklat temannya itu.
"Bukankah sudah kubilang untuk tidak ke labolatoriumku?" Ucap Hansol yang menekan setiap perkataannya.
"Habis kau terlalu lama untuk membantuku dan aku sudah muak mendengar suaranya. Jadi mau bagaimana lagi." Seungkwan mengangkat kedua bahunya tanpa merasa takut sekalipun. Karena ia tahu temannya ini sangat sayang padanya. Ia bahkan berani menjamin kalau ia tidak akan pernah menerima luka dari kegilaan temannya ini. Ya, sebegitu percayanya dia kepada orang yang bernama Hansol ini.
"Kau bukan hanya merusak suaranya saja,Kwan-ah. Kau bahkan hampir merusak seluruh tubuhnya." Hansol masih menatap Seungkwan dengan tajam. Seharusnya minuman itu ia berikan kepada orang yang sudah memesannya terlebih dahulu. Namun yang ia temukan adalah minuman itu sudah hilang dari labnya.
"Mana kutahu, Seungcheol hyung bilang kalau gadis itu menyukai minuman merk itu dan kebetulan aku menemukannya di labmu, jadi kuambil saja." Beginilah Seungkwan, ia tidak mau merasa disalahkan sepenuhnya. Ia pasti berusaha menuduh orang lain dan dia ahli dalam hal itu.
"Untunglah dia bisa diselamatkan. Dan sesuai keinginanmu, dia menjadi bisu."
"Memang kenapa kalau dia mati? Aku bahkan tidak peduli. Jangan bilang kau menyuka-"
"Hentikan omong kosongmu,Seungkwan. Kau tahu semua hubungan percintaan kita dengan gadis-gadis itu adalah agar menyembunyikan kedok kita. Dan kau bilang tidak peduli? saat ini rival terberatnya dalam hal menyanyi itu adalah kau,Seungkwan. Dan sekarang ia menjadi bisu dan terluka, menurutmu kau tidak akan masuk dalam daftar curiga mereka? Beruntunglah kita mempunyai Seungcheol yang dapat menghilangkan data rekaman CCTV. Yang kau lakukan ini ceroboh,Kwan." Hansol dapat melihat Seungkwan tidak bisa membalas lagi dan sebentar lagi yang pria ini lakukan adalah membebaskan diri dari amarah orang lain dengan cara menangis.
"Maaf..." ucap Seungkwan dengan sangat pelan, bahkan tidak bersuara sama sekali. Ia paling benci jika ia tidak bisa membantah lagi dan akhirnya merasa terpojokan.
Hansol menghela napas dengan kasar sebelum menarik bahu Seungkwan dan memeluknya dengan erat. Ia tidak tega melihat temannya ini menangis. Meskipun ia tahu setelah pria ini menangis maka sikap menyebalkannya itu akan kembali lagi.
"Lain kali tolong dengarkan aku jika aku menyuruhmu untuk tidak masuk ke labku." Ucap Hansol yang dijawab anggukan oleh Seungkwan yang membalas pelukannya dengan erat.
Getaran ponsel di kantong celana Hansol membuat keduanya melepaskan pelukan mereka. Hansol segera mengangkat ponsel tersebut ketika membaca nomor tanpa nama tersebut.
"Kenapa hy-"
"Kau sedang bersama Seungkwan?" tanya Seungcheol dengan nada terburu-buru.
"Iya, dia sedang bersamaku." Jawab Hansol sambil menatap Seungkwan. Seungkwan sendiri mengerutkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our story (Seventeen psychopath series)(completed)
Mystery / Thrillersebuah cerita dimana mereka menemukan sebuah rumah yang bernama Seventeen Rank #419 on mystery category Rank #20 on psycopath category