Maut di Tanah Pasir

6.1K 383 29
                                    

Kita tidak sendiri di dunia ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita tidak sendiri di dunia ini. Di luasnya hamparan ini, kita tinggal bersama mereka yang tak kasatmata. Di antara batas dua alam itulah lahir norma-norma yang wajib kita sepakati tanpa perlu kita pertanyakan asal-muasalnya. Peraturan magis yang mengikat dan patang terlanggar. Sekali kita melanggarnya, konsekuensinya takkan bisa ditebus dengan penalaran dan ilmu dunia.

Pantai Tanah Pasir, Karang Bolong tahun 2005.

Pada tahun ajaran kedua, SMK Negeri 2 mewajibkan siswanya untuk praktek kerja lapangan –atau yang lebih biasa disebut PKL ke tempat-tempat yang sudah ditentukan pihak sekolah. Ashari adalah siswa jurusan kelautan yang dikenal berotak encer di angkatannya. Popularitasnya sebagai anak yang pintar bergaul dan berpengalaman luas membuatnya cukup disegani teman seangkatannya. Para guru pun merasa bangga pada prestasi Ashari yang cukup gemilang.

Pada suatu siang, Pak Kardi, guru Bahasa Inggris SMK 2 menemui Ashari di dekat kantin sekolah.

"Har, kamu udah nemu tempat PKL belum?" Tanya Pak Kardi.

"Sudah Pak," sahut Ashari."Saya diajak sama Setyono buat PKL di pesisir Tanah Pasir".

"Wah, bagus, Har. Nanti di sana, temui Pak Dikin. Dapat salam dari saya."

Ashari mengangguk, "Siap, Pak. Pak Dikin itu saudara jauh Setyono. Beliau itu ketua paguyuban nelayan di Tanah Pasir".

"Ooh, bagus, bagus!" Pak Kardi menepuk pundak siswanya itu.

"Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak."

"Eh, Tunggu, Har!" tahan Pak Kardi. "Tolong catat baik-baik, kamu jangan ngomong sembarangan ya, di sana. Daerah Pasir itu agak keramat."

Ashari mengrernyit, "...keramat, Pak?"

Pak Kardi menimbang-nimbang jawabannya, "Di lautnya, bukan di desanya. Ya pokoknya hati-hatilah. Jaga sikap kamu."

Ashari mengangguk paham, "Baik Pak. Saya nggak akan sembrono. Mari, saya duluan!"

Ia pun melangkah dikawal rundungan firasat buruk.

Seminggu kemudian, di hari Senin yang cerah, Ashari bersama tiga temannya tiba di Tanah Pasir. Sebuah pantai di pesisir selatan Jawa dengan tempat pelelangan ikan yang ramai. Mereka berempat tinggal di rumah Pak Sadikin. Beliau cukup disegani di sana. Dengan posisinya sebagai ketua paguyuban nelayan, ada pengalaman dan keahlian yang bicara. Dari desas-desus yang beredar, Pak Sadikin adalah nelayan lokal yang paling menguasai situasi kehidupan di laut selatan Tanah Pasir dengan baik. Kedua mata beliau disebut-sebut paling sering melihat hal-hal tak lazim di atas laut. Norma-norma yang ditetapkan olehnya pantang dilanggar nelayan setempat.

Lewat Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang