Detak Misteri di Jantung Desa Kedung Balung (Bagian 3)

3.8K 285 57
                                    

Kedung Balung, 1992

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedung Balung, 1992

Di dalam palung hati Bahar yang terdalam, kemelut emosi hadir membanjiri, bermuara pada satu kenyataan bahwa keberadaannya di tengah peristiwa Tundan kala itu mematik ingatannya pada mendiang ibu. Beberapa tahun silam, ibunya mati bunuh diri usai terjebak di masa Tundan, persis seperti apa yang tengah berlangsung pada dirinya kali ini. Akankah Bahar bernasib serupa? Ia menggeleng keras. Ibunya boleh jadi dibuat gila oleh misteri penampakan di masa Tundan, tapi tidak untuk dirinya. Setidaknya, saat ini Bahar punya cukup persiapan, baik untuk bertahan maupun untuk menyerang.

Setelah menempuh perjalanan bagai tak berujung, dua remaja itu akhirnya berhenti di depan tobong, sebuah bangunan tinggi dari bahan batu bata merah yang dipakai untuk membakar gerabah berbahan tanah liat. Pupil mata mereka melebar mengantisipasi kepekatan malam berkabut. Samid yang bertelanjang bulat dan Bahar yang masih mengenakan celananya berdiri bersebelahan. Tak jauh situ, rumah Kang Man mematung sunyi. Aneh rasanya bagi Samid yang baru siang tadi beraktivitas di tempat ini mengumpulkan pecahan gerabah untuk diangkut ke kediaman Mbah Wirot, sang mantan kepala desa. Suasana detik itu benar-benar berkebalikan. Pekat, dingin, dan senyap.

Ditambah dengan ketiadaan sehelai kain pun menutupi tubuhnya, Samid mulai menggigil kedinginan. Akan tetapi, kekontrasan pada penampilannya sama sekali tak mengendurkan kewaspadaan. Kelima inderanya dipasang tajam, mencoba memindai sekeliling dengan cermat barangkali ada secuil keanehan yang tertangkap mata. Di sebelah pemuda telanjang itu, Bahar mulai berjalan mengendap-endap waspada. Gumpalan kain baju yang basah oleh bensin dipindah ke tangan kirinya karena mulai terasa kebas. Ia belum memberitahu Samid bahwa sebungkus korek api miliknya sudah berpindah kepemilikan di saku belakang celana Bahar. Jika ada sesuatu yang tak diinginkan, Bahar akan membakar kaos itu untuk menangkal serangan yang sama sekali belum ada dalam gambaran.

"Tunggu sebentar, Har!" desis Samid seraya menghambur ke beranda depan rumah Kang Man. Dalam keremangan, Bahar melihat sahabatnya mengambil sesuatu di depan pintu. Begitu kembali mendekat, sebuah sapu lidi yang ditancapi siung-siung bawang merah tergenggam di tangan Samid. Benda itu dapat dipastikan ada di setiap halaman rumah warga Kedung Balung. Konon, Tundan takut pada sapu lidi dan bawang merah, apalagi jika keduanya dikawinkan.

"Jaga-jaga ..." ujar Samid, mencoba memberitahu alasan atas keputusannya. Bahar mengangguk setuju.

Tiba-tiba, kedua remaja itu tersentak oleh suara asing. Namun, keduanya menangkap suara yang berbeda. Mereka memasang kuda-kuda, membelakangi satu sama lain. Pola pertahanan segera dipancang.

Samid mendengar suara lengkingan kuik babi hutan. Di penghujung geraman mencekam itu terdengar suara kekehan tawa nenek-nenek. Bulu kuduknya meremang hebat, tanpa sadar ia mundur mendadak hingga menubruk Bahar dengan bokongnya.

Lain dengan Samid, Bahar mendengar suara seorang wanita. Setengah tak yakin, Bahar mendegar suara Lilis tengah memanggil-manggil Nining di kejauhan. Mustahil, batinnya.

Lewat Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang