Part 10 - Graduation

1.1K 51 2
                                    

Terimaksih untuk yang sudah Vote ataupun Komen

Happy Reading


Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Akhirnya semua jerih payah dan perjuangan yang mengeluarkan begitu banyak keringat dan air mata sebentar lagi usai. Dua hari lagi gue akan menghadapi sidang skripsi. Gue sudah tidak memikirkan dan memperdulikan lagi masalah Si Rigan, Si Rindy dan orang-orang yang men-judge gue makan teman. Gue sudah bodo amat dengan mereka! Karena apa yang gue perjuangkan selama ini tinggal satu langkah lagi. Masa iya hanya gara-gara masalah itu gue tergoyahkan? No! Gue tidak selemah itu! Gue lebih baik fokus pada masa depan gue, mempersiapkan untuk presentasi sidang skripsi nanti.

Di sela-sela akan menghadapi sidang skripsi, gue menyempatkan diri untuk me time dengan jalan-jalan dan nongrong di coffee shop walaupun sendirian tanpa ditemani teman. Gue menikmati waktu me-time sambil tetap menyempatkan menghapal presentasi sidang skripsi nanti.

Gue tidak menyangka, Si Bagas BBM gue sekedar memberikan semangat, dukungan juga doa untuk kelancaran sidang nanti. Gue sangat terharu dan bahagia masih ada teman yang peduli dan perhatian kepada gue. Lalu apa kabar dengan teman satu geng kemarin? Who cares? Yang penting gue masih memiliki teman lain contohnya Bagas. Tidak masalah gue telah kehilangan mereka. Justru kini gue merasa lebih bahagia dan bebas karena tidak perlu merasa tersakiti oleh sikap dan ucapan mereka. Gue juga masih memiliki sahabat, Si Rosi, Si Natali dan Si Inez yang masih tetap setia menemani gue walaupun mereka berbeda jurusan dan beda kampus.

Gue rasanya masih geram dan emosi dengan Si Rigan. Dia pasti akan menyesal karena telah menjauhi, memusuhi dan menuduh Bagas sebagai makan teman juga. Hanya karena Bagas menjadi dekat dan akrab dengan gue. Bagas tahu dan menyadari jika Si Rigan memusuhinya karena dia dekat dengan gue. Tapi Bagas tidak pernah memusuhi dan tetap menganggap Rigan sebagai temannya. Hell! Gue ingin sekali menghajar Si Rigan!

Biarlah waktu yang menjawab jika tuduhan itu sama sekali tidak benar. Gue yakin suatu saat Si Rigan akan menyesal dan meminta maaf pada Bagas karena telah menuduh dan memusuhinya. Dari situlah gue tahu arti dari teman yang sebenarnya. Sementara teman satu geng gue kemarin, mereka selalu menunjukkan seolah mereka juaranya, seolah mereka paling bahagia dan menganggap gue akan menyesal karena telah keluar dari zona mereka. Tapi gue sama sekali tidak peduli dan bodo amat. Gue membuktikan lewat prestasi yang gue dapat. Gue merasa bersyukur bisa lulus cum laude.

***

Hari kelulusan...

Tiba puncak kebahagian selama menempuh studi S1 ini. Hari ini gue dan teman-teman akhirnya diwisuda. Kami dengan bangganya memakai baju toga. Segala jerih payah yang selama ini diperjuangkan kini sudah membuahkan hasil yang memuaskan. Penuh dengan lika-liku, keringat darah dan pahit getir dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Rasa bahagia bercampur haru bersatu padu. Gue bisa terbebas dan lepas dari rintang hidup ini. Gue merasa tidak menyesal dulu telah mengambil keputusan untuk memilih masa depan dari pada cinta Rigan. Rasa bangga terpancar di dalam diri gue saat nama gue disebutkan lulus dengan pujian atau cum laude. Beban dan tanggung jawab gue untuk membahagiakan orang tua sudah berkurang satu. Tinggal tahap selanjutnya yaitu meniti karir dan mencapai kesuksesan.

Dan di sela-sela acara wisuda, gue bertanya pada Bagas.

"Bagas, lo undang Rigan juga gak besok?"

"Iyalah, dia kan teman gue," jawab singkat Bagas sambil membalas BBM dari pacarnya.

Si Bagas menggelar acara syukuran kelulusan di rumahnya. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari kampus, sehingga tidak jauh pula dari kostan gue. Gue salut sama Si Bagas, walaupun Si Rigan menjauhinya. Tapi dia tetap bersikap baik dan mengundang temannya untuk datang dan ikut berkumpul bersama.

Di sana gue ingin marah kepada Rigan. Kok bisa-bisa dia bersikap seperti itu? Besoknya gue datang ke rumah Si Bagas bersama teman satu kelas. Teman satu geng Bagas ikut hadir, kecuali Rigan. Mereka memberikan ucapan selamat dan doa walaupun mereka itu belum lulus dan wisuda seperti kami. Mereka sudah berusaha mengajak Rigan, tapi dia menolak datang dengan alasan sakit. Hah, Bohong sekali! Gue tidak percaya alasannya itu.

