Hati hati typo
*******
Kalau Shani pulang cepat, bukan berarti dia sedang tidak sibuk! Karena Shani hanya menunda sementara dan membawa pekerjaannya ke apartemen. Gracia yang berdiri didepan pintu tadi bermaksud untuk memberi tau kalau makan malam sudah siap, tapi malah asyik melihat Shani yang fokus menatap layar laptopnya.
“Makan yuk, Shan...”
Shani mengalihkan pandangannya pada Gracia. “Sini sebentar, Gracia.” lalu perempuan mendekat ke arah Shani dan Dikecupnya bibir menggoda milik Gracia. “Kamu lagi mikirin apa?” Shani sadar dengan kehadiran Gracia sejak tadi, tapi dia sengaja menunggu.
Gracia menggeleng. Padahal di otaknya pertanyaan tentang Nadse begitu mengganggunya.
“Kamu syuting sampai kapan?” Shani menarik tubuh Gracia untuk duduk dipangkuannya.
Gracia yang kaget langsung mengalungkan tangannya dileher Shani. Ya, Shani ini tipe-tipe talk less do more. “Lusa aku udah selesai.”
Tempo hari, saat Shani meluangkan waktunya untuk menemani Gracia di lokasi, Shani tau alasannya kenapa dia harus melarang Gracia untuk main film lagi di waktu mendatang, Bukan karena melihat Gracia yang beradegan mesra dengan lawan jenis. Pikiran itu memang terlalu dangkal jika dijadikan Shani sebagai alasan untuk melarang Gracia bekerja di dunia hiburan. Tapi lebih karena Shani justru mengkhawatirkan kesehatan Gracia.
“Kamu nggak capek kerja seperti itu sampai tengah malam?” pancing Shani.
Jemari Gracia memainkan jambang Shani yang mulai tumbuh. “Capek banget, tapi aku senang.” Gracia tertawa ketika terbayang pola hidupnya yang jauh dari kata normal. Namun ada kepuasan yang tak ternilai, saat hasil karyanya mendapat sambutan dari masyarakat.
“Aku mau ngomong, tapi jangan dibantah, boleh?”
Gracia mengangguk dan mencium pipi Shani agar tersenyum. Momen Shani tersenyum itu sangat mahal!
“Aku Nggak pengen kamu main film lagi. Bukan karena aku cemburu atau nggak menghargai pekerjaan kamu, tapi kamu juga harus pikirkan kesehatan kamu.”
Ada orang yang peduli dengan waktu istirahatnya dan orang itu adalah Shani. Orang secuek Shani baru saja mengatakan sesuatu yang membuat Gracia tersentuh.
“Shani.” Panggilnya pelan dan memeluk suaminya. “Ini yang terakhir,” ucapnya tanpa menentang sama sekali.
Shani balas tersenyum, tadi terbayang kalau dia melarang Gracia untuk berhenti akting, mereka akan berdebat panjang seperti yang dulu pernah terjadi. Satu lagi, yang Shani tau tentang Gracia, menaklukkan istrinya itu ternyata mudah! Dia hanya perlu membuka dirinya dan sama-sama mengenal.
“Ayo makan. Aku lapar.” Shani menggandeng tangan Gracia keluar ruang kerjanya.
“Aku temenin kamu aja ya, dari tadi pagi, pas nyium bau makanan aku mual-mual.”
“Dari kapan mualnya?” Shani khawatir. “Mau aku antar ke dokter?”
Gracia menggeleng. “Paling masuk angin biasa aja,” jawabnya santai. “Nanti juga sembuh.”
*******
Nadse hilang. Begitulah Shani menyimpulkan. Sudah sebulan dan perempuan itu sama sekali tidak memberi kabar ataupun membalas setiap pesan yang Shani kirimkan. Juga panggilannya tidak ada yang tersambung.
Nadse tidak pernah seperti ini. Mereka pernah berpisah selama berbulan-bulan lamanya, tapi Nadse selalu memberi kabar. Mario! Satu nama itu muncul dibenak Shani. Mario juga temannya dan pasti tau di mana Nadse berada.
“Lo tau Nadse ke mana?” saat panggilannya terjawab, Shani tidak berbasa-basi dan langsung menanyakan Maksudnya menelepon Mario.
“Nggak. Gue nggak tau,” suara Mario terdengar kesal. “Lagian ngapain Lo cari-cari dia.”
“Gue khawatir. Terakhir gue ketemu sama dia kondisinya kacau,” terang Shani. “Dia nggak bisa dihubungin sama sekali.”
“Mungkin memang dia nggak mau dihubungin sama Lo.”
“Maksud Lo?”
“Ya, dia emang sengaja biar nggak usah berhubungan sama Lo lagi.”
Shani menangkap sesuatu yang tidak beres! “Dia memang mantan gue...kita sahabatan, Mar! Apa salahnya gue pengen tau kabar Nadse?”
“Nadse nggak mau istri lo ngelabrak dia untuk kedua kalinya, Bro! Dia nangis ke gue dan, dia pikir ngejauhin Lo adalah cara terbaik yang dia punya!”
Gracia ngelabrak Nadse? Shani berjanji dia akan meluruskannya nanti. “Trus sekarang di mana Nadse?”
“Tapi kalo sampe nanti Nadse kena masalah, Lo harus tanggung jawab!”
“Lo Nggak percaya gue?”
“Dia ada di Bandung, dirumah Tante nya...nanti gue kirim alamatnya di chat.”
“Oke, thanks!”
*******
Di kamar rawat, Gracia masih terpejam. Sementara Anin dan Frans masih setia menungguinya. Berulang kali Anin menghubungi Shani tapi handphone laki-laki itu tidak bisa dihubungi.
“Hubungin bokapnya aja, Nin.” Frans mengusulkan.
Anin mengangguk. Semoga dia tidak salah melakukan hal ini. Anin memang sudah menandatangani surat dari rumah sakit sebagai penanggungjawab Gracia, tapi tetap saja keluarga Gracia harus tau.
“Om Harlan sebentar lagi datang. Lo kalo mau balik, balik duluan aja...biar gue yang jagain Gracia.”
“Sampai Gracia sadar, gue baru balik,” kata Frans.
Mereka pun menunggu sambil Anin tetap mencoba menelepon Shani. Akhirnya Anin memutuskan untuk mengirim pesan pada Shani, berharap kalau nanti Shani menyalakan handphonenya, dia bisa membaca pesan dan tau tentang kondisi Gracia.
*******
Setelah mengetahui tentang Nadse dan juga ada campur tangan Gracia dibalik hilangnya Nadse, seharian ini Shani sengaja mematikan handphonenya. Sebelum menyelesaikan kehidupan pribadinya, Shani harus memikirkan tentang anak perusahaan yang dipimpin oleh adiknya.
Dari awal, pernikahannya dengan Gracia memang untuk menyelamatkan perusahaannya, dan ketika masa-masa kritis itu sudah terlewati dan akhirnya Shani bisa menunjukkan pada Harlan bahwa dia bertanggung jawab, adiknya malah memanfaatkan keadaan.
Jam delapan malam Shani menyalakan handphone. Layar handphonenya dipenuhi dengan notifikasi. Beberapa email, pesan WA dari Mario berisi alamat dan nomor telepon Nadse yang baru. Terakhir yang dia lihat adalah pesan dari Anin, wajah Shani mengeras.
Shani buru-buru mengambil kunci mobil dan menuju rumah sakit tempat Gracia berada. Tadi pagi, saat Shani mengantar Gracia, perempuan itu terlihat segar dan tidak mengeluh apa-apa, ketika Shani bertanya masih mual atau tidak.
“Gracia baru aja tidur,” kata Anin ketika melihat Shani masuk ke ruang rawat Gracia.
“Sorry, Nin.”
Anin hanya tersenyum, mencoba memaklumi kondisi Shani. Walaupun tadi Shani sempat membuat Anin mati gaya karena tidak bisa menghubunginya sama sekali.
“Gimana kondisi Gracia? Dia kenapa?”Shani mendekati ranjang dan menggenggam tangan Gracia, seperti yang waktu itu dilakukan Gracia padanya.
“Masih diobservasi kata dokter. Besok hasilnya baru keluar,” jawab Anin.
Ketika Gracia membutuhkannya, Shani malah menjadi orang terakhir yang tau. Dia merasa bersalah pada Gracia.
“Shani, bisa kita bicara di luar?” Harlan yang baru datang, tanpa basa-basi langsung memanggil Shani.
“Nin, tolong jaga Gracia dulu,” kata Shani dan di jawab anggukan oleh Anin.
Apa pun yang ingin dibicarakan oleh mertuanya itu pasti bukan sesuatu yang baik. Tidak ada senyum ramah atau sapaan halus yang selama ini diberikan Harlan padanya.
“Apa Penghasilan kamu nggak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan Gracia? Sampai-sampai dia masih harus main film?” tembak Harlan langsung.
“Maaf Pa. Saya sudah melarang Gracia dan dia berjanji ini adalah kali terakhir dia main film.” Shani berusaha merendahkan suaranya. Dia tidak ingin terbawa emosi.
Amarah masih tampak jelas menguasai Harlan. Gracia memang tidak pernah menceritakan lagi tentang pekerjaannya, dan Harlan pikir, anaknya itu memang sudah tidak sibuk berakting lagi.
Tadi ketika Anin mengabarkan Gracia pingsan di lokasi, Harlan langsung meninggalkan semua urusan kantornya dan pergi menuju rumah sakit. Rasa kecewanya makin bertambah karena Shani tidak ada disana dan tidak bisa dihubungi! Suami macam apa yang dinikahi oleh Gracia.
Sesuatu yang berkaitan dengan Gracia, juga menjadi bagian dari dirinya! Harlan akan selalu melindungi anaknya. Apa pun akan dia lakukan.
“Kalo bukan karna Gracia yang meminta kamu untuk menjadi suaminya, saya juga tidak akan pernah mengizinkan pernikahan kalian terjadi. Kamu tau berapa banyak uang yang harus saya keluarkan untuk mem-backup perusahaan keluarga kamu? Kalo kamu nggak bisa jaga Gracia, sebaiknya kamu tinggalkan dia.”
Shani benar-benar kehilangan harga dirinya! Tapi dia menahan... posisinya memang salah dan Shani tidak ingin melakukan pembelaan atas semua tuduhan mertuanya. “Maaf. Saya minta maaf, Pa.”
Shani masih berdiri melihat Harlan berjalan ke kamar Gracia. Dan apa yang tadi didengarnya? Lama Shani terdiam. Dia tidak pernah tau, kalau Gracia yang merencanakan pernikahan mereka.
*******
Diancam kan sama mertua 😏
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us
RomanceKamu sekarang mengerti kan? rasanya Shani Indira Natio & Shania Gracia