James duduk di kursinya. "Apa? Kenapa kami tidak diberitahu tentang ini?" bisiknya dengan sungguh-sungguh. Dia melirik anak itu di sofa, memastikan agar tidak membangunkannya. Begitu mendapati Harry masih tidur nyenyak, dia mengalihkan perhatiannya kembali ke Albus.
"Pertarungannya tidak berlangsung lama. Hanya ada sepuluh Pelahap Maut yang masing-masing harus diurus. Ditambah lagi, Auror menanggapi dengan cepat. Mengingat kau dan Remus, dua orang yang bukan Auror, bukan cara yang bijak," jawab Albus.
James menganggukkan kepalanya. Itu bukan cara yang bijak. Kementerian percaya bahwa Orde hanyalah rumor. Mereka secara mengejutkan berhasil menjaga rahasia selama ini. Voldemort, tentu saja, tahu tentang mereka, tetapi Kementerian tidak. Mengirim non-Auror ke lokasi serangan Pelahap Maut hanya akan memberi Menteri petunjuk bahwa Orde itu ada. "Apakah semuanya baik-baik saja?"
"Ya. Tidak ada yang mati dan kami berhasil menangkap beberapa Pelahap Maut," jawab Albus.
Keheningan memenuhi ruangan ketika James memikirkan informasi itu. "Apakah kau ingin aku memberi tahumu apa yang kutemukan, Albus?" tanya James mengganti topik pembicaraan.
Albus menatapnya. Mengamati wajahnya yang lelah dan letih. "Tidak malam ini, James. Kau terlihat lelah. Tidurlah."
James melirik anak itu di sofa saat Albus berdiri. "Jangan khawatir tentang Harry. Dia akan baik-baik saja di sini."
James mengangkat kepalanya ke arah Albus. "Aku tidak..." Dia mulai menyangkal, namun Albus mengangkat tangannya.
"Jangan khawatir, James."
James memperhatikan Albus menabur bubuk floo ke perapian. Kepala Sekolah yang sudah tua itu akan masuk, namun berhenti dan menoleh pada James. "Oh, dan James?"
"Ya, Albus?"
Albus tiba-tiba tersenyum. "Dia adalah anakmu dengan cara apapun. Sampai jumpa besok." Albus menghilang ke dalam api hijau sebelum James dapat berbicara lagi.
James mengusap wajahnya dan bersandar di kursi. Tidak diragukan lagi dia lelah, tetapi dia merasa dia tak akan bisa tidur malam ini.
***
Keesokan harinya Sirius mengetuk pintu James dengan lelah. "Jam..." Menguap. "...es, waktunya bangun." Dia menguap lagi. "James?" tegurnya mengetuk pintu lagi. Tak ada jawaban. "James?" tegurnya lagi sambil membuka pintu dan masuk.
Tempat tidurnya kosong. Kamarnya kosong. Sirius melangkah keluar dari kamar. "Remus!" serunya dan tidak mengalihkan pandangan dari kamar kosong itu.
Remus melangkah keluar dari kamar mandi. Tubuhnya basah dengan handuk biru melingkari pinggangnya dan sikat gigi di tangannya. "Apa?" tanyanya terdengar kesal.
Sirius memandang ke lorong, mengabaikan nada suaranya. "Sejak kapan James bangun jam lima tiga puluh pagi?"
Remus menatapnya, bingung. "Tidak pernah. Kenapa?" Dia berjalan ke tempat Sirius berdiri.
"Karena dia tidak ada di kamarnya."
Remus berlari sepanjang jalan dan memandang ke kamar. "Mungkin dia tertidur karena minum firewhiskey tadi malam. Kau tahu bagaimana dia."
Sirius mengangkat bahunya. "Jika itu masalahnya, lebih baik kita mencarinya dan membawanya ke tempat tidur sebelum ada tamu yang datang. Dan memberinya ramuan pereda mabuk," tambahnya sebagai renungan. "Ayo. Mari kita cari dia." Sirius mulai berjalan menuruni tangga.
"Bisakah aku menyelesaikan mandi dulu?" rengek Remus.
Sirius menoleh padanya. "Berhenti merengek seperti anjing, ayolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimension Father | ✔
Fiksi PenggemarHarry berakhir ke dunia yang berbeda saat pertarungan di Departemen Misteri. Dia harus menyelamatkan dunia ini dulu sebelum dunianya sendiri. Ketika dia mendapat kesempatan untuk kembali pulang, apakah dia benar-benar menginginkannya? Untuk apa dia...