Di sana teman satu geng dulu juga ikut hadir dan berkumpul bersama kami. Ya karena sekarang gue udah sendiri dan bukan bagian dari mereka lagi. Meskipun mereka menjaga jarak tetapi gue biasa saja dan sebisa mungkin terlihat netral. Gue pun lebih memilih bergabung dengan teman satu geng Rigan, Bagas--Si tuan rumah, Radit, Adek Lutfi, serta yang lainnya. Kami semua bersenang-senang merayakan hari kelulusan bersama.

Dari semenjak gue putus dengan Rigan dan fokus memperjuangkan Skripsi samai titik darah penghabisan, gue tidak merasa sendirian. Karena selalu ada teman-teman yang tulus yang selalu ada mendukung dan menyemangati gue sehingga tidak merasa kesepian. Gue merasa bahagia dengan diri gue sekarang. Gue merasa menjadi diri sendiri.

***

Dua hari setelah wisuda, dari pihak Fakultas menggelar acara perpisahan kelulusan angkatan Kami. Acara itu diselenggarakan di sebuah ballroom Hotel bintang 4. Gue berangkat bersama Bagas, Radit, Adek Lutfi dan empat teman cewek satu kelas gue. Di sana kita makan-makan dan bersenang-senang berjoget ria bersama para dosen, staff jurusan dan dekanat. Ada momen awkward saat sesi salam-salaman. Saat hendak berjabat tangan dengan Fian, ada momen drama di sana. Teman sekelas Fian menjodoh-jodohkan Kami lagi.

"Cieeee ... Ciyeee," ujar mereka kompak.

"Maafin gue ya Chika," ucap Fian dengan tatapan penuh harap. Dia menjabat tangan gue sangat lama.

"Ehemmmmm ....!"Salah satu dari temannya menginterupsi Kami.

"Iii...iya gue juga minta maaf," gue langsung melepaskan jabat tangan Fian. Gue tahu dia masih ingin memegang tangan gue. Tapi gue tidak bisa. Gue sudah tidak ada perasaan lagi.

Gue pun berjalan dan bersalaman dengan yang lain hingga saat di mana gue bersalaman dengan Rindy. Rindy terlihat canggung dan kaku seperti menahan malu karena perlakuanya dulu terhadap gue. Dengan bangganya dulu dia memamerkan kemesraan karena telah mendapatkan hati Rigan dari gue. Tapi tak lama dari itu hubungan mereka berakhir juga kurang dari sebulan. Si Rindy tertangkap basah berselinguh dibelakang Rigan untuk kedua kalinya. Tentu Rigan kecewa dan merasa telah ditipu dan dimanfaatkan. Tapi Rigan tidak langsung ingin balikan dengan gue.

Tiga hari yang lalu setelah momen wisuda dan berfoto bersama dengan teman-teman, gue mendapat chat WhatsApp dari ibu kostnya Rigan dan mengabarkan jika dia sedang terbaring sakit.

Maksudnya? Kok tiba-tiba Ibu Kostnya laporan ke gue? Apa maksudnya ini hanya alasan kenapa dia tidak hadir memberikan ucapan selamat?

Ya, walaupun bukan untuk gue, teman satu geng dia kan wisuda. Bagas, Radit dan Adek, mengapa dia tidak hadir mengucapkan selamat atau memberikan karangan bunga? Karena gue masih marah dengan sikap Rigan termasuk sikapnya kepada Bagas, akhirnya gue tidak memperdulikan pesan WhatsApp dari ibu kostnya.

Gue mencoba menutup kedua telinga gue dan menayadarkan diri untuk tidak luluh dan goyah hanya karena mendapat kabar jika Rigan sakit. Gue yakin itu hanya akal-akalan dia supaya gue datang ke kostannya. Walaupun sebagian hati berkata lain tapi tetap gue menguatkan diri untuk tidak mudah terkecoh lagi. Karena masa depan sudah di depan mata. Gue sudah berhasil satu langkah lebih maju dari Rigan. Setelah gue mendapat ijazah dan menyelesaikan adminitrasi lainnya, gue akan terbebas. Tidak akan bertemu lagi dengan Rigan, Fian, Rindy ataupun mereka yang dulu menyakiti gue.

Bandung,17 Mei 2019


Thanks for reading...😂

Jangan lupa vote dan komennya ya...👌🏻

Semoga selalu dijauhkan dari yang namanya Plagiator si predator yang suka mencuri karya orang-orang kreatif.

Source of photo : https://www.usnews.com/opinion/articles/2014/07/03/college-students-need-to-make-smarter-debt-choices

COUPLE (Already Published)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang