05

4.6K 391 15
                                    

Hati hati typo

*******
Paginya Gracia melakukan aktifitas seperti biasa, tapi kalau dulu dia menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri. Sekarang gracia juga membuat sarapan untuk Shani. Biasanya Shani hanya sarapan dengan sereal dan kopi.

Tapi pagi ini Gracia ingin membuat telur mata sapi, sandwich dan juga jus tomat.
“Sarapan udah siap.” Teriak gracia dari dapur.

Shani tidak menjawab, dan Gracia sudah hapal dengan kebiasaan suaminya. Gracia bersandar di meja kitchen set sambil menunggu Shani keluar dari kamar. Rambut Shani yang masih basah, juga aroma sabun yang menyebar dari tubuhnya selalu menjadi favorit bagi Gracia di pagi hari.

“Aku bikinin kamu sandwich sama jus tomat,” ucap Gracia, saat melihat Shani mendekati meja makan.

Shani mengangguk sekilas dan memilih menghampiri dispenser untuk mengisi gelas nya dengan air putih. “Kemarin ada paket honeymoon ke Lombok dari kerabat ku.”

“Lombok? Kapan?” tanya Gracia semangat.

Shani mengernyitkan keningnya. “Kamu nggak berpikir kita bener-bener honeymoon kan?” dengan kondisi mereka yang seperti ini, kaku dan canggung, Shani tidak berpikir untuk pergi berdua bersama Gracia.

“Emang kenapa? Aku suka pantai apalagi Lombok. Ayo kita kesana,” kata Gracia bersemangat.

“Paket honeymoon nya udah aku kasih ke teman ku. Kebetulan Minggu nanti dia menikah.” Tanpa bersalah, Shani mengatakannya pada Gracia. “Kamu nggak keberatan kan”

“Kenapa, sih baru ngomong sekarang?” tanya Gracia akhirnya dengan kesal. “Itu kan, hadiah buat kita berdua. Kalo kamu nggak mau pergi, aku bisa pergi sama yang lain.” Gracia beringsut dari kursi tempatnya duduk.

Selain alasan canggung dan membosankan, sampai bulan depan, pekerjaan Shani di kantor cukup padat. Apalagi salah satu produknya akan launching. Jadi lebih baik Dia memberikan paket honeymoon mereka sebagai hadiah pada temannya.

“Maaf,” ucap Shani saat mendapati gracia yang marah padanya.

“Maaf kalo kamu lupa udah punya istri?”

“Untuk itu dan untuk paket honeymoon.”

Mata Gracia bisa melihat ekspresi penyesalan Shani, tapi mana ada sih orang yang memberikan paket honeymoon ke orang lain secara Cuma-Cuma! Kecuali orang itu bodoh.

“Shan, walaupun ini hal sepele, harusnya kamu libatin aku, jangan ambil keputusan sendiri,” protes Gracia.

Shani berdehem dan ikut kesal dengan sikap Gracia yang berlebihan. “Aku sibuk dan nggak ada waktu buat honeymoon,” jawabnya jujur.

Sibuk. Kata itu bagai cambukan bagi Gracia. Kalau Shani selalu sibuk dengan urusannya, kapan mereka bisa memikirkan cara yang tepat untuk menjalankan pernikahan ini dengan normal?

“Oke, Tuan Shani. Kamu sibuk, aku juga... kita udah dua bulan nikah, tapi kondisi kita masih sama kayak dulu pertama kali kenal! Ini yang salah siapa sih sebenarnya? Aku? Kamu? Atau kita?”

“Kamu mau nya gimana?”

“Aku? Kamu pikir aja sendiri...kamu, kan, yang paling tau tentang perjanjiannya, kalau kamu memperlakukan aku kayak gini terus, nggak usah nunggu empat tahun buat kita pisah!”

Setelah mengucapkan kalimatnya panjang lebar, gracia masuk ke kamar tamu, kamar yang diberikan Shani padanya dan membanting pintu kamar. Jadi lelaki, kok, maunya selalu dimengerti.

*******

Pagi-pagi sekali, Gracia sudah meninggalkan apartemen tanpa berpamitan dengan Shani. Gracia terbangun karena suara ponselnya dan makin terkejut saat pembantu dirumahnya mengabarkan bahwa mamanya kena serangan jantung dan sekarang berada di rumah sakit.
Ketika Shani bangun dan keluar dari kamarnya, biasanya suasana apartemen sudah terang dan ketika dia membuka pintu kamarnya, aroma makanan akan menyambutnya.

Apa Gracia belum bangun?

Semalam Gracia jadi memikirkan apa yang dikatakan Gracia saat kemarin mereka bertengkar. Gracia benar mereka masih seperti dua orang asing yang tidak saling mengenal dan sama-sama belum mau membuka diri.

Shani berdiri di depan pintu kamar Gracia, sebelum dia ingin berangkat kerja. Tangannya sudah ingin mengetuk, tapi dia tidak jadi melakukannya. Sejak menikah, ini adalah kali pertama Gracia marah padanya dan Shani pun mengakui kesalahannya.

Saat menjelang makan siang, dia mendapatkan pesan masuk.

Gracia : Aku ada dirumah sakit, tadi pagi-pagi di telepon sama bibi kalau mama kena serangan jantung.

Shani : Dirumah sakit mana?

Shani segera membalas pesan Gracia tadi dan dia merasa kesal saat Gracia tidak memberitahukan berita sepenting itu padanya dengan segera. Shani menunggu namun Gracia sama sekali tidak membalas pesannya. Ketika dia mencoba menelepon, nomor ponsel istrinya itu malah tidak aktif.

Shani tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dan dia menghubungi Harlan untuk mencari tau.

*******

Sesampainya di rumah sakit Shani menuju ruang UGD dan. Dia melihat Gracia duduk menyender dengan kepala tertunduk. Matanya terpejam. Tidak ada siapa-siapa, hanya ada Gracia disana. Shani duduk di sebelah Gracia tanpa ingin membangunkannya dan tetap begitu sambil menunggu kabar dari dokter perawat.

Dari penampilannya yang hanya menggunakan jeans dan baju lengan panjang, Shani menebak kalau Gracia pasti tadi sangat panik dan buru-buru hingga dia tidak memedulikan penampilannya.

Gracia yang tertidur, tidak sadar bahwa kepalanya telah menyender di bahu kokoh milik Shani. Shani pun menoleh sekilas. Tadi dia merasa kesal karena Gracia tidak memberi kabar padanya, dan melihat Gracia seperti sekarang, kemarahan Shani berganti menjadi perasaan yang sulit diartikan.

“Keluarga Ibu Natasya Harlan.” Panggil seorang suster.

Gracia yang mendengar nama ibunya dipanggil, mendadak bangun dan kaget. Pertama, kaget karena ada Shani di sampingnya, dan kedua , seorang suster yang memanggilnya untuk memberitahukan informasi penting.

“Saya anaknya, Sus, ada apa?” Gracia berdiri dan mendekati pintu UGD.

“Ibu Natasya akan dipindahkan ke ruang ICU untuk observasi lebih lanjut.”

“ICU?” Gracia terlihat kaget. “Terus kondisinya gimana?”

“Nanti dokter yang akan menjelaskan.”
Gracia mengangguk dan kembali duduk. Sejak kapan Shani disini?

“Gimana kondisi Mama?” tanya Shani.

“Mama mau dipindahkan ke ICU,”jawab Gracia.

Gracia mengambil ponselnya, dia segera mengabari papanya yang baru saja tiba di bandara, tentang kondisi mamanya. Saat melihat brankar mamanya keluar ruang UGD untuk dipindahkan, Gracia menggigit bibirnya, dia tak kuasa untuk menahan air matanya ketika melihat mamanya yang tak sadarkan diri.

Shani yang berdiri disampingnya, dengan sigap memegang tubuh Gracia yang limbung. Saat tangan mereka tak sengaja bersentuhan, Shani bisa merasakan tangan Gracia yang sedingin es.

“Gimana sama Mama saya, Dok?”

“Fungsi jantungnya masih lemah, untuk itu kondisi pasien harus dipantau di ruang ICU sampai kondisinya benar-benar stabil agar pasien bisa mendapatkan tindakan selanjutnya,” jelas Dokter yang menangani mamanya.
Gracia mengangguk mengerti. “Berapa lama?”

“Semoga secepatnya,” jawab dokter tersebut sambil berpamitan pergi pada Gracia.

Gracia menghapus air matanya. Shani, mendekat dan memeluk Gracia, seolah ingin memberi kekuatan pada Istrinya.

********

“Mama udah ditempat yang benar, ada dokter-dokter juga yang pantau jadi kamu jangan khawatir, sekarang ada Shani yang juga jadi kewajiban kamu.”

Shani pun menengahi “Sekarang kita pulang dulu, nanti kesini lagi.” Ucapnya pada Gracia. “Kami pulang dulu ya Pa.”

Gracia tidak melawan lagi, dia memeluk papanya dan pulang bersama Shani. Setelah kemarin dia sudah menjalani tugasnya sebagai seorang istri. Hari ini Gracia menjadi merasa bersalah karena tidak menyiapkan sarapan buat Shani.

Dan sejak kemarin mereka belum berbaikan. Gracia bukannya ingin bersikap seperti anak kecil, tapi setidaknya dia ingin Shani punya sikap. Pernikahan ini jelas-jelas menguntungkan perusahaannya. Apa susah nya sih, bersikap terbuka sedikit dan menganggapnya ada.

“Pakai mobil ku aja.”  Ucapan Shani saat mereka sampai di parkiran.

“Terus kalo nanti aku mau kesini lagi gimana? Naik taksi? Repot ah.”

“Nanti aku antar.”

“nggak usah repot-repot Shan.” Tolak Gracia.

“Maksud kamu apa?”

“Tadi aku bawa mobil sendiri.” Ucap Gracia jujur dan memang tidak ingin merepotkan Shani.

Shani diam, dia tau kalau Gracia masih marah padanya dan sekarang. Saat Shani ingin berbuat baik, Gracia malah mempersulitkannya.

Gracia berbalik dan berjalan menuju mobilnya yang terparkir. Tanpa disangka Shani menarik tangannya dan membuatnya langsung terhenti. Wajahnya mengeras dan memperlihatkan emosi yang sebentar lagi akan meledak tapi berusaha dia tahan.

Shani marah? Tanyanya pada diri sendiri.

“Ayo Gracia. Tolong jangan mempersulit keadaan. Kita pulang pake mobil ku. Nanti aku antar lagi kesini.”

“Aku nggak mau ngerepotin kamu Shan, bukan mempersulit keadaan.”

“Aku nggak merasa direpotkan.” Sahut Shani. “Kita pulang.”

Gracia diam.

“Kenapa lagi?” tanya Shani bingung.

“Aku marah sama kamu, tapi hari ini kamu temenin aku. Terus juga kamu peduli sama keluarga ku, ini bukan pura-pura kan Shan? Aku takut salah artiin semuanya.”

“Masalah kamu sama keluarga ku, juga jadi tanggung jawab aku Gracia.”

Gracia merasa Shani mulai peduli dengan pernikahan mereka dan juga  dirinya. Tapi Gracia tidak ingin mempercayai nya seratus persen, karena dia tau semuanya pasti bisa berubah-ubah.

“Kita pulang sekarang. Nanti aku antar kamu lagi kesini.” Shani menggandeng tangan Gracia ke mobilnya dan setelah itu hanya diam yang mengisi.

*******
Siang siang enaknya ngapain

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang