•• 11 ••

365K 24.5K 2.6K
                                    

Albar membawa Kajen sampai di sebuah gedung Apartment. Akankah ia tinggal di sana? Tidak banyak bicara Albar langsung melepas seatbeltnya dan keluar dari mobil. Tentunya Kajen juga mengikuti Albar keluar mobil dan segera membantu Albar mengeluarkan koper miliknya.

Kini keduanya sudah masuk ke dalam lift tanpa suara, hening sedari tadi mengelilingi keduanya. Percayalah, Kajen masih trauma karna perlakuan David padanya. Tapi ia juga percaya bahwa Albar tidak mungkin melakukan hal yang sama seperti David.

...

Albar POV

Kalian bisa memanggilku orang gila. Yang sebab nekat membawa anak orang kabur, percayalah naluriku memaksa untukku melakukan ini. Aku juga tidak percaya bahwa aku bisa melakukan hal senekat ini. Tapi aku memang mempunyai sifat tidak menyukai hal berbau kesedihan.

Aku tidak suka melihat nasib gadis itu. Bahkan keluarganya saja sudah hancur, haruskah aku membiarkan? Jika aku membiarkannya, maka aku tidak akan pernah hidup tenang selamanya. Anggap saja aku sedang menolongnya, tidak ada maksud tertentu dan tidak ada rencana.

Dengan perlahan namun pasti aku membawanya masuk ke dalam Apartment milikku. Ya, Ayahku memberikannya untukku. Aku datang ke apartment ketika aku sedang bosan atau bahkan malas bertemu orang-orang, anggap saja tempat menyendiri. Sayangnya nanti aku tidak akan sendiri lagi karna sekarang aku membawa beban hidup seseorang dan bisa dikatakan aku adalah orang yang akan bertanggung jawab untuk kehidupan seseorang.

Dengan takut dia mengikutiku dari belakang, gadis itu terlihat kacau. Rambutnya tidak tertata dengan rapih, dan wajahnya begitu pucat. Sial, entah mengapa rasa iba ini terus menghinggapiku.

"Mulai sekarang lo tinggal sini," ucapku buka suara setelah beberapa tidak ada percakapan diantara aku dengannya.

Gadis itu menghela nafasnya lalu menunduk, "terima kasih," ucapnya dengan nada sangat pelan.

"Sekarang lo istirahat," ujarku lagi, kini aku menyuruhnya untuk mengambil kopernya. Dengan perlahan, Kajen mengambilnya dan parahnya aku melihat air mata itu turun lagi dan membasahi pipinya.

"Besok lo nggak usah sekolah."

"Muka lo jelek banget," tambahku.

Senyum Kajen tertarik sedikit dan membuatku sedikit lega. Ternyata candaanku berguna juga, walaupun dia tidak tersenyum lebar, setidaknya segaris senyum kini terlihat lalu ia mengambil tanganku membuatku terkejut.

"Te-terima kasih sekali lagi," ucap Kajen yang kini lebih serius. Aku dengan perlahan melepaskan tanganku yang di pegang olehnya lalu mengangguk sebagai jawaban.

"Jangan terima kasih sama gue, tapi terima kasih sama tuhan," balasku tanpa ekspresi. Kajen mengangguk lalu mengusap bekas air matanya.

"Kak Albar tidur di mana?" Tanya Kajen, aku terdiam sejenak. Aku tidak bisa di sini, ada hal yang harus aku lakukan.

"Hari ini gue nggak tidur di sini, lo sendiri berani kan?" Tanyaku. Kajen terdiam sejenak meresapi ucapanku.

"Gue biasa sendiri kok, tapi-" mata Kajen menatap sekitar apartment, "kalo ada yang tahu gue tinggal di sini gimana kak?" Tanya Kajen khawatir.

"Cuma keluarga gue yang tahu tempat ini, nggak usah khawatir," ucapku memberitahu. Kajen perlahan mengangguk lalu menatapku penuh harap.

"Boleh nggak kak Albar di sini dulu sebentar sebelum pergi?" Ujar Kajen tiba tiba membuat alis Albar terangkat. Kajen menundukkan kepalanya, lalu mulai menautkan kedua jari telunjuknya.

"Gue nggak pernah bisa tidur malem. Kak Albar mau nggak di sini dulu sampai gue tidur?" Pinta Kajen memberitahu.

"Kenapa emangnya?" Tanyaku sembari menatap gadis itu intens meminta penjelasannya.

24/7 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